Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei Dicurigai Beri Restu Serang Kilang Minyak Arab Saudi
Pemerintah Amerika Serikat terus mencurigai Iran, sebagai dalang serangan drone ke kilang minyak Arab Saudi Aramco pada pekan lalu.
TRIBUNKALTIM.CO,WASHINGTON DC-Pemerintah Amerika Serikat terus mencurigai Iran, sebagai dalang serangan drone ke kilang minyak Arab Saudi Aramco pada pekan lalu.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo menyebut serangan drone tersebut merupakan "aksi perang".
Kini, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei disebut-sebut menyetujui serangan ke kilang minyak Arab Saudi Aramco itu.
• Citra Satelit dan Data Intelejen Jadi Alasan AS Tuduh Iran Dalang Serangan Drone di Aramco
• Pusat Pabrik Minyak Saudi Aramco Terbakar Diserang Drone, Kelompok Pemberontak Akui Lakukan Serangan
CBS News yang mengutip pejabat AS melaporkan, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei hanya menyetujui serangan selama tak melibatkan mereka secara langsung.
Bukti paling tak terbantahkan adalah citra satelit yang memperlihatkan pergerakan pasukan Garda Revolusi Iran untuk melakukan serangan di Pangkalan Udara Ahvaz.
Dikutip AFP Kamis (19/9/2019) via Kompas.Com, kebenaran laporan itu baru dipastikan setelahnya.
"Kami benar-benar lengah dengan temuan ini," ujar sumber itu.
• Pabrik Minyak Terbesar Arab Saudi Aramco Meledak Diserang Drone, Milisi Houthi Klaim Kirim 10 Drone
• Pasca Serangan Drone, Presiden Amerika Donald Trump Kemungkinan Beri Sanksi Baru Bagi Iran
Media Iran sudah memberi tahu melalui surat kepada kedutaan Swiss bahwa mereka membantah serangan itu, dan mengancam akan merespons segala tindakan kepada mereka.
Sumber dari internal Washington mengatakan, mereka telah menyimpulkan Iran juga menggunakan rudal utnuk menghantam Aramco, dan bakal menyajikannya di Sidang Umum PBB.
Wakil Presiden AS Mike Pence menyatakan, dia mengulangi ucapan Presiden Donald Trump bahwa mereka tidak menginginkan perang. Tapi AS selalu bersiap.
Trump yang sudah menekan Iran dengan sanksi, menjanjikan "peningkatan tekanan" yang kemudian mendapat apresiasi dari Saudi, dengan detil bakal diumumkan 48 jam ke depan.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif yang menerima sanksi AS pada 31 Juli menyebut langkah itu merupakan tindakan yang "ilegal" serta "tak manusiawi".
• Tak Terima Dituduh Serang Pabrik Minyak di Arab Saudi, Iran Nyatakan Siap Perang
"Langkah Trump itu merupakan sebuah bentuk pengakuan bahwa AS memang sengaja menargetkan warga biasa," kecam Zarif dalam kicauannya di Twitter.
Ketegangan antara Iran dengan AS terjadi setelah Trump mengumukan penarikan dari perjanjian nuklir yang diteken oleh pendahulunya, Barack Obama, pada 2015.
Perjanjian nuklir yang diteken dengan negara besar lain seperti China dan Rusia itu meminta Iran menghentikan program nuklir, sebagai ganti pencabutan sejumlah sanksi.
Gedung Putih kemudian menjatuhkan serangkaian sanksi, yang salah satunya menyasar minyak Iran, dengan Teheran membalas dengan mengumumkan bakal menarik mundur dari perjanjian nuklir. (*)