Gerhana Matahari Total

Songsong GMT, Abah Siapkan Kacamata dan Kaca Las

Tak hanya turis mancanegara, masyarakat lokal juga antusias menyambut peristiwa alam langka itu. Salah satunya warga Prapatan, Arbi.

Penulis: tribunkaltim |
TRIBUNKALTIM / FACHMI RACHMAN
Jelang gerhana matahari total, BMKG menyiapkan teropong khusus untuk penelitian yang biasa dipakai untuk pemantauan hilal. 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - SEORANG perempuan berkulit kuning terang terlihat duduk santai di tepi helipad Pertamina, Pantai Kilang Mandiri, Balikpapan Selasa (8/3/2016).

Perlahan ia mengeluarkan kamera dari dalam tasnya, lalu memotret sudut pantai. Usai asyik menikmati panorama laut Kota Beriman, ia sedikit malu memperkenalkan diri kepada Tribun Kaltim.

Perempuan tersebut bernama Miya (27), turis berasal dari Hongkong. Ia sengaja datang ke Balikpapan untuk menyaksikan fenomena Gerhana Matahari Total (GMT). Ia sudah menantikan momen ini sejak beberapa tahun lalu. Balikpapan dipilih, lantaran akses penerbangan internasional langsung terhubung ke Balikpapan.

"Nama saya Miya. Saya asalnya dari Hongkong. Saya sangat senang bisa ke sini, ada solar eclipse di pantainya yang indah," ujar perempuan berambut blonde itu.

Tak hanya turis mancanegara, masyarakat lokal juga antusias menyambut peristiwa alam langka itu. Salah satunya warga Prapatan, Arbi.

Dia berniat tak tidur alias begadang demi tak kehilangan momen GMT. Ia berencana berangkat sekitar pukul 05.30 Wita dari rumahnya menuju Lapangan Merdeka.

"Ini peristiwa langka, saya tidak mau menyiakannya. Jadi lebih baik begadang supaya berangkat lebih awal. Kalau kita pas jam 6 atau lewat sedikit baru nyampe Lapangan Merdeka, bisa‑bisa sudah penuh," tutur Arbi.

Ia mengaku jauh hari sudah menyiapkan rencana menyaksikan GMT. Beberapa waktu lalu ia sempat membeli alat bantu kacamata yang bisa untuk melihat gerhana. Ia membeli di salah satu toko di Gunung Sari seharga Rp 35 ribu satu kacamata.

Arbi terpaksa membeli kacamata tersebut lantaran beberapa informasi menyebutkan sangat berbahaya melihat sinar Matahari saat proses gerhana tanpa alat bantu. Apalagi anak‑anaknya kerap menuntut agar dibelikan kacamata untuk melihat GMT.

"Anak‑anak saya itu minta dibelikan kacamata, katanya di sekolahnya yang menyarankan. Saya juga takut daripada membahayakan kalau lihat langsung, lebih baik saya beli aja," ucapnya.

Warga lainnya, Abah, juga tak mau ketinggalan menyaksikan momen itu. Ditemui di Pantai Kilang Mandiri, ia terlihat mencoba alat yang diarahkannya ke Matahari. Alatnya sederhana semacam kaca, namun berwarna gelap.

Ia juga telah memiliki kacamata khusus yang biasa dipakai saat kerja. Kedua alat itu yang akan dipakainya esok untuk menyaksikan GMT. Pasalnya alat itu memang khusus untuk menangkal silau cahaya.

(Baca juga: LFNU Manfaatkan Momentum Gerhana Untuk Menguji Kitab)

"Saya kan kerja di pengeboran minyak Pertamina. Jadi ada peralatan safety kantor seperti kacamata dan kaca las. Saya pakai ini saja untuk lihat GMT besok dari Pantai Kilang Mandiri. Kaca las ini lebih safety sekitar 130 persen," kata Abah.

Tribun berkesempatan mencoba kaca las milik Abah, dan hasilnya sangat bagus. Matahari tampak berwarna bulat, tak ada kilauan cahaya yang terpancar. Menurut Abah kaca las bisa didapatkan di toko‑toko bangunan dengan harga variatif.

Kendati antusias menyaksikan GMT, Abah mengatakan tidak akan melihat fenomena tersebut lebih dari dua menit. Pasalnya mata akan terasa sakit dan berair ketika melihat dalam jangka waktu lama. Alasan itulah yang dipakainya untuk melarang anak‑anaknya menyaksikan peristiwa alam langka itu.

Abah sudah memberi tahu anak‑anaknya agar tidak keluar rumah dan menyaksikan GMT ketika posisi Bulan tepat menutupi Matahari.

Abah mengaku masih dihantui ketakutan tentang bahaya sinar korona Matahari terhadap mata, terutama anak‑anak.

Padahal, ia sendiri telah menyiapkan alat bantu melihat GMT yang dibuat secara manual dari kaca film kamera lama. Kaca film tersebut ditumpuknya berlapis 6, kemudian dilekatkan dengan isolasi pada kacamata hitam.

"Kacamata manual yang saya buat itu, sebenarnya bisa juga untuk lihat GMT, tapi takutnya masih bisa tembus. Apalagi saya masih takut dampak sinar korona GMT, kita lihat dengan kaca las lebih dari dua menit aja sudah sakit mata kita. Apalagi dengan kacamata manual," jelas Pria yang menetap di Gunung Sari Ulu itu. (*)

***

Seru, berinteraksi dengan 75 ribu netizen?

Like fan page fb TribunKaltim.co, Follow  twitter @tribunkaltim dan tonton video Youtube TribunKaltim



Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved