Mengharukan, Bocah 6 Tahun Kritis Akibat Penyakit Langka, Dicha: Tuhan, Ade Ingin Sekolah
"Kalau ada luka sedikit saja susah sembuh. Sudah beberapa hari ini keluar darah dari pori-pori kepala Dicha," tutur Nurlina.
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Nalendro Priambodo
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - 14 hari sudah Dicha Larasati Putri terbaring kritis di ruang Pediatric Intensif Care Unit (PICU) RSUD dr Kanujoso Djatiwibowo, Balikpapan.
Dicha, sapaan akrab bocah 6 tahun ini sedang berjuang melawan penyakit kelainan darah Bernard Souiler Syndrome (BSS) dan Hepatitis B yang menggerogoti tubuhnya.
Ditemui Tribun di luar ruang perawatan, ibunda Dicha, Nurlina, mengatakan bahwa beberapa penyakit kelainan darah diderita putri kecilnya ini sudah berlangsung sejak dua bulan paska Dicha dilahirkan.
"Sejak umur 2 bulan, Dicha sudah menderita kelainan darah BSS itu. Namun setahun terakhir mulai ketahuan komplikasi penyakit Hepatitis B nya,"ujarnya.
Penyakit Hepatitis B yang menyerang Dicha mengakibatkan gangguan fungsi organ tubuh yang berfungsi menyaring racun dalam tubuh anaknya selama beberapa tahun terakhir ini.
"Livernya bengkak, ada masalah di lambung, muntah darah, dan terkadang kencingnya berwarna merah," kata Nurlina.
Dari hasil pemeriksaan dokter spesialis anak yang memeriksa bocah berusia 6 tahun ini, Nurlina berujar bahwa penyakit kelainan darah BSS yang di derita anaknya adalah penyakit langka. Penyakit ini menyebabkan kelainan pada trombosit.
"Kalau ada luka sedikit saja susah sembuh. Sudah beberapa hari ini keluar darah dari pori-pori kepala Dicha," tutur Nurlina.
Akibat pendarahan tersebut, selama 14 hari terakhir Dicha harus diberikan transfusi darah golongan B, 5-6 kantong/harinya.
Biaya obat dan ruangan sebesar Rp 2.500.000 masih menjadi tanggungan BPJS Kesehatan.
Namun, karena penyakit yang diderita putrinya termasuk penyakit langka dan belum masuk di daftar obat yang ditanggung, Nurlina terpaksa mengeluarkan dana pribadi dan berbagai donasi.
Dokter yang merawat menganjurkan agar Dicha dirujuk ke RSUD AW Syahrani di Samarinda untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik.
Setelah berpisah dengan ayah kandung Dicha beberapa tahun lalu, Nurlina terpaksa menggantungkan hidupnya dari hasil berjualan kue di rumahnya di wilayah Kampung Timur, Gang Mangga.
Sejak putrinya jatuh sakit, belum sekalipun mantan suaminya memberikan bantuan moril dan finasial.
Tahun lalu, atas bantuan dari berbagai pihak, Dicha berhasil dirujuk ke RS dr Sardjito Yogyakarta untuk ditangani oleh berbagai dokter spesialis. Kondisinya sempat membaik sebentar. Namun kembali memburuk.
Tekadnya untuk membawa putri kecilnya berobat, lagi-lagi terbentur dana. Nurlina harus berhitung berbagai biaya yang di butuhkan untuk berangkat kesana.
"Dulu, untuk biaya perjalanan pesawat waktu berobat ke Yogyakarta sekitar 18 juta, belum obat dan biaya lainnya," kenangnya.
Membengkaknya angka perjalanan ini karena Dicha tidak boleh lepas dari berbagai peralatan medis serta selang khusus yang ditancapkan di berbagai tubuhnya. Kondisi ini memaksa dirinya harus menyewa ruang khusus dalam pesawat lengkap dengan perawat jaga.
Dokter yang menangani pun sudah mengatakan kemungkinan terburuk bagi anaknya agar dirinya bisa bersiap dengan segala kemungkinan yang terjadi.
Kepada dokter, Dicha sempat meminta untuk dirayakan ulang tahunnya pada 21 Juli nanti.
"Badanya rapuh sekali, saya harus terima kalau ade gak kuat," ujarnya sambil menahan tangis.
Sudah berbagai instansi pemerintah di Kota Balikpapan ia datangi. Hasilnya memang kurang membahagiakan, karena defisit anggaran menjadi alasan. Saat ini sedang diupayakan penggalangan dana melalui laman kitabisa.com/dichainginsekolah.
Donatur dapat menyumbangkan sebagian rezekinya untuk membantu kesembuhan Dicha melalui situs tersebut. Selain itu, sumbangan dapat langsung ditujukan ke rekening Bank Mandiri no 149.00.0614192.5 atas nama ibunda Dicha, Nurlina yang dapat di kontak di no hp 0858 2222 9525
Di akhir perjumpaan siang itu dengan Tribun,Sambil menahan air mata, Nurlina menunjukan sebuah buku catatan harian putrinya beberapa saat setelah tersadar dari koma.
Isi buku itu yang membuatnya terhenyuh sekaligus menguatkan tekadnya untuk berusaha demi kesembuhan anaknya.
Di bagian akhir catatan berjudul Surat Buat Tuhan, bocah kecil yang bercita- cita menjadi pramugari ini sangat berkeinginan dapat kembali sehat dan bermain seperti anak kebanyakan.
"Tuhan, ade ingin sekolah, Tuhan, ade tidak ingin mati," tulis Dicha dalam buku hariannya. (*)