Otonomi Khusus

Aji Mirza Minta Pemerintah Pusat Bijak Sikapi Tuntutan Otsus Kaltim

Tuntutan otsus Kaltim sebenarnya tidak perlu muncul kalau saja pemerintah Pusat bersikap adil.

TRIBUNKALTIM/ACHMAD BINTORO
SOSIALISASI - Anggota DPD RI asal Kaltim, Aji M Mirza Wardana (tengah) dalam sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di kantor Walikota Balikpapan, Minggu (12/4/2015). Acara ini menghadirkan pula Ketua ARKBM Wahdiat dan dipandu Priyo Suwarno 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Senator asal Kaltim Aji Muhammad Mirza Wardana mengatakan, tuntutan otsus sebenarnya tidak perlu muncul kalau saja pemerintah Pusat bersikap adil. Khususnya terhadap daerah yang selama puluhan tahun ini telah memberikan kontribusi besar kepada negara.

Bersikap adil wajib dijalankan oleh penyelenggara negara agar bangsa ini tetap dapat berdiri utuh, besar, dan kuat. Ia berharap pemerintah Pusat menyikapi tuntutan masyarakat Kaltim ini secara bijak dalam prinsip keadilan.

"Selama ini kita begitu rajin turun ke masyarakat guna sosialisasi empat pilar kebangsaan. Tetapi, ironinya, pemerintah Pusat sendiri justru yang belum menjalankan apa yang diamanatkan oleh empat pilar tersebut," kata Mirza pada Tribun seusai acara "Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Balikpapan, Minggu (12/4/2015).

Empat Pilar dimaksud adalah Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Acara yang dipandu Priyo Suwarno dari Tribun Kaltim itu menghadirkan dua narasumber, yakni anggota Dewan Perwakilan Daerah Aji M Mirza Wardana dan Ketua Aliansi Rakyat Kaltim untuk Blok Mahakam, Wahdiat. [Baca: Apa Tanggapan Jakarta tentang Tuntutan Otsus Kaltim? Ini Kata Aji Mirza]

“Logikanya sederhana, daerah tidak mungkin menuntut otsus kalau diperlakukan adil. Nah, apakah adil kalau daerah yang menjadi lumbung energi nasional, begitu kaya minyak dan gas, juga batubara tapi sekedar listrik saja masih byar pet,” jelasnya.

“Pak Wahdiat tadi juga sudah menunjukkan banyak sekali contoh ironi-ironi itu. Padahal, sila kelima Pancasila menegaskan perlunya bersikap dan berbuat adil. Empat pilar ini harus kita jaga, dan kita amalkan agar kita menjadi bangsa yang besar, tidak terpecah-pecah, kuat dan sejahtera.”

Mirza mengajak warga Kaltim untuk tetap mengedepankan cara-cara yang cerdas dalam menuntut otsus. Ia mengaku sudah berkomunikasi dengan menteri-menteri, termasuk dengan Kepala Bappenas Adrinof Chaniago. Pusat sulit menerima alasan-alasan yang dikemukakan Kaltim, seperti penduduk miskin. Faktanya, data BPS justru menunjukkan Indeks Kebahagiaan masyarakat Kaltim mencapai 71,45 (skala 0-100).

“Bahkan, alasan-alasan yang ada di dalam naskah akademik (yang dibuat tim pakar Unmul) pun saya pikir belum cukup kuat (untuk meyakinkan Pusat),” jelas Mirza di depan puluhan tokoh berbagai ormas di Balikpapan.

Ia juga berharap pemahaman otsus sampai ke masyarakat lapisan bawah. Ketika reses ke pedalaman, Mirza melihat betapa masyarakat ternyata banyak yang masih bingung.“Mereka tidak paham kenapa kita mesti menuntut otsus.

” Keadaan ini berbeda dengan di Aceh dan Papua. Saat itu, suara otsus (merdeka) justru tidak dimulai dari ibukota provinsi. Melainkan dari kampung-kampung kecil."

Menurut Mirza, dari komunikasi yang ia lakukan dengan sejumlah menteri di Kabinet Kerja, ia menyimpulkan, kalaupun nanti tuntutan otsus ini akan disetujui, akan memerlukan waktu yang panjang.

Karena itu sementara dalam proses, ia selaku anggota DPD RI yang membidangi anggaran, berupaya untuk terus melakukan pendekatan secara personal dan kelembagaan agar kementrian terkait dapat memperbesar transfer dana bagi hasil atau alokasi anggaran pembangunannya untuk sejumlah proyek di Kaltim. Cara itu menurutnya cukup efektif.

Dengan otsus memang akan membuat prosentase dana bagi hasil migas menjadi lebih besar. DBH migas yang diterima Kaltim selama ini hanya 15,5 persen untuk minyak dan 30,5 persen untuk gas. Jika menjadi otsus seperti yang berlaku bagi Aceh dan Papua, Kaltim akan mendapatkan 70 persen DBH migas.

"Tetapi, yang harus dipahami oleh masyarakat, otsus yang berlaku bagi Aceh dan Papua tidaklah untuk selamanya. UU mengamanatkan hanya sampai tahun 2026. Artinya, kalau pun tuntutan Kaltim nanti dipenuhi, kemungkinan juga tidak berlaku untuk selamanya," jelasnya.

Menurutnya, apa yang diterima Kaltim selama ini memang tidak memperlihatkan keadilan. Sebagai perbandingan, negara bagian Sabah dan Serawak di Malaysia, hanya menyetorkan 16 persen pendapatannya untuk kerajaan (negara) dan 4 persen untuk persemakmuran (Inggris). Totalnya hanya 20 persen. Sebanyak 80 persen dinikmati oleh daerah.

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved