Ramadhanku

Cetak Kader Tarbiyah, Ponpes Kulliyatul Muballighiin Minta Santri Jauhi Televisi dan Radio

Mereka memiliki cita-cita, setamat dari lembaga pendidikan Islam ini bisa menjadi pendakwah di kampung halamannya.

Penulis: Budi Susilo |
TRIBUN KALTIM/BUDI SUSILO
Para santri mengikuti kegiatan belajar-mengajar di ruang kelas Ponpes Kulliyatul Muballighiin, Balikpapan, Selasa (21/6/2016). 

TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Puluhan remaja Islam dari luar daerah menimba ilmu di Pondok Pesantren (Ponpes) Kulliyatul Muballighiin Kota Balikpapan.

Mereka memiliki cita-cita, setamat dari lembaga pendidikan Islam ini bisa menjadi pendakwah di kampung halamannya.

Sore sehabis shalat Ashar, para santri Ponpes Kulliyatul Muballighiin berkumpul di ruang kelas lantai 2 mengikuti kegiatan kajian keagamaan Islam yang disampaikan Ustadz Nandang Solihin.

Dialah ustadz yang merangkap Ketua Pembina Harian Ponpes Kulliyatul Muballighiin. Ustadz Nandang sudah 8 tahun mengabdi sebagai pengajar ponpes. Kepada Tribun, Nandang mengungkapkan, Ponpes Kulliyatul Muballighiin berdiri sekitar 1996.

Baca: Setahun, Santri Wajib Hafal 10 Juz Al Quran di Ponpes KH Harun Nafsi

Lembaga pendidikan ini bukan madrasah, apalagi perguruan tinggi Islam, melainkan lembaga kursus selama satu tahun yang fokusnya membentuk kader-kader tarbiyah dengan sistem asrama.

"Selama satu sampai empat bulan santri yang belajar bisa fasih 70 bacaan muratal, ilmu tajwid. Kami ajarkan retorika pidato, juga teknik pidato impromptu, ilmu berbicara di depan publik secara spontan tanpa rencana dengan hanya mengandalkan wawasan luas," ujarnya.

Menurut Nandang untuk mengefektifkan kurikulum ponpes membekas di para santri, pihaknya membuat aturan ketat dengan menjauhkan para santri dari benda-benda elektronik televisi, radio, dan smartphone.

Setiap santri saat malam tiba juga dilarang berkeliaran di luar ponpes dan sekitarnya. Dimulai dari pagi hingga malam, santri mengikuti program pembelajaran pengetahuan dan keterampilan serta kebugaran badan.

"Bangun dini hari shalat Tahajud. Santrinya tidak boleh begadang keluar ponpes," tegas pria kelahiran Bandung ini.

Jumlah santri Ponpes Kulliyatul Muballighiin hanya 16 orang terdiri 9 santriwati dan 7 santriwan. Mereka ini semua datang berasal dari pedesaan dengan harapan setelah lulus menjadi cendikiawan-cendikiawan di tempat tinggalnya yang pelosok.

"Santri yang masuk syaratnya ada rekomendasi dari Kantor Urusan Agama dan Kepala Desa setempat. Biayanya gratis. Dari pendidikannya sampai kehidupan di pondok santri tidak dibebani bayaran. Alhamdulillah sudah ditanggung sama dermawan-dermawan, hamba Allah," ungkap suami dari Iis Kusmiati ini.

Baca: Kontainer Difungsikan Jadi Bangunan, Santri Wajib Hafal Lima Kata Bahasa Inggris per Hari

Pernah ada pengalaman, program pengiriman pendakwah ke daerah-daerah pelosok tidak bertahan lama karena bukan orang asli setempat.

"Orang luar terkendala bahasa, belum memahami sosiologis, pisikologis dan antropologi," urai Solihin.

Halaman
12
Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved