Waspada DBD, Ini yang Disarankan Dinas Kesehatan, Lebih Penting untuk Mencegah

Dinas Kesejhatan (Dinkes) Kaltim menyebutkan tahun 2017 ada sekitar 2 ribuan kasus DBD, sedangkan tahun 2018 ada sekitar 3.500 kasus DBD.

Penulis: Cornel Dimas Satrio Kusbiananto | Editor: Adhinata Kusuma
TRIBUN KALTIM / NEVRIANTO HARDI PRASETYO
Warga RT 31 Perumahan Talangsari Regency Kelurahan Tanah Merah Samarinda Utara gotong royong membersihkan lingkungan dan melaksanakan fogging menyambut HUT KE 351 Kota Samarinda dan HUT ke 59 Pemkot Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (13/1/2019) 

Waspada DBD, Ini yang Disarankan Dinas Kesehatan, Lebih Penting untuk Mencegah

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kaltim meningkat.

Dinas Kesejhatan (Dinkes) Kaltim menyebutkan tahun 2017 ada sekitar 2 ribuan kasus DBD, sedangkan tahun 2018 ada sekitar 3.500 kasus DBD.

Namun peningkatan ini juga terjadi di seluruh provinsi di Indonesia

Dinkes Kaltim meminta setiap daerah untuk terus mewaspadai penyakit yang disebabkan oleh nyamuk aedes aegypti ini.

Baca: Kasus DBD Meningkat, Apakah Kaltim Berstatus KLB? Simak Penjelasan Dinas Kesehatan

Baca: Dilanda DBD, Pasien Terpaksa Rawat Inap di Lorong Rumah Sakit

Baca: Dinamika Kabar Abu Bakar Baasyir Bebas; Wiranto soal Grasa Grusu hingga Rakor Ponpes

Menjaga kebersihan lingkungan merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah penyakit DBD.
Menjaga kebersihan lingkungan merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah penyakit DBD. (Tribun Kaltim/GEAFRY NECOLSEN)

Kabid P2PL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan) Dinkes Kaltim, Soeharsono mengimbau agar setiap daerah menggencarkan lagi 3M+ ketimbang mengedepankan fogging atau pengasapan.

"Tiga M plus yang dimaksud yaitu menutup semua penampungan air atau sumber air, menguras bak mandi, dan mendaur ulang barang bekas. Pencegahan dengan cara ini lebih penting. Seharusnya dioptimalkan," kata Soeharsono di kantor Dinkes Samarinda, Kalimantan Timur, Senin (21/1/2019).

Baca: Kasus DBD Meningkat, Apakah Kaltim Berstatus KLB? Simak Penjelasan Dinas Kesehatan

Baca: Dilanda DBD, Pasien Terpaksa Rawat Inap di Lorong Rumah Sakit

Baca: Dinamika Kabar Abu Bakar Baasyir Bebas; Wiranto soal Grasa Grusu hingga Rakor Ponpes

Menurut Soeharsono, mewaspadai DBD perlu dilakujan pemberantasan langsung di sarang nyamuk.

Hal ini yang kurang diperhatikan masyarakat, akibatnya angka bebas jentik di Kaltim masih rendah. Ia juga berharap Pokjanal (Kelompok Kerja Nasional) DBD di tingkat Provinsi harus lebih optimal menggerakkan masyarakat untuk pemberantasan sarang nyamuk.

"Kekurangan kita itu angka bebas jentik masih rendah. Harusnya 95 persen mestinya harus bebas jentik 95 persen. Tapi masyarakat belum memantau ini. Juga karena gerakan satu rumah satu jumantik itu juga belum efektif," katanya.

Warga kompleks Perumahan HER 2 urunan untuk melakukan fogging mandiri tanpa menunggu Pemerintah. Lantaran daftar antrean fogging di Kelurahan maupun Dinas Kesehatan panjang.
Warga kompleks Perumahan HER 2 urunan untuk melakukan fogging mandiri tanpa menunggu Pemerintah. Lantaran daftar antrean fogging di Kelurahan maupun Dinas Kesehatan panjang. (tribunkaltim.co/muhammad alidona)

Pihaknya tidak merekomendasikan fogging untuk penanganan utama DBD.

Pasalnya Fogging membutuhkan biaya yang tidak sedikit, serta asapnya cukup mengganggu. Bahkan asap yang dihasilkan berasal dari pembakaran solar.

"Fogging tidak rekomendasi untuk penanganan DBD. Yang paling tepat itu 3 M+. Kalau memang perlu fogging, ya baru fogging. Tapi sebenarnya Fogging itu hanya untuk menenangkan masyarakat. Sekarang kan sudah ada fogging dengan gas, tapi masyarakat malah komplain karena merasa kurang sebab tidak ada asapnya," ungkap Soeharsono.

Baca: Kasus DBD Meningkat, Apakah Kaltim Berstatus KLB? Simak Penjelasan Dinas Kesehatan

Baca: Dilanda DBD, Pasien Terpaksa Rawat Inap di Lorong Rumah Sakit

Baca: Dinamika Kabar Abu Bakar Baasyir Bebas; Wiranto soal Grasa Grusu hingga Rakor Ponpes

Ia menegaskan agar Dinas kesehatan di daerah juga mengawasi pelaksanaan Fogging yang memungut biaya terlalu tinggi di masyarakat. Apalagi marak fogging yang dilakukan swasta tanpa pengawasan Dinkes.

"Fogging swasta harus ada izinnya melalui DKK. Jangan sampai tidak di bawah pengawasan, bisa saja menipu. Masyarakat di suruh bayar tapi isinya kita tidak tahu apa. Mestinya percayakan kepada pemerintah. Ada keahlian khusus untuk fogging. Setiap kali fogging obatnya tidak boleh tetap. Obatnya harus berganti. Karena nyamuk ada resistensi obat," ujarnya. (dmz)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved