Pilgub DKI Jakarta
Mendadak Absen Debat di TV, Pengamat Nilai Sandiaga Takut Berhadapan dengan Djarot
Calon pemilih masih penasaran dengan gagasan Sandi yang terbilang fantastis seperti pembelian rumah tanpa uang muka, program OK OCE, KJP Plus,
TRIBUNKALTIM.CO - Ketidakhadiran calon Wakil Gubernur Jakarta Sandiago Uno termasuk absennya pasangannya, Anies Baswedan di acara debat di salah satu stasiun televisi swasta, Minggu malam (2/4/2017) disayangkan berbagai kalangan.
Pembatalan yang dilakukan sepihak melalui konsultan politik pasangan calon nomor urut 3 Eep Saefullah Fatah melalui media sosial. Beberapa jam sebelum acara dihelat.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ari Junaedi menilai mundurnya pasangan calon dalam forum debat terbuka yang sebelumnya telah disepakati bersama - walau bukan agenda Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta, merugikan pasangan calon tersebut.
Publik Jakarta yang semakin penasaran dengan argumentasi gagasan dari Anies - Sandiaga akan kecewa karena tidak berkesempatan melihat kandidat muncul di layar kaca.
"Ceritanya akan berbeda, jika sejak semula tim sukses pasangan calon menolak hadir sebelum usulan acara debat tersebut dibuat. Kesan yang tertangkap oleh calon pemilih adalah Sandiaga tidak "gentle", menghindar serta takut berhadapan dengan Djarot Saeful Hidayat," ujar Ari, Senin (3/4/207).
"Calon pemilih masih penasaran dengan gagasan Sandi yang terbilang fantastis seperti pembelian rumah tanpa uang muka, program OK OCE, KJP Plus, pegawai masuk kantor dengan berlari serta lain-lainnya," lanjut Ari Junaedi.
Pengajar mata kuliah Komunikasi Strategik dan Humas Politik di Program S1 UI ini, harus disadari semua pasangan calon tentang efektifitas sebuah debat dalam menaikkan atau menurunkan elektabilitas kandidat di mata publik.
Jika tampil dengan kelugasan berorasi, penyampaian data dan fakta yang sinkron, serta tidak menjelek-jelekkan lawan dengan gaya bahasa yang sinis dan "nyinyir" tentu penampilan calon akan mengkatrol persepsi positif di mata pemirsa.
Sebaliknya, jika calon menghindar hadir dalam debat atau tampil dengan gaya sinis serta "nyinyir" maka publik akan memberi kesan minus.
"Debat di layar kaca harusnya dikapitalisasi dengan maksimal oleh calon karena itulah kesempatan yang berharga. Medium televisi yang bisa dilihat oleh berjuta-juta penonton jauh lebih efektif ketimbang kampanye di satu titik lokasi," lanjut Ari.
Pengalaman Agus Harimurti Yudhoyono yang "ogah" tampil memenuhi undangan debat dari beberapa stasiun televisi swasta serta "performace" pasangangannya Silviana Murni yang selalu sinis dan "nyinyir", imbunya, berimbas pada tersungkurnya elektabilias mereka di putaran pertama.
"Dalam pandangan saya, absennya Sandiaga Uno dan Anies Baswedan merugikan, bahkan sanggup menggoyang pandangan pemilih yang semula mengambang akan beralih ke pasangan Basuki Tjahaya Purnama - Djarot Saeful Hidayat," kata Ari.
"Padahal, suara yang diraih pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Silvana Murni serta suara golput di putaran pertama, sangat menentukan raihan suara pemenang di pilkada putaran ke dua,"terang Ari Junaedi yang kerap melatih calon-calon kepala daerah di Pilkada dalam berdebat.
Sandiaga Uno: Ini Perseteruan Dua Orang Super Kaya, Pak Djarot Nggak Ngerti
Sebelumnya calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan tiga, Sandiaga Uno, menjawab sindiran Djarot Saiful Hidayat, calon wakil gubernur DKI nomor pemilihan dua, soal permintaan penundaan penanganan dugaan kasus penggelapan penjualan lahan yang melibatkan Sandiaga.
"Ini perseteruan dua orang super kaya. Mungkin Pak Djarot enggak ngerti kasusnya, kasihan juga komentar sesuatu hal yang dia tidak mengerti," kata Sandiaga di Recapital Building, Melawai, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).

Djarot membandingkan sikap Sandiaga dengan sikap pasangannya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang taat pada hukum terkait sidang kasus dugaan penodaan agama.
Sandiaga tak menyebutkan siapa dua orang super kaya tersebut. Namun dia memastikan bahwa tidak terlibat dalam kasus dugaan penggelapan dan perseteruan tersebut.
Di sisi lain, Sandiaga menambahkan, setelah berkonsultasi dengan tim, kasus dugaan penggelapan itu sumir.
Kendati demikian, Sandiaga memastikan ia akan taat dan tunduk pada hukum.
"Sebagai warga negara, saya komit dan patuh terhadap hukum. Kami hormati proses hukumnya dan tunggu jawaban dari kepolsian boleh gak tunggu (tunda) kasus ini," ujar Sandiaga.
Sandiaga pada Selasa ini dipanggil polisi sebagai terlapor dalam kasus dugaan tindak pidana penggelapan penjualan lahan di Jalan Curung Raya, Tangerang, Banten, pada 2012.
Sandiaga tidak memenuhi panggilan pertama oleh Polda Metro Jaya itu dan memilih berinteraksi dengan masyarakat.
Sandiaga meminta agar Polda Metro Jaya memberikan kesempatan masyarakat mengenal dan berinteraksi dengan dia sebagai salah satu calon pemimpin di Jakarta.
Sindiran Djarot
Calon wakil gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, tersenyum saat tahu cawagub DKI nomor pemilihan tiga, Sandiaga Uno, meminta pengusutan kasusnya ditunda hingga setelah pilkada.
Djarot kemudian menyinggung soal sidang kasus dugaan penodaan agama yang harus dihadapi calon gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, pada setiap pekan.
"Pak Ahok itu lho setiap Selasa masih disidang, enggak pernah mangkir, taat pada hukum ya enggak," ujar Djarot di Kebon Jeruk, Selasa (21/3/2017).

Djarot mengatakan proses hukum harus dihormati. Bukan hanya Ahok, Sandiaga juga dia minta harus menghormati proses hukum dan tidak menggunakan padatnya kegiatan sebagai alasan untuk meminta pengusutan kasus ditunda.
"Ya (kegiatan) semuanya juga padat," ujar Djarot.
Djarot pun teringat dengan Peraturan Kapolri mengenai kasus hukum peserta pilkada tidak diusut hingga pilkada selesai. Menurut Djarot, peraturan itu tidak bisa diterapkan sejak Ahok diperiksa dalam kasus dugaan penodaan agama.
"Pak Ahok karena tekanan massa seperti itu tetap diproses ya, setiap Selasa dia sebagai pesakitan atau terdakwa," ujar Djarot.
Sebelumnya, Sandiaga Uno meminta polisi menunda pengusutan kasusnya hingga Pilkada DKI Jakarta 2017 selesai.
"Satu supaya tidak dipolitisasi. Kedua, ini kasus dua orang berseteru. Enggak ada hubungan dengan warga Jakarta," kata Sandiaga. (Kompas.com)