Asian Games 2018

Tanggapi Bullying yang Diterima Atlet, Psikiater: Gak Cuma Hargai Kemenangan, tapi Peduli Proses

"Kita perlu mulai menilai anak sekolah bukan dari hasil nilai akhirnya, tapi dari perjalanan prosesnya"

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Atlet bulutangkis Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting saat melawan atlet bulutangkis Jepang Kento Momota pada semifinal beregu putra Asian Games 18 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (21/8/2018). Beregu putra Indonesia lolos ke babak final setelah mengalahkan Jepang 3-1. 

TRIBUNKALTIM.CO - Dokter Psikiater, Jiemi Ardian memberikan komentar terkait bullying yang diterima atlet ketika kalah dalam pertandingan.

Hal ini dikatakan Jiemi melalui Twitter miliknya, ‪@jiemiardian, Jumat (24/8/2018).

Menurutnya, hal ini sama dengan pendidikan anak ketika sekolah.

Karena proses lebih penting dibanding dengan hasil yang akan diterima.

Ia juga mengatakan banyak acara motivasi yang muncul sukses dengan cepat namun tidak mengesampingkan rasa gagal yang harus diterima.

"Melihat netizen di kolom komentar IG atlet, saya jadi berpikir.

Kita perlu mulai menilai anak sekolah bukan dari hasil nilai akhirnya, tapi dari perjalanan proses nya.

Proses sama pentingnya dgn hasil. Biar kita ga haus nilai, ga cuma haus kemenangan tapi juga peduli prosesnya.

 

 

Saya terpikir untuk memuji seorang anak dengan 'Selamat Nak, kamu sudah belajar matematika selama 2 jam berturut turut', dibandingkan 'selamat kamu dapat nilai matematika 80 Nak.'

Proses dan hasil itu sama pentingnya.

Akibat terlalu banyak acara motivasi, yang memunculkan hasil sukses ajaib secara mendadak.

Kita silau dengan sukses, silau dengan hasil. Lupa bahwa dibalik sukses, kita juga harus siap sakit, siap gagal

Sama sama belajar untuk berani gagal.. Dan berani untuk bangkit kembali," tulis Jiemi.

 

 

 

 

Sementara itu, dikutip TribunWow.com dari Intisari, atlet yang akan dan sedang berlaga sering kali dihinggapi ketegangan, rasa takut kalah serta tak sanggup mengatasi gangguan dari luar.

Beban mental seperti inilah yang acap membuat prestasi atlet lebih jelek dibandingkan ketika latihan.

Beberapa atlet top dunia mengaku melakukan latihan-latihan mental tertentu untuk mengatasi hambatan itu.

Cara yang dilakukan bermacam-macam, tapi tujuannya sama, yaitu mengatur keseimbangan jiwa (mental) dan raga supaya mencapai prestasi prima.

Dengan keseimbangan itu apa yang sanggup mereka lakukan pada saat latihan juga bisa dilakukan pada saat bertanding.

Untuk mencapai hal tersebut, tentu dibutuhkan latihan, misalnya autogenen (latihan rileks untuk diri sendiri), zen, biofeedback, atau yoga.

Halaman
12
Sumber: TribunWow.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved