Pengusaha Tempe Akui Limbahnya Mencemari Lingkungan
Limbah produksi tahu tempe memang bermuara pada sungai tersebut, hal ini diakui oleh Imam Muis (37), satu dari empat pemilik pabrik.
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Keberadaan industri rumahan pembuatan tahu dan tempe di sepanjang Sungai Kangkung Balikpapan Timur memang tak dipungkiri memiliki andil berpotensi mencemari aliran sungai.
Limbah produksi tahu tempe memang bermuara pada sungai tersebut, hal ini diakui oleh Imam Muis (37), satu dari empat pemilik pabrik di lokasi Sungai Kangkung.
Muis mengatakan, pabriknya mulai beroprasi selama setahun terakhir, setelah Muis berpindah-pindah lokasi.
"Dulu saya masih pindah-pindah karena masih sewa tempat, tapi sekarang Alhamdulillah milik sendiri, jadi saya menetap rumah dan pabrik jadi satu, setahun terakhir," katanya.
Setiap hari Muis beroperasi sejak pukul 05.00 Wita hingga sore hari sekitar pukul 15.00 Wita.
Baca: Wakil Menteri Tinjau Industri Tempe di Balikpapan
Produksi per hari sekitar 75 kg kedelai yang diolah menjadi tahu dan mampu menghasilkan 12 ember tahu yang siap dipasarkan dengan harga 80 ribu per ember.
Muis mengakui bahwa usahanya masih proses dalam hal perizinan ke pemerintah, dan akan terus mencoba untuk "diakui" sebagai pabrik tempe tahu resmi.
"Masih proses di kelurahan buat izin usaha, masih belum tahu kapan selesainya," ujarnya.
Mengenai pengolahan limbah, Muis mengaku sudah melakukannya dengan membuat tampungan limbah yang berada di sisi Timur rumahnya.
Nantinya limbah dari pabriknya akan masuk kedalam tiga tampungan agar nantinya mengendap selanjutnya air yang pada bagian atasnya baru dikeluarkan.
"Sudah, saya buat penampungan ada tiga, saya sebenarnya mau buat skala pengolahan limbah lebih besar dan dimanfaatkan menjadi biogas, tapi saat ini masih terkendala lahan saya yang sempit jadi sementara penampungan dulu," katanya sambil menunjukkan lokasi penampungan limbah.
Mengenai keluhan warga sekitar mengenai keberadaan pabrik tahun Muis mengaku tidak ada permasalahan dengan warga sebab apa yang dilakukan tidak merugikan warga sekitar.
"Tidak ada, semua baik-baik saja toh sudah berjalan setahun terakhir," ujarnya.
Pengawas Pencemaran Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) Suwito mengatakan pihaknya memiliki solusi untuk pemilik pabrik agar limbah yang di buang ke sungai tidak mencemari lingkungan.
Yakni dengan memberikan bakteri penjernih air yang biasa dilakukan di rumah warga seperti kaporit atau tawas.
Bakteri ini berfungsi mengikat kandungan partikel atau bakteri yang ada di limbah sehingga nantinya mengendap di dasar dan air yang berada di permukaan menjadi jernih dan bisa di buang ke sungai.
"Seperti kita menjernihkan air di bak mandi di rumah, beri saja kaporit atau tawas nanti kan kan jernih, sama halnya dengan limbah ini, karena nantinya partikel jahat pada air akan diikat dan jatuh kebawah mengendap, sedangkat air yang pada bagian atasnya jernis dan aman dibuang ke sungai," katanya. (*)
***
UPDATE berita eksklusif, terbaru, unik dan menarik dari Kalimantan. Cukup likes fan page fb TribunKaltim.co atau follow twitter @tribunkaltim