Stress di Dalam Tahanan, Bupati Wanita ini Alami Gatal-gatal dan Kepanasan
dokter lapas meminta izin kepada ketua Pengadilan Negeri dan ketua majelis hakim untuk memberi izin agar dapat berobat
TRIBUNKALTIM.CO - Pernah hidup nyawan dengan aneka fasilitas mentereng, wanita satu ini kini menderita. Tiap malam wanita ini hanya tidur tanpa kasur yang empuk. Makan pun harus jatah.
Baca: Film Horor IT Sukses Bikin Seram Penonton, Perhimpunan Badut Gelar Aksi Unjuk Rasa Karena Alasan Ini
Beginilah keseharian Bupati Klaten nonaktif Srihartini yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Wanita Bulu, Semarang.
Sang mantan bupati kini harus meminta izin berobat ke rumah sakit.
Hasil pemeriksaan dokter lapas tertanggal 4 September lalu, terdakwa kasus suap dan gratifikasi ini dinyatakan menderita ruam merah di lipatan tangan kanan dan kiri, dada serta keluhan gatal dan panas.
Dokter pun mengeluarkan surat pemberitahuan kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang agar yang bersangkutan bisa berkonsultasi ke dokter spesialis kulit di RSUP Kariadi.

Penasihat hukum Deddy Suwadi mengatakan kliennya memang sedang tidak sehat.
Sri Hartini punya masalah kulit yang dimungkinkan sebagai akibat penyakit dalam.
Selain itu, dokter lapas tak dapat memberi tindakan medis.
"Jadi Bu Sri Hartini mengalami gatal-gatal di seluruh tubuh, diduga karena penyakit dalam."
"Oleh karena itu, dokter lapas meminta izin kepada ketua Pengadilan Negeri dan ketua majelis hakim untuk memberi izin agar dapat berobat ke RS Kariadi atau Elisabeth," terangnya di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (7/9/2017).
Menurutnya, sakit itu memang tak tak berdampak kepada aktivitas di dalam tahanan.
Baca: Catat, Rajinlah Konsumsi 3 Jenis Makanan Ini Dipercaya Bisa Menjaga Kesehatan Miss V
Namun, pengacara khawatir jika penyakit yang diderita Sri Hartini berdampak pada kesehatannya.
Tak hanya itu, selama menjalani sidang kliennya dalam keadaan stres.
"Waktu pembelaan, Bu Sri Hartini juga menyatakan stres."
"Saat menjalani penyidikan oleh KPK, klien kami juga pernah dirujuk ke RS Gatot Subroto, Jakarta," jelas Deddy.
Ia telah berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum (JPU) KPK mengenai rujukan kliennya ke rumah sakit.
Pihak jaksa saat ini sedang menunggu penetapan dari majelis hakim untuk membawa kliennya ke rumah sakit.
"Kalau rujukan sudah keluar, paling dibawa ke rumah sakit hari Senin nanti."
"Selama ini Bu Sri Hartini hanya mengonsumsi obat dari rumah sakit. Nanti saat periksa yang mengawal KPK," tuturnya.
Sehari sebelumnya, Rabu, Sri Hartini dan tim penasihat hukum menyampaikan pleidoi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang.
Didakwa Kumpulkan uang suap Rp 12 Miliar Selama Delapan Bulan Menjabat
Bupati Klaten non aktif Sri Hartini didakwa menerima suap dan gratifikasi tak lama setelah ia dilantik sebagai bupati.
Total suap dan gratifikasi selama 8 bulan ia menjabat mencapai Rp 12,1 miliar.
Sri Hartini dilantik bersama wakilnya Sri Mulyani pada 17 Februari 2016.
Tiga bulan setelah menjabat, atau sejak Mei 2016, Hartini didakwa menjalankan kegiatan jual beli jabatan.
Kegiatan berakhir setelah Sri Hartini ditangkap KPK pada Desember 2016 lalu.
Jaksa Penuntut Umum pada KPK mengungkapkan, aneka suap dan gratifikasi dilakukan dalam berbagai kasus.
Suap dan Gratifikasi juga melibatkan ratusan nama warga Klaten.
Jaksa mendakwa Sri Hartini telah menerima hadiah atau janji dalam beragam kasus itu.
Baca: Terungkap, Perilaku AM, Ajak Anak Pertama Indria Kameswari ke Bar Saat Malam Idul Adha
Dalam kasus jual beli jabatan, mulai dari penataan struktur organisasi hingga tata kerja, Sri mendapat upeti sebanyak Rp 2,98 miliar.
Dalam hal potongan bantuan keuangan desa dan kasus lainnya, Sri mendapat upeti hingga Rp 9,167 Miliar.
"Patut diduga bahwa terdakwa telah menggerakkan memberikan persetujuan mutasi mengisi jabatan," tutur jaksa KPK Afni Carolina, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (22/5/2017) sore.
Sri didakwa dengan pasal berlapis, yaitu pasal 12 huruf a, dan pasal 12 huruf b Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.
Baca: Warga Pedalaman Kesulitan Cari Elpiji 3 Kg, Terpaksa Titip Tabung Kosong
"Sebagai penyelenggara negara yaitu bupati Klaten dilakukan sejak bulan Mei 2016 hingga 30 Desember 2016 di rumah dinas bupati. Bahwa perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan jabatan dan tugasnya," tambahnya.
Besaran suap sendiri dilakukan oleh ratusan warga pegawai negeri Kabupaten Klaten yang hendak naik pangkat.
Uang suap yang diberikan tiap satu orang jumlahnya bervariasi, tergantung tingkat jabatan yang akan ditempati.
Sri Hartini tidak keberatan dengan dakwaan itu. Dia pun tidak mengajukan nota keberatan atas kasus yang menjeratnya.