Perayaan Imlek
Di Tahun Ayam Api, Bisnis Kuliner Makin Menggeliat
Filsafat rajin, kerja keras, serta jujur, menjadi ilmu wajib pula yang diakui Hermawan, dipegang terus oleh kalangan Tionghoa.
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Perayaan Hari Raya Imlek, tahun baru bagi etnis Tionghoa dilaksanakan Sabtu (28/1/2017) ini.
Tahun ini merupakan tahun Ayam Api, yang dikatakan beberapa orang sebagai tahunnya kerja keras bagi kalagan Tionghoa.
Untuk perayaan Imlek ini liputan terkait kegigihan warga Tionghoa menjadi salah satu yang akan ditampilkan.
Tribun mencoba mewawancarai beberapa pengusaha Tionghoa di Kota Samarinda terkait bisnis mereka.
Hermawan, pria Tionghoa yang memiliki usaha supermarket perabotan rumah tangga di Jalan Pangeran Batur, Samarinda menuturkan, meskipun usahanya merupakan usaha turunan sang ayah, tetapi Hermawan sukses membesarkan supermarketnya hingga kini memiliki lebih 150 karyawan.
Usaha orang tua ini, sudah dimulai sejak 1985, tetapi baru saya kelola sekitar 2000-an.
Baca: Lo A Pu, Inilah Kisah Leluhur Keluarga Etnis Tionghoa di Samarinda
Baca: Tradisi Imlek, Inilah 5 Barang yang Harus Disingkirkan dari Lemari
Awalnya, dari hanya memiliki tiga pintu, supermarket ini sekarang sudah menjadi 5 pintu, sekaligus berlantai 5. Lantai 1 untuk untuk perabotan rumah tangga, lantai 2 untuk perabotan plastik, lantai 3 untuk perabotan elektronik, lantai 4 untuk kantor, dan lantai 5 untuk gudang kecil.
Mengapa, kalangan etnis Tionghoa banyak yang berhasil dalam menjalankan usaha mereka juga tak lepas dari pengaruh orangtua kalangan Tionghoa, yang disebut Hermawan sudah menanamkan gairah berdagang sejak mereka kecil.
"Saya diajari sejak SD. Misalnya, saat SD diminta melihat toko dahulu kemudian SMA diminta praktik usaha, dan SMA sudah bisa mengatur toko. Akhirnya, lulus kuliah, sudah benar-benar jadi pemilik toko," katanya.
Filsafat rajin, kerja keras, serta jujur, menjadi ilmu wajib pula yang diakui Hermawan, dipegang terus oleh kalangan Tionghoa.
"Kerja itu harus punya tiga hal itu. Rajin, kerja keras, dan jujur. Ini tak hanya berlaku pada etnis Tionghoa, tetapi untuk semuanya," katanya.
Terkait kerugian, normal saja berlaku pada Hermawan. Hal itu tak begitu dipusingkannya, yang penting usaha tetap harus jalan, dengan sistem manajemen yang berkembang.
"Kalau rugi, ya begitu saja. Tetap optimistis. Jalankan saja usaha dengan terus mengembangkan usaha. Saya juga pernah rugi. Ketika awal membuka usaha ini pun juga tak langsung besar. Harus meminjam dahulu di bank. Jujur ketika mendapat kepercayaan pinjaman juga perlu. Sekarang, sudah bisa membuka 3 cabang dengan usaha yang sama, di Samarinda Seberang dan di daerah Biawan Samarinda," katanya.
Selain itu, kalangan etnis Tionghoa juga diakui Hermawan tak begitu suka banyak bicara, serta ikut campur dalam permasalahan orang lain.
Mereka lebih suka fokus pada apa yang dikerjakan. Hal ini terbukti saat Tribun mewawancara Hermawan di tokonya tersebut. Ia tak segan bersedia saja diwawancara, di area depan tokonya tersebut.
Bahkan, ketika ada kustomer yang menanyakan harga-harga barang, Hermawan langsung berhenti bicara, kemudian, memberitahukan harga-harga barang tersebut.
Menghadapi tahun defisit 2017, Hermawan berujar bahwa bisnis kuliner, UMKM dan pariwisata, menjadi beberapa arah bisnis kalangan Tionghoa ke depan.
"Dua tahun belakangan ini, Kaltim memang ekonominya di angka merah. Tetapi, kami dari pengusaha Tionghoa, tetap optimis, dengan andalkan tiga usaha yang diperkirakan masih maju jika dikembangkan, yakni UMKM, pariwisata, serta kuliner. Apalagi, belakangan ini, Samarinda dan Balikpapan, semakin menggeliat untuk usaha kuliner. Usaha dari hasil alam, seperti batu bara sudah mulai ditinggalkan," katanya.
Lebih lanjut, banyaknya kalangan Tionghoa yang lebih memilih mengembangkan usaha, daripada sekadar bekerja kantoran, juga disebut, Dharmadi, pemilik usaha sparepart di Samarinda, juga disebabkan akan sedikitnya jenis pekerjaan yang bisa diambil oleh kalangan Tionghoa di waktu lalu.
Selain itu, sebutnya, keahlian yang diturunkan dari orangtua, juga menjadi sebab, banyaknya kalangan Tionghoa yang memilih memiliki usaha.
"Ada yang dari kakeknya sudah memiliki usaha, kemudian diteruskan ke anak-anaknya. Saya saja, menurun dari ayah saya yang membuka usaha jual beli emas, kemudian mengikuti juga ke arah jual beli. Tetapi, saya ubah, menjadi jual beli spare part, karena modalnya tak begitu besar seperti menjual emas," ucapnya. (*)