Pengamat: Duet Kalla-Jokowi Pecah Jika Rizal Ramli tak Dicopot

"JK mengancam (ke Jokowi), kalau Pak Rizal ini tidak dipecat, dia mau bercerai (mundur)," ujar pengamat politik Tjipta Lesmana.

(Tribunnews.com/Biro Pers Setneg)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ibu Negara Iriana, serta Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Mufidah, istrinya, khidmat mengikuti upacara penurunan bendera HUT ke-70 Kemerdekaan RI di Istana Negara, Senin (17/8/2015). (Tribunnews.com/Biro Pers Setneg) 

TRIBUNKALTIM.CO - Dwi tunggal pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla diterpa rumors di ambang perpecahan. Pemicunya adalah tokoh menteri kontroversial, Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli.

Wakil Presiden Jusuf Kalla bahkan dikabarkan mengancam mundur dari posisi RI 2, jika Presiden Joko Widodo tidak mengganti Menteri Koordinator Bidang Maritim Rizal Ramli yang baru dua pekan menjabat.

"JK mengancam (ke Jokowi), kalau Pak Rizal ini tidak dipecat, dia mau bercerai (mundur)," ujar pengamat politik Tjipta Lesmana di Jakarta, Sabtu (22/8/2015) seperti dilansir Kompas.com.

Pengamat politik Prof Tjipta Lesmana menjadi (Warta Kota/henry lopulalan)

Informasi yang diungkap Tjipta tersebut belum mendapat konfirmasi dari pihak istana, baik Presiden Jokowi atau Wakil Presiden JK. Namun, Tjipta mengaku tidak heran andai memang informasi itu benar adanya.

Kalla, sebut Tjipta, pasti tidak nyaman atas komentar-komentar yang dilontarkan Rizal. Tindakan Kalla pun, lanjut Tjipta, disebutnya sebagai aksi panik.

Di sisi lain, Tjipta mendukung penuh gaya komunikasi Rizal, meskipun mengundang kontroversi di tengah masyarakat. "Pramono Anung saja kemarin, secara implisit mendukung manuver Rizal Ramli. PDI-P pun tenang-tenang saja tuh dengan komentar-komentar Pak Rizal. Jadi memang dia (Rizal) ini laik untuk kita dukung," ujar Tjipta.

BACA JUGA: Tiga Kritik Rizal Ramli yang Menghebohkan SBY, Kalla dan Jokowi

Enam menteri baru dari kiri ke kanan Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menko Kemaritiman Rizal Ramli, dan Menko Perekonomian Darmin Nasution, berfoto usai dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/8/2015).

Sehari setelah dilantik menjadi Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal langsung mengkritik Kementerian BUMN yang berencana membeli pesawat baru untuk perusahaan maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Menurut Rizal, pembelian pesawat baru belum perlu.

Setelah itu, Rizal lagi-lagi melontarkan pernyataan kontroversial. Ia mengatakan, target Pemerintah membangun pembangkit listrik 35.000 megawatt terlalu sulit dicapai. Dia menilai proyek yang dicanangkan Presiden Jokowi hingga 2019 itu tak masuk akal. Bahkan, ia menilai proyek itu adalah proyek ambisius Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Kisah Perselihihan JK dan Rizal Ramli

BACA JUGA: Rizal Ramli Ingin Disegani seperti Majapahit dan Sriwijaya

TRIBUNNEWS/HERUDIN- Rizal Ramli

Banyak orang bertanya-tanya mengenaidi balik keberanian Rizal Ramli melawan Jusuf Kalla. Akhir Oktober 2014, Tribunnews.com, pernah berbincang-bincang dengan Rizal Ramli mengenai pengalamannya terganjal menjadi menteri pada pemerintahan SBY-JK.

Saat itu, Rizal bercerita banyak mengenai hambatan yang dia alami. Namun mantan Kepala Bulog, mantan Menko Perekonomian, dan mantan Menteri Keuangan pada pemerintahan Abdurrahman Wahid tersebut meminta ceritanya tidak untuk dipublikasikan.

Kisah pengumuman Kabinet Indonesia Bersatu Jilid Pertama bermula malam itu, Kamis 21 Oktober 2004. Malam sudah larut. Hari nyaris berganti.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan susunan kabinetnya yang dinamakan Kabinet Indonesia Bersatu pada pukul 23.40 WIB. Pengumuman ini tertunda 3 jam lebih 40 menit dari rencana semula pukul 20.00 WIB.

Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika membacakan nama-nama menterinya di Istana Merdeka. Kisah pengunduran jandawal pengumuman menteri itu dialami juga Presiden Joko Widodo, sepuluh tahun kemudian.

Berdasarkan seorang narasumber TRIBUNnews.com, pengunduran pengumuman Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin Susilo Bambang Yudhyono-Jusuf Kalla, maupun Kabinet Trisakti Jokowi - Jusuf Kalla, tidak lepas dari tarik-menarik kepentingan antara presiden dan wakil presiden yang sama, Jusuf Kalla alias JK.

"Baik pada penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I maupun kabinetnya Jokowi - JK, semuanya, JK punya andil. JK ingin dan terlibat menentukan bebrapa menteri strategis," ujar seorang mantan menteri kepada Tribunnews.

Kendatipun membeberkan cerita secara utuh, ia tidak berkenan disebut jati dirinya. Sumber ini menganjurkan agar Tribun menghubungi mantan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) dan mantan Menteri Koordinator Ekonomi, dan mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli. Menurutnya, salah satu korban adalah Rizal Ramli.

Rizal Ramli, saat dikontak, mengaku sempat ditawarkan SBY untuk duduk sebagai menteri. "Tapi saya tidak enak ngomongnya. Ke staf saya saja," kata Rizal Ramli sembari memberi nomor telepon Abdul Roachim, stafnya.

Seterusnya, Abdul Roachim bercerita panjang lebar mengenai kisah dramatis seputar tergusurnya Rizal Ramli dari Kabinet Indonesia Bersatu, pada menit-menit terkahir menjelang pengumuman.

Menurutnya, campur tangan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam menentukan calon menteri pada Kabinet Indonesia JIlid I tahun 2004 sangat kental terasa. Saat itu, kata Abdul Roachim, Rizal sudah dipilih dan ditempatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Koordinator Perekonomian.

Namun beberapa saat sebelum pengumuman menteri 21 Oktober 2004, Jusuf Kalla menganulir keputusan SBY.

"Saya mendengar cerita Pak Rizal Ramli, memang tahun 2004, saat penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I intervensi Pak Jusuf Kalla sangat kuat. Saat itu Pak Rizal Ramli sudah ditunjuk Pak Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, itu tertulis lho, bukan lisan," ," kata Abdul Rochim dalam perbincangan melalui telepon, Kamis (23/10/2014) siang.

"Tapi satu jam sampai 45 menit terakhir sebelum pengumuman menteri, nama Pak Rizal Ramli ditorpedo Jusuf Kalla, digantikan dengan Aburizal Bakrie," ujarnya.

Alasan yang disodorkan JK kepada SBY untuk menerima Ical, sapaan Aburizal Bakrie, sebagai Menko Perekonomian karena Ical selaku pengusaha nasional telah menyokong secara politik dan banyak mengeluarkan materi membantu biaya kampanye SBY-JK.

Abdul Roachim pun menyebut satu angka yang sangat besar.

"Itulah yang mengakibatkan tertundanya pengumuman menteri saat itu. Tadinya kan akan diumumkans sekitar jam tujuh tiga puluh malam. Tapi karena Pak Jusuf Kalla menolak Pak Rizal Ramli sehingga harus digantikan oleh Aburizal Bakrie, maka terjadi pengunduran waktu menjadi lebih jam setengah sebelas malam," kata Abdul Roachim.

Lebih jauh dia menyebut, malam itu, tiga kali nama Rizal Ramli ditlak Jusf Kalla. Rizal Ramli, ekonom yang sempat membantu SBY dalam menyusun kebijakan prekonomian saat menjabat Menteri ESDM, semula diberi pos sebagai Menteri Koordinator Perekonomian. Karena ditolak JK, maka SBY mengalah dan memosisikan Rizal sebagai calon Menteri Keuangan.

"Tapi JK juga tidak setuju. Menyebut Pak Rizal Ramli musuhnya mafia Barclay, musuhnya para pengusaha, maka SBY pun tunduk.

Setelah ditolak dua kali, kata dia, SBY berharap Rizal Ramli tetap mendapat jatah di kabinet. "SBY menawarkan posisi menteri BUMN. Tapi lagi-lagi ditolak JK," kata Abdul Rachim.

Dan selama itu pun, Rizal Ramli kontak-kontak dengan seorang kepercayaan SBY, calon menteri juga, dalam hal menyusun menteri. Sang menteri terus memberi tahu menit ke menit mengenai perkembangan dan posisi Rizal Ramli yang berubah-ubah.

Selain Ditolak Jusuf Kalla, Rizal Ramli Mulai Kesal

"Jadi sekitar 45 menit sebelum pengumuman, Jusuf Kalla menelepon Pak Rizal Ramli. Konon saat itu, cerita pak Riza, Pak Jusuf Kalla menelepon tapi HP-nya dibuka, pakai speaker sehingga didengar beberapa calon menteri, beramai-ramai. Saat itu juga Pak Rizal merasa dipermainkan, dan menolak tawaran Menteri BUMN. 'Saya bukan mencari kerjaan, saya menolak'," kata Abdul Roachim, menirukan cerita Rizal Ramli.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui adanya dinamika dalam penyusunan kabinet era pemerintahannya bersama Presiden Joko Widodo. Dan dinamika ini sama dengan ketika dia menyusun formasi menteri bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tahun 2004.

Bahkan, pada 10 tahun lalu, ada nama menteri yang diganti setengah jam sebelum pengumuman.

"Sama, 2004 juga sama. Itu 2004, setengah jam sebelum pengumuman, itu masih ganti karena ada yang tidak cocok. Jadi, sama saja," kata JK, saat wawancara dalam acara Mata Najwa yang disiarkan Metro TV, Rabu (22/10/2014) malam.

Ia mengatakan, penyusunan kabinet masih bisa berubah pada detik-detik terakhir karena ada informasi atau data yang belakangan masuk menjadi pertimbangan.

"Data belakangan, ini lebih baik dari ini, enggak cocok, tentu kita sesuaikan. "Jadi, bukan alot, tapi menyusun kabinet mempertimbangkan banyak hal," kata JK.

Ia mengatakan, sebelum kabinet terbentuk, kredibilitas dan integritas calon menteri harus diperiksa. JK bersama Presiden Joko Widodo juga harus menyeimbangkan jumlah menteri dari partai politik dan non-partai politik seperti yang sudah disepakati sebelumnya.

Selain itu, perancangan kabinet juga harus mempertimbangkan keseimbangan suku, agama, hingga jender.

"Semuanya diharmonisasikan, tapi yang paling pokok dan tidak bisa kurang adalah kemampuan dan pengalamannya," ujar JK.

Terkait pengakuan Abdul Roachim tentang adanya tarik-menarik kepentingan antara dia dengan SBY dalam menentukan calon menteri sehingga Rizal Ramli terlempar dari kabinet Indonesia Bersatu Jilid I, sejauh ini belum ada konfirmasi dari JK.

Mengenai molornya Jokowi mengumumkan menteri, Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK) buan karena dia berbeda pendapat. Mantan Keetua Umum Golkar ini mengaku tidak punya kemampuan untuk menolak nama-nama calon menteri yang diajukan ke Joko Widodo (Jokowi) - JK.

"Yang tentukan setuju tidak setuju kan Pak Jokowi, bukan saya," kata JK, kepada wartawan di kantor Wakil Presiden, Jalan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat. JK mengatakan hak prerogatif soal menteri dan kabinet, adalah milik Presiden RI, Jokowi.

Wartawan Tribun yang ngepos di Istana Wakil Presiden, sejak Selasa pagi, berusaha mengonfirmasi kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, namun tidak berhasil.

Kamis petang hingga malam, wartawan menunggu di kediaman JK juga tidak berhasil. Malam itu, JK dikabarkan akan berjumpa dengan ketua umum satu partai politik, namun ternyata pertemuan di kediaman Wapres batal. (tribunnews/rek/eri/mal)

***

UPDATE berita eksklusif, terbaru, unik dan menarik dari Kalimantan. Cukup likes fan page  fb TribunKaltim.co  atau follow twitter  @tribunkaltim 


Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved