Kerugian Negara dari Tambang Capai Triliunan, Ketua KPK Turun Langsung Susuri Sungai Mahakam
Turun tangannya KPK ke wilayah Kaltim didasari atas dugaan kerugian negara dari pengelolaan sektor batu bara.
Penulis: Christoper Desmawangga |
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Christoper D
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharian ini, Kamis (15/11/2018), menyusuri Sungai Mahakam.
KPK ingin memastikan penyelenggaraan negara khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA) batu bara telah dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Turun tangannya KPK ke wilayah Kaltim didasari atas dugaan kerugian negara dari pengelolaan sektor batu bara.
Dari laporan Litbang KPK tahun 2013, terdapat Rp1,2 triliun kewajiban royalty penambangan yang belum disetor ke negara.
Bahkan, temuan ICW 10 tahun terakhir, juga mencatat total potensi kerugian negara senilai Rp133 triliun yang berasal dari pajak dan PNBP yang belum dibayar.
Selain itu, dari beberapa laporan yang masuk, juga mencatat adanya kewajiban reklamasi bekas tambang yang tidak dilakukan, sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan dan korban jiwa.
Hal itulah yang membuat KPK melakukan review bersama dengan Kementerian dan Pemerintah Daerah terkait dengan koordinasi pengawasan penambangan, serta perdagangan batu bara.
"Keliling dari pagi sampai sore, karena kita punya perbedaan data antara teman-teman di Bea Cukai, Perdagangan, maupun ESDM. Karena tiga tahun berturut-turut kita amati, khususnya batu bara berbeda," ucap Ketua KPK, Agus Rahardjo yang memimpin langsung penelusuran tersebut, Kamis (15/11/2018).
"Kita ajak semua, ada dari Dirjen Perhubungan Laut, Pemprov Kaltim, Bea Cukai, Pajak, Perdagangan, hingga ESDM, agar semua tahu perbedaannya seperti apa," tambahnya.
Dari hasil penelusuran di sekitar kawasan sungai Mahakam, KPK mengaku menemukan banyak hal yang diduga adanya pelanggaran.
Di antaranya terdapat tiga jetty yang berdekatan. Karana tidak ada tambangnya, hal itu yang menimbulkan kecurigaan tentang adanya tambang ilegal.
"Tapi harus didalami lagi, diteliti lebih lanjut, karena tadi ada jetty yang berdekatan, karena tidak ada tambangnya, jangan-jangan itu tampung batu bara ilegal," jelas Ketua KPK.
Nantinya akan dilakukan inventarisasi dari hulu sampai ke ilir, mulai dari tentang kejelasan perizinan kepemilikan jetty, termasuk tongkang dan tugboat yang mengangkut batu bara, serta hal lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan batu bara.
"Apa tidak sebaiknya kontrak langsung pemilik pertambangan, agar bisa cegah oversuply, dan pemerintah dapat harga yang lebih baik," harapnya.