Gerhana Matahari Total
Suku Dayak Wehea Punya Dongeng Gerhana Matahari, Ini Kisahnya. . .
Saat itu, musim menanam padi. Dea Pey membersihkan ladang dengan cara menebang pohon dan membakar. Weluen membantu Dea Pey di ladang.
Kali ketiga, Weluen mencoba memastikan kembali.
Baca: Jangan Terjerumus Dosa Saat Gerhana Matahari Total, Ini Penjelasannya
“Saya semakin bingung mencari lauk dan sayur untuk makan siang, sementara waktu semakin tengah hari. Apa lauk bagi sayur yang kita makan siang ini?” tanya Weluen.
Dea Pey sengit. Lantang ia bersuara. “Kami sudah lelah. Semua orang sudah mulai lapar. Ikan di atas kayu di samping pondok. Potonglah itu sebagai lauk bagi sayur kita hari ini. Cari apa lagi kamu, ikan itu sudah cukup besar, ” kata Dea Pey.
Weluen mengartikan, anak kita sudah cukup besar, potonglah dia untuk makan siang. Weluen kini yakin. Ia melakukan seperti "perintah" Dea Pey. Seusai memasak, tulang belulang putri mereka diletakkan rapi di pinggir dapur.
Makanan tersedia. Hidangan bagi para Emta, yang juga adalah nabi, jadi terasa istimewa.
Pondok mereka kecil. Para Emta pun antre untuk makan. Separuh dari mereka makan lebih dulu, sisanya menanti di luar pondok.
Dea Pey termasuk yang makan lebih dulu lantas memuji Weluen atas masakan itu.
“Saya menemukan daging dalam sayurmu. Dari mana itu,” katanya.
“Kamu yang meminta saya memasak daging untuk sajian hari ini,” kata Weluen sedih.
Dea Pey bingung lantas menjadi curiga. “Di mana anak kita,” tanya Dea.
“Kamu memerintahkan saya memotong anak kita untuk jadi lauk. Lihatlah tulang-tulangnya tersimpan rapi di pinggir dapur,” kata Weluen.
Dea Pey terperanjat atas pengakuan itu. Ia lemas ketika menemukan sisa tulang di pinggir dapur seperti kata Weluen. Keduanya kemudian saling menyalahkan.
Baca: Jangan Salah Kaprah, Ini Benda yang Diperbolehkan dan Tidak untuk Melihat GMT
Pertengkaran mereka sampai ke telinga para Emta, baik yang sedang makan maupun yang masih menunggu giliran.