Presidium Alumni 212 Sebut Sudah Mengirim Seribu Orang ke Myanmar
Total yang sudah mendaftar sebanyak 10 ribu. Masih kami buka terus kalau pemerintah tidak ambil tindakan, kami yang kirim
TRIBUNKALTIM.CO - Ketua Presidium Alumni 212, Kapitra Ampera mengklaim pihaknya pada Minggu (3/9) lalu sudah memberangkatkan sebanyak seribu orang anggotanya menuju Myanmar.
Dirinya enggan mengatakan melalui jalur apa seribu orang anggota Gerakan 212 itu berangkat.
Hanya saja, pada Selasa (5/9) malam, Kapitra mengatakan seribu orang yang dikirim saat ini sudah berada di perbatasan Bangladesh dan Myanmar. Sekitar 200 meter dari pengungsian.
Baca: Timnas U 19 Bakal Menghadapi Filipina, ini Jam Tayang Pertandingannya
“Intinya jalur khususlah. Kalau detailnya, yang pasti sudah sampai di sana,” jelasnya saat ditemui saat aksi membela Rohingya di depan Kantor Kedubes Myanmar, Jakarta, Rabu (6/9)
Namun, seribu orang itu saat ini masih tertahan di perbatasan Bangladesh dan tidak bisa masuk ke dalam perbatasan karena dijaga ketat oleh tentara Myanmar yang tidak memperbolehkan relawan masuk lebih jauh dari perbatasan.
“Tidak boleh ada yang masuk ke dalam perbatasan. Padahal jaraknya hanya tinggal 200 meter lagi dari pengungsian Rohingya. Tentaranya lengkap memakai senjata dan baju antipeluru,” ucapnya.
Bukan hanya relawan yang tertahan. Kapitra mengatakan sejumlah bantuan seperti obat-obatan dan tenda untuk para pengungsi, juga tertahan di perbatasan. Serta uang tunai sebesar Rp 1 miliar yang dibawa oleh para relawan untuk bantuan pengungsi Rohingya.
Baca: Sera, WNI Berusia 20 Tahun Jadi Bintang Porno Jepang Demi Memenuhi Kebutuhan Merawat Ibunya
Kendati demikian, dia mengungkapkan dua orang dari relawan sudah berhasil masuk karena ikut bergabung dengan lembaga donor dari Turki yang sudah diberikan izin memberikan bantuan oleh otoritas Myanmar.
“Dua saja yang masuk. Itupun ikut dari Turki. Sisanya tidak ada yang boleh masuk. Semua tertahan di luar. Kami terus mencari cara,” tukas dia.
Bukan hanya seribu orang yang diberangkatkan oleh mereka. Kapitra menjelaskan apabila nantinya semua orang yang sudah berada di perbatasan bisa masuk ke dalam barak pengungsian etnis Rohingya, Gerakan 212 siap mengirimkan kembali anggotanya yang sudah mendaftar menjadi relawan.
“Total yang sudah mendaftar sebanyak 10 ribu. Masih kami buka terus kalau pemerintah tidak ambil tindakan, kami yang kirim,” tegasnya.
Aksi di Kedubes
Aksi Save Rohingya digelar sepanjang hari di depan Kantor Kedutaan Besar Myanmar yang berada di Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (6/9) berlangsung tertib, meski terdapat aksi dorong-dorongan dan membakar bendera Myanmar sebelum massa membubarkan diri.
Aksi yang diikuti oleh ribuan warga dari berbagai elemen masyarakat itu meminta agar pemerintah Myanmar segera menghentikan kejahatan kemanusiaan terhadap Etnis Rohingya.
Pasalnya, kabar yang didapatkan oleh mereka, setidaknya sudah ribuan warga Rohingya tewas dibunuh oleh pemerintah Aung San Suu Kyi dan lainnya mengalami penindasan oleh otoritas setempat, serta perlakuan yang mendiskriminasi kelompok tersebut.
Bukan hanya itu, demonstran yang membawa serta spanduk yang bertulis penolakan terhadap kekerasan tersebut serta dua unit mobil komando, secara berkala meminta kepada pemerintah untuk mengusir duta besar Myanmar untuk Indonesia.
Baca: Sera, WNI Berusia 20 Tahun Jadi Bintang Porno Jepang Demi Memenuhi Kebutuhan Merawat Ibunya
“Usir dubes Myanmar. Mereka tidak layak ada di Indonesia,” teriak mereka yang memblokir jalan Agus Salim.
Empat orang perwakilan yang dipimpin oleh Kapitra Ampera, akhirnya diterima oleh pihak kedutaan besar Myanmar. Kapitra menjelaskan mereka diterima langsung oleh Duta Besar Myanmar untuk Indonesia Auung Htoo.
“Kami tadi sudah berbincang langsung dengan duta besar,” kata dia usai pertemuan tertutup yang berlangsung selama 30 menit itu.
Hasilnya, apa yang sudah disuarakan oleh massa aksi sudah disampaikan dan pihak kedutaan akan menindaklanjuti keinginan demonstran yang meminta agar kejahatan kemanusiaan Rohingya dihentikan.
“Tetapi Pak Dubes tadi bilang kalau dia juga tidak bisa pulang karena kondisi di Myanmar masih tidak kondusif. Saya tadi tetap mendesak untuk sesegera mungkin dihentikan. Ini atas nama kemanusiaan,” tegas Kapitra.
Bukan hanya dengan pihak Kedutaan Besar Myanmar, dia menjelaskan juga telah bertemu dengan pihak Kementerian Luar Negeri Indonesia agar dapat segera memberikan sikap yang tegas kepada pemerintah Myanmar dan mengirimkan pasukan Garuda untuk menghentikan kekerasan yang terjadi.
“Saya juga ke Kementerian Luar Negeri tadi. Tapi apa? Pemerintah katanya sudah mengupayakan yang terbaik. Apa buktinya? Masih terjadi kekerasan kemanusiaan saat ini, pemerintah tidak becus berdiplomasi,” tukasnya di atas mobil komando.