Breaking News

Jembatan Mahulu Gelap Rawan Kejahatan, Warga Loa Janan Berharap Perhatian Pemkot

Jika persoalan dibiarkan berlarut, masyarakat bakal dikorbankan akibat gelap gulitanya kondisi jembatan pada malam hari.

Penulis: Rafan Dwinanto | Editor: Fransina Luhukay
Komunitas Kolaborasi Pemuda Loa Janan
Kondisi Jembatan Mahulu di Samarinda yang gelap pada malam hari. 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Senin (21/1/2019) lalu, Kota Samarinda genap berusia 351 tahun. Berbarengan dengan HUT ke-59 Pemkot Samarinda. Selain mengucap selamat ulang tahun, sebagian kalangan warga menjadikan momentum ulang tahun kota, untuk menyampaikan sederet persoalan kota yang dihadapi.

Keluhan di momentum HUT Kota ini, satu diantaranya disampaikan kelompok yang menamakan diri Komunitas Kolaborasi Pemuda Loa Janan. Komunitas ini mengkritisi gelapnya Jembatan Mahulu, yang menghubungkan Kecamatan Loa Janan Ilir, dengan Kelurahan Loa Buah di Kecamatan Sungai Kunjang.

Juru bicara Komunitas Kolaborasi Pemuda Loa Janan, Freijae Rakasiwi menuturkan, peran Jembatan Mahulu sangat vital. Selain menjadi sarana lalu lintas warga membelah Sungai Mahakam, Jembatan Mahulu juga menjadi lalu lintas barang kebutuhan pokok, keluar masuk Samarinda.

"Jembatan Mahulu menjadikan Samarinda sebagai pusat perekonomian di Kaltim. Dengan perannya amat vital, tak membuat perawatan dan pemeliharaan jembatan itu secara berkala. Faktanya, bertolak belakang dengan saudara tuanya yakni jembatan mahkota dua yang sangat indah sekali dipandang. Justru, jembatan mahulu sekarang kusam tak terawat dan ditelan kegelapan," kata Freijae.

Di tengah gemerlapnya HUT kota, Freijae menyayangkan masih gulitanya Jembatan Mahulu. "Padahal, jembatan ini bisa menjadi potensi luar biasa untuk meningkatkan perekonomian masyarakat jika jembatan ini bercahaya, akan ada kegiatan pereknomian masyarakat di sekitar Jembatan Mahulu dan bisa menjadi salah satu tempat wisata bagi masyarakat," katanya lagi.

Freijae lantas membandingkan gelapnya Jembatan Mahulu, dengan lampu tematik bernilai belasan miliar pada Jembatan Mahkota II. Padahal kedua jembatan ini berada pada kota yang sama, namun beda perlakuan. "Jembatan Mahulu seperti anak tiri," ucapnya.

Bahkan, kata Freijae, dengan perhatian Pemkot yang sangat besar, kini Jembatan Mahkota II menjadi ikon baru Samarinda. Sekaligus pusat destinasi wisata dengan mengarungi Sungai Mahakam. "Pemerintah kota sangat serius memperhatikan jembatan ini, sebab sebesar Rp 2 Miliar pertahun dianggarkan pemkot untuk biaya perawatan jembatan ini agar tetap cantik dan terang di malam hari," sebut Freijae.

Freijae juga menyadari, Jembatan Mahulu dibangun Pemprov Kaltim. Bukan Pemkot Samarinda, seperti halnya Jembatan Mahkota II. Meski demikian, Freijae berharap, ada upaya lebih dari Pemkot agar Jembatan Mahulu bercahaya. Tidak sekadar memasrahkan tanggung jawab kepada Pemprov Kaltim.

"Sudah seharusnya Jembatan Mahulu menjadi skala prioritas pemkot untuk mendorong Pemprov menganggarkan di APBD-Perubahan 2019. Jika Pemprov tak sanggup, Pemkot harus berani mengelola jembatan ini agar kembali cantik dan nyaman untuk dilewati," tegasnya.

Yang paling berbahaya, kata Freijae, kondisi gelap Jembatan Mahulu mengakibatkan jalur ini menjadi rawan kejahatan. "Masalahnya, jika persoalan dibiarkan berlarut, maka masyarakat yang dikorbankan akibat gelap gulitanya jembatan kebangaan masyarakat ini. Selamat ulang tahun Kota Tepian, terima kasih Kota samarinda yang telah membuat kami merasakan Jembatan Mahulu yang gelap gulita," tuturnya.(*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved