Gerhana Matahari Total

Suku Dayak Wehea Punya Dongeng Gerhana Matahari, Ini Kisahnya. . .

Saat itu, musim menanam padi. Dea Pey membersihkan ladang dengan cara menebang pohon dan membakar. Weluen membantu Dea Pey di ladang.

Wikimedia
Penampakan gerhana matahari total. 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Dongeng tentang matahari dan bulan diturunkan dari generasi ke generasi di antara keluarga di Suku Dayak Wehea, Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Matahari dan bulan tercipta dari antara penyesalan dan kerinduan. Gerhana Matahari sebentar lagi melintas di atas Kaltim, membangkitkan kenangan beberapa orangtua akan dongeng para buyut yang sudah lama dilupakan.

Di sebuah pondok sederhana di tengah ladang, hiduplah sepasang suami istri, Dea Pey dan Weluen Long, yang bahagia setelah dikaruniai seorang putri mungil. Dea Pey, suami yang rajin dan pekerja keras. Weluen, istri yang penurut.

Saat itu, musim menanam padi. Dea Pey membersihkan ladang dengan cara menebang pohon dan membakar. Weluen membantu Dea Pey di ladang.

Membersihkan ladang bukan pekerjaan mudah. Dea Pey memutuskan meminta bantuan teman-temannya. Kebetulan, mereka adalah para Emta (berarti nabi dalam bahasa Dayak Wehea).

Sebagai penghormatan atas bantuan para Emta, Dea Pey berharap bisa memberi makan siang yang layak seusai menanam padi. Dea memancing ikan gabus cukup besar di sungai yang dirasa cukup untuk lauk seusai menanam padi. Ia pulang dan meletakkan ikan itu di atas kayu di samping pondok mereka.

Baca: Tak Ada Kacamata, Kaca Las Dipakai Lihat Gerhana Matahari

Rombongan Emta tiba esok harinya. Dea Pey meminta Weluen tidak ikut turun ke ladang. Ia memerintah Weluen memasak saja di pondok dan menyajikan masakan yang baik untuk para Emta seusai menanam padi. Weluen menuruti keinginan itu.

Menjelang waktu makan siang, Weluen bingung harus memasak apa. Ia tak mempunyai lauk. Dari kejauhan, Weluen bertanya kepada Dea Pey. “Apa lauk bagi sayur yang kita makan siang ini?” tanya Weluen.

“Ikan di atas kayu di samping pondok. Potonglah sebagai lauk bagi sayur kita hari ini,” kata Dea Pey.


TRIBUN KALTIM/CORNEL DIMAS -- Suku Dayak Wehea dalam suatu acara pertemuan Kung Kemul di Desa Nehes Liah Bing, Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Weluen terdiam mendengar jawaban itu. Dalam pendengaran Weluen, Dea mengatakan, potonglah putri semata wayang mereka.

Lama berpikir, Weluen kembali bertanya untuk kedua kali. Demi menghormati perintah sang suami dan keberadaan para Emta, Weluen tetap di pondok dan bertanya dari jauh.

“Apa lauk bagi sayur yang kita makan siang ini?” tanya Weluen. Ia mengeraskan suaranya.

“Sudah kukatakan. Ikan di atas kayu di samping pondok. Potonglah sebagai lauk bagi sayur kita hari ini,” kata Dea Pey juga dengan suara lebih keras.

Weluen semakin dibikin bingung atas jawaban itu. Dalam pendengaran Weluen, Dea memang mengatakan potonglah putri semata wayang mereka untuk lauk hari itu.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved