BPJS ajak Polres Balikpapan Bahas soal Korban Aksi Kejatahan tak Ditanggung Asuransi
Melihat maraknya aksi kriminalitas di Balikpapan akhir-akhir ini, BPJS Kesehatan mengajak Polres Balikpapan bahas Perpres Nomor 52 Tahun 2018
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Melihat maraknya aksi kriminalitas di Balikpapan akhir-akhir ini, BPJS Kesehatan mengajak Polres Balikpapan dan beberapa tim terkait untuk membahas Perpres Nomor 52 Tahun 2018. Dimana para korban kekerasan, baik korban begal maupun tindak pidana lainnya tidak lagi ditanggung oleh BPJS Kesehatan
Kepala Cabang BPJS Kesehatan Balikpapan Endang Diarty menjelaskan, sesuai dengan Perpres Pasal 52 tahun 2018, BPJS Kesehatan tidak menanggung beberapa hal diantaranya tindak pidana penganiayaan, kekerasan seksual, korban terorisme dan korban perdagangan orang semua itu yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan .
Perpres 52 ini ditetapkan 17 September 2018, berlaku sejak ditetapkan. Untuk di Balikpapan sudah ada tiga orang warga yang mengadu masalah tersebut ke BPJS Kesehatan.
Baca: KPK Tetapkan 5 Tersangka, Berikut 7 Fakta Kasus Dugaan Suap Dana Hibah Kemenpora
"Untuk di Balikpapan kami tidak detail untuk mengetahuinya. Yang pasti dalam sebulan ini ada berapa kasus yang mencuat dimedsos. Diketahui ada tiga kasus, sempat ada yang komplain ke BPJS Kesehatan," kata Endang.
Walau keluarga korban mengaku memiliki kartu BPJS Kesehatan. Namun tidak bisa ditanggung karena sudah tertuang dalam Perpres Pasal 52 tahun 2018. Bahwa tindak pidana penganiayaan tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.
"Alasannya ada undang-undang perlindungan terkait sanksi dan korban. Dengan mengikuti alur yang ada. Karena ranahnya bukan di BPJS Kesehatan," ucap Endang.
Baca: Dilepas ke Sampdoria, Kiper Berdarah Indonesia Emil Audero Ingin Kembali ke Juventus
Menurut Endang, ada undang-undang bahwa sanksi dan korban biaya pengobatannya ditanggung oleh Lembaga Perlindungan Sanksi dan Korban (LPSK).
"Mekanismenya melapor ke LPSK di Jakarta. Bisa juga mengajukan dengan sistem online. Untuk di Balikpapan bisa koordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)," ujar Endang. (*)