Korupsi KTP Elektronik
Lihai dari Jerat Hukum, Ternyata Nazaruddin Pernah Bilang Begini Tentang Setya Novanto
Sebelumnya nama Setya disebut-sebut diduga terkait sejumlah perkara, namun tak satu pun yang berujung di pengadilan.
Meskipun Setya merupakan kader asli yang meniti karier politik di Golkar dari level terendah, Dolly menyebut Ketua DPR itu kini "justru merusak masa depan partai".
"Elektabilitas Golkar menurun dan sebesar 49% penyebabnya adalah keterlibatan Setya di kasus e-KTP. Ini menunjukkan Golkar betul-betul sakit, separah penyakit yang dialaminya," kata Dolly.
Baca: Peluang Setya Novanto Terbuka, Jadi Kandidat Golkar Dampingi Jokowi sebagai Cawapres
Sebelum praperadilan yang bergulir membebaskannya dari status tersangka, Setya mengaku mengidap sejumlah penyakit berat dan menjalani rawat inap di rumah sakit.
Atas alasan itu, Setya tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Awal pekan ini Setya keluar dari ruang perawatan, namun urung berbicara kepada pers. Sekjen Golkar Idrus Marham yang biasanya menjadi juru bicara Setya juga irit bicara.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, menyebut jabatan ketua umum partai politik masih dianggap sebagai jalur khusus mendekatkan diri ke penguasa.
Pemegang jabatan itu, kata Siti, memiliki beragam keuntungan yang tak didapatkan politikus biasa.
"Ketua umum partai politik di Indonesia masih ditempatkan sebagai satu-satunya patron yang menentukan. Dia memiliki akses luas ke berbagai kekuatan dan kekuasaan yang ada," ujar Siti.
Hal itu, menurut Siti, tidak terjadi di sejumlah negara yang telah matang berpolitik.
Di negara tersebut, ketua partai berperan sebagai pengelola, bukan penguasa.
"Di Indonesia, ketua umum bukanlah manajer partai seperti di Amerika Serikat atau Australia. Dia sangat menentukan hidup-mati partai dan menjadi acuan. Ini praktik yang tidak standar," kata Siti.
Seperti saat kasus saham Freeport yang melibatkan Setya, Golkar kembali bergejolak.
Organisasi internal mereka, Generasi Muda Partai Golkar, mendesak pencopotan Setya.
Namun petinggi partai yang duduk di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) tak sependapat.