Opini
Tak Sekadar Menahan Lapar dan Dahaga, Mengukuhkan Solidaritas Sosial saat Puasa
Ibarat taman sari, puasa Ramadhan menyimpan banyak pesona yang menarik untuk dimaknai lebih dalam.
Oleh Adam Muhammad
Wakil Sekretaris PW Pemuda Muhammadiyah Kaltim
adamalfikri25@gmail.com
MELAKSANAKAN ibadah puasa Ramadhan sebenarnya memiliki makna yang sangat luas. Tidak cukup kiranya orang hanya menafsirkan ibadah puasa sebagai kegiatan ritualistik semata.
Ibarat taman sari, puasa Ramadhan menyimpan banyak pesona yang menarik untuk dimaknai lebih dalam.
Puasa Ramadhan adalah arena pematangan emosi, intelektual, dan spiritual.
Yang paling penting di bulan Ramadhan adalah mengaksentuasikan nilai-nilai kemanusiaan dengan merenungkan gejala sosial di wilayah-wilayah yang paling sensitif.
Kontribusi puasa mendorong kita matang berkomunikasi secara sosial, yang pada akhirnya dapat melahirkan insan kamil, berkepribadian dan memiliki kecerdasan sosial yang matang.
BACA JUGA: Puasa Selama 23 Jam 5 Menit, Begini Cara Umat Muslim di Berbagai Belahan Dunia Mengatasinya
Adalah Nabi Muhammad SAW sendiri yang memberi teladan kepada umat manusia ke arah pembentukan masyarakat berperadaban, pemurah, dan mencintai sesamanya di bulan suci Ramadhan.
Bukhari-Muslim, sebagaimana termaktub dalam kitab Riyadhush Shalihin karya Imam Nawawi, meriwayatkan dari Ibn Abbas, bahwa Rasulullah adalah sosok manusia yang paling pemurah, terutama sekali pada bulan Ramadhan, saat Malaikat Jibril menemui beliau.
Beliau adalah sosok yang paling pemurah dalam mengulurkan kebaikan, bahkan lebih pemurah dari pada angin (pembawa rahmat) yang terus bertiup.
Pelaksanaan ibadah puasa, merupakan suatu cara kontemplasi seorang yang beriman dalam mengaktifkan kekuatan rohaninya, lalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.
Sebagaimana difirmankan dalam al-Quran bahwa tujuan utama ibadah puasa adalah untuk membentuk pribadi-pribadi mukmin yang bertakwa.
BACA JUGA: Ini Kata Ulama Tentang Shalat Tahajud Sesudah Laksanakan Witir
Apabila kita cermati, nilai keimanan dan ketakwaan sesungguhnya merupakan modal sosial yang utama dalam mewujudkan masyarakat yang tertib dan sejahtera.
Hal itu dilandasi keyakinan, dengan kesalehan jiwa dan kesalehan pikiran, ikhtiar kita dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat akan lebih berhasil.
Nurcholis Madjid, mengemukakan bahwa dengan kedekatan dan intensitas berkomunikasi dengan Allah, sebuah proses penetrasi dan internalisasi sifat dan nilai Ilahiah dalam diri seseorang diharapkan akan terjadi.
Spirit rabbaniyah atau taqwa kepada Allah, jika cukup tulus dan sejati, akan memancar dalam semangat perikemanusiaan, yaitu semangat insaniyah atau basyariyah, dimensi horizontal hidup manusia, hablum minannas.
Selanjutnya, pada urutannya, semangat perikemanusiaan itu memancar dalam bentuk hubungan pergaulan sesama manusia yang penuh budi luhur.

Umat Muslim berdoa sebelum berbuka puasa di hari pertama Ramadhan di Masjid Niujie Mosque, Beijing. (EPA)
Sebagaimana ditegaskan oleh Nabi sendiri bahwa intisari tugas suci beliau adalah untuk menyempurnakan keluhuran budi manusia.
Masyarakat berbudi luhur atau berakhlak mulia itulah masyarakat berperadaban, masyarakat madani, civil society (Ulumul Quran No.2 vii/1996).
Solidaritas Sosial
Sebagaimana disinggung di awal, selain aspek religiusitas yang lebih individual, puasa juga merupakan jalan menuju kesehatan baik secara mental, fisik maupun sosial.
Berbagai kajian ilmiah menunjukkan, dampak puasa amat positif bagi kesehatan dan pembinaan mental. Diharapkan pula dari sini personal-personal yang demikian untuk kemudian membangun jaringan kesalehan sosial.
BACA JUGA: Begini Caranya Berat Badan Tak Bertambah Saat Puasa
Kesalehan sosial yang juga bisa mengimplementasikan solidaritas, kejujuran, toleransi, maupun welas asih, mampu meredam konflik-konflik individual maupun komunal.
Hidup menjadi demikian indah dan bermakna bila terhimpun individu-individu yang tingkat kaselahan sosialnya tidaklah payah.
Nyatalah kemudian bahwa kita berpuasa mengejawantahkan bukan semata linear urusan vertikal transendental, juga horisontal sosial.
Dalam ibadah puasa, ada tiga aspek yang fundamental, yaitu pendekatan diri kepada Allah, penyucian diri, dan membangun kesalehan sosial.
BACA JUGA: Ini Dia Lokasi Penukaran Uang Pecahan Kecil di Samarinda
Dalam kacamata Toto Suparto (2008) memetakan ciri utama mereka yang bisa disebut saleh adalah orang yang baik, unggul, dan mampu berbuat baik terhadap sesama serta memperbaiki lingkungan sekitar.
Kesalehan sosial mengandung makna, orang itu memiliki kepedulian untuk berhubungan secara harmonis dengan lingkungan sosial dan alam sekitar, sekaligus mampu ikut bertanggung jawab terhadap pengembangan masyarakatnya atau memiliki keunggulan partisipatoris yang dilandasi tingginya kualitas iman dan takwa.
Ciri masyarakat yang memiliki kesalehan sosial itu bisa dilihat bagaimana mereka konsisten menempatkan hukum sebagai aturan main.
Mereka juga mempunyai kepedulian sosial yang ditandai dengan kemauan berbagi dengan kelompok yang lemah.

Asep Irawan menggratiskan biaya potong rambut di Barbershop miliknya di bulan suci Ramadhan, dengan syarat hanya membaca Al-Quran. (Islamedia.id)
Selain itu, dicirikan oleh sikap toleran atas berbagai perbedaan yang ada serta kemauan kerja keras untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
Mewujudkan kesejahteraan bersama adalah visi utama diturunkannya agama Islam di muka bumi.
Dalam buku Ideals of Realities of Islam, Sayyed Hosen Nasr mengungkapkan bahwa agama adalah kebersamaan, kepedulian, toleransi, dan upaya pengkayaan spiritualitas pribadinya.
Dan tak mungkin spiritualitas itu dikatakan berkembang jika masih belum punya kepedulian kepada sesama.
Banyak cara untuk mengaktualisasikan kesalehan sosial ini, baik melalui memperbanyak sodaqah, beramal jariyah, menyantuni fakir miskin, dan memberi bantuan bagi yang membutuhkannya dengan tanpa pamrih.
BACA JUGA: Rumah Hiburan Tetap Buka, Polres Malinau Tetapkan Jam Operasi
Tentu saja banyak rintangan yang akan menghadang kita dalam mengimplementasikan nilai-nilai sosial, baik yang datang dari dalam diri kita sendiri atau dari luar kita, semisal budaya kikir dan sifat acuh tak acuh yang merambat di masyarakat.
Betapa pun besar rintangannya, solidaritas sosial dan kemanusiaan harus tetap kita perjuangkan, khususnya dalam menghadapi berbagai krisis di Indonesia.
Ini merupakan suatu perjuangan heroik yang belum selesai, namun sayangnya rasa kebersamaan kita masih terpuruk.
Padahal, kita tengah menghadapi realitas tingginya angka kemiskinan di Tanah Air, baik masyarakat yang masih di lingkaran kemiskinan maupun di bawah garis kemiskinan, dengan berbagai dampak buruknya.
BACA JUGA: Selama Ramadhan, Negara Ini Bebaskan Pajak Pemilik Usaha Restoran Muslim
Sebagian lagi memang hidup di atas garis kemiskinan atau bahkan berada dalam strata kehidupan yang berkecukupan, namun tidak pernah atau kurang peduli untuk berbagi rasa dan membantu rakyat kecil yang serba kekurangan.
Maka dari situlah, di bulan yang penuh berkah ini, kiranya penting bagi umat islam untuk merenungkan kembali nilai-nilai sosial puasa Ramadhan.
Betapapun, tidaklah sempurna jika kita berpuasa hanya untuk menahan lapar, haus, dan dahaga tanpa diiringi ibadah sosial yang bermanfaat bagi umat Islam yang lainnya.
Akan lebih afdhal jika kita berpuasa di samping untuk meningkatkan spiritual, ketakwaan, juga demi menumbuhkan solidaritas sosial di dalam hati kita. Wallahua’lam bisshowab. (*)
Salurkan Keluhan atas Pelayanan Umum Melalui Hotline Public Service
Caranya mudah. Tinggal memilihnya, yakni:
-Telepon ke bagian Redaksi Tribun Kaltim: 0542 735015
-SMS ke Redaksi Tribun Kaltim: 0811 547 1888
-WhatsApp/Line Redaksi Tribun Kaltim: 0811 5387 222
-PIN BlackBerry Redaksi Tribun Kaltim: 54ED96E3
-Email: tribunkaltim.red@gmail.com dan cc ke redaksi@tribunkaltim.co
Boleh juga kicauan sahabat diunggah ke Twitter lalu mention Twitter @tribunkaltim gunakan hashtag/tagar #HotlineTribunKaltim
***