Kisah Jumri Penemu Fosil Batu Ulin 500 kg
Ia bekerja sebagai tukang, petani hingga waker di perusahaan batubara. Selama 2 bulan ini, Jumri juga dipercaya sebagai Ketua RT 12 Bengkinang.
TRIBUNKALTIM.CO, TENGGARONG - Jumri, 37 tahun, penemu fosil batu ulin di Desa Bengkinang, Kelurahan Loa Tebu, memiliki latar belakang keluarga kurang mampu.
Ia harus membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan ketiga orang anaknya yang masih duduk di bangku sekolah.
Ia bekerja sebagai tukang, petani hingga waker di perusahaan batubara. Selama 2 bulan ini, Jumri juga dipercaya sebagai Ketua RT 12 Bengkinang.
Penghasilan Jumri tidak bisa dibilang tinggi. Dia mengandalkan pekerjaannya sebagai waker dengan gaji Rp 80 ribu per malam untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.(Lihat juga: VIDEO – Ini Fosil Batang Pohon Ulin Seberat 300 Kg Yang Bikin ...)
Di waktu senggang, ia memilih untuk berkebun lombok dan sayur di lahannya sendiri dengan luas 20x30 meter. Tapi hasil kebun ini hanya dikonsumsi sendiri bukan untuk dijual.
"Kalau jadi RT, saya tidak bisa berharap banyak pada insentif," kata Jumri.
Anaknya pertama duduk di SMP dan kedua di SDN 036 Bengkinang. Kedua anaknya hanya memiliki masing-masing sepasang sepatu. Jika sepatu itu basah, maka itu tetap dipakainya.
Penemuan fosil batu ulin seberat sekitar 500 kg (bukan 300 kg seperti diberitakan sebelumnya) memberikan berkah sendiri bagi keluarganya.
Bongkahan batu itu ditaruh di halaman rumahnya. Dia mengaku tak khawatir fosil batu itu dicuri. "Di sini aman. Lagipula, batu ini tidak mudah diangkat hanya oleh 6 orang. Kami berenam saja harus menggelindingkan batu ini sampai kemari," tutur Jumri.
Sejak ditemukan fosil batu ulin selama sebulan lebih ini, beberapa orang kerap menghubungi Jumri. Bahkan mereka ingin membeli fosil batu ulin yang kini jadi buruan para penggemar batu akik.
"Saya belum berniat untuk menjual bongkahan batu ini," tuturnya. Seorang warga menawar fosil batu ulin Rp 20 ribu/kg. Jumri tak mau melepaskannya.
Bongkahan batu itu berdiameter 60 cm dengan panjang hampir satu meter. Pihak kelurahan Loa Tebu menginginkan agar fosil batu ulin itu disimpan di Museum Mulawarman.
Jumri mengaku tak keberatan asalkan ada uang kompensasi Rp 50 juta. Ia akan membagi uang kompensasi ini bersama kelima saudaranya yang ikut mengangkat bongkahan batu itu dari hutan hingga ke rumah.
Saat ditemukan bongkahan batu ini sempat dipecah dengan palu. "Pecahannya hampir 50 kg. Saya dibantu 5 orang saudara tak bisa mendorong bongkahan batu itu hingga kemudian kami memecahnya sebagian," ujarnya.
Jumri membagikan pecahan batu itu secara cuma-cuma kepada tetangga, rekan-rekannya hingga pihak staf kelurahan.
Pecahan itu akan dimanfaatkan sebagai batu akik. Fosil batu ulin tergolong mahal dengan harga Rp 150 ribu.
Penemuan fosil batu ulin ini membuat heboh warga sekitar karena selama ini belum pernah ditemukan fosil batu ulin dengan berat sekitar setengah ton. (top)