Jatam: Dinas ESDM dan DLH Kukar Harus Turun agar Warga Tak Bentrok dengan Perusahaan Tambang
"Sudah jelas mereka tidak bisa beraktivitas sebelum melengkapi izin lingkungan," ujar Pradarma.
Penulis: Rafan Dwinanto |
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Rafan A Dwinanto
TRIBUN KALTIM.CO, SAMARINDA - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim mendesak pemerintah menghentikan operasional CV SSP.
Penghentian aktivitas perusahaan pertambangan ini bertujuan mencegah terjadinya konflik antara masyarakat dan perusahaan tambang.
Diketahui, masyarakat RT 24, Kelurahan Sangasanga Dalam, Kecamatan Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tegas menolak operasional kembali CV SSP.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, menegaskan, penguntitan operasional CV SSP merupakan hasil rapat bersama antara warga dan beberapa instansi terkait, di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, 25 Juli lalu.
"Jatam Kaltim mendesak agar pemerintah menghentikan operasional CV SSP di lapangan. Itu merupakan temuan hasil rapat kemarin tanggal 25 Juli di kantor ESDM dan menjadi rekomendasi bagi seluruh pihak," kata Pradarma.
Dalam hasil rapat tersebut diputuskan CV SSP baru bisa beraktivitas setelah melengkapi semua izin yang dipersyaratkan.
"Sudah jelas mereka tidak bisa beraktivitas sebelum melengkapi izin lingkungan," ujar Pradarma.
Menurut Pradarma, Dinas ESDM Kaltim bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kukar harus menindak CV SSP, lantaran sudah beroperasi sebelum melengkapi izin.
"Iya perusahaan sebenarnya harus ditindak oleh ESDM karena jelas nggak ada izin lingkungannya," tuturnya.
Sekadar informasi, warga RT 24 mengajak istri dan anak mereka untuk menghentikan operasi alat berat CV SSP yang menambang di wilayah mereka.
Usai menghentikan alat berat, warga pun berjaga 24 jam di gerbang kampung, untuk mencegah masuknya karyawan CV SSP, ke lokasi penambangan yang berada di atas wilayah RT 24. (*)