Museum Kodam Mulawarman Mengejar Kebutuhan Zaman 

ruangan peraga benda bersejarah juga akan ditambah. Ruangan ada yang kosong, akan dimanfaatkan untuk arena pamer koleksi museum.

Penulis: Budi Susilo | Editor: Januar Alamijaya
Tribun Kaltim/Budi Susilo
Pengunjung memegang benda koleksi senjata milik Museum Kodam VI Mulawarman Jalan Letjend Suparpto, Kelurahan Baru Tengah, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, Sabtu (27/1/2018) 

Laporan Wartawan Tribunkaltim.co Budi Susilo

TRIBUNKALTIM.CO BALIKPAPAN – Keberadaan Museum Kodam VI Mulawarman yang berada di bilangan Jalan Letjend Suparpto, Kelurahan Baru Tengah, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur, dianggap tidak lagi sesuai dengan kebutuhan terkini masyarakat.

Ruangan yang dimiliki museum dan penampilannya tidak mencerminkan sebuah museum yang ideal. Demikian disampaikan, Pejabat Sementara Kepala Museum Kodam VI Mulawarman, Kapten Infantri Djenal Lontolawa kepada Tribunkaltim.co pada Sabtu (27/1/2018) pagi di dalam ruang pamer koleksi museum. 

Baca: Tak Direstui, Orangtua Datang Gagalkan Pernikahan Anaknya, Pasangan Ini Ijab Kabul di Kantor Polisi

Kata dia, pengunjung dari hari ke hari semakin meningkat. Tingkat kunjungan selalu bertambah, dimulai dari kalangan pelajar hingga masyarakat umum. Museum Kodam Mulawarman dianggap sebagai wisata sejarah yang bernilai pendidikan. 

“Kalau lagi banyak yang berkunjung, tidak tertampung. Ruangan jadi berkesan sempit,” tuturnya. 

Karena itu, ungkapnya, ke depan museum akan dilakukan renovasi dengan melakukan perluasan. Ada satu ruangan museum yang tidak terpakai karena atap bocor. Nanti akan direnovasi, ruangan akan dipakai sebagai pemutaran film. 

Baca: Fantastis, Segini Biaya Pembuatan Video Mesum Bocah dengan Tante-tante

Selain itu, ruangan peraga benda bersejarah juga akan ditambah. Ruangan ada yang kosong, akan dimanfaatkan untuk arena pamer koleksi museum.

Pihaknya sudah berkoordinasi dengan angkatan militer yang lain untuk bisa sumbangsih memberi koleksi tambahan. 

“Pastinya nanti ada koleksi tambahan. Kami sudah ajukan ke beberapa instansi terkait seperti Angkatan laut, Angkatan Udara. Koleksi semakin banyak, masyarakat akan mendapat banyak informasi sejarah,” ungkapnya. 

Tidak hanya penambahan ruangan, pihak museum pun akan mengubah tampilan pagar museum yang selama ini berkesan tidak bersahabat. Pagar jika dipandang tidak mencerminkan museum pada umumnya. Banyak masyarakat yang melintas tidak mengira adalah sebuah museum. 

“Saya dapat masukan dari masyarakat. Bilang tidak tahu kalau ada museum. Bilangnya pagar tidak kelihatan museum seperti melihat gudang saja,” ujarnya yang belakangan ini sudah diajukan usulan perubahan pagar museum.  

Baca: Diramal Mbah Mijan tak Jodoh dengan Reino, Luna Maya Menangis

Kunjungan museum paling ramai saat akhir pekan. Inilah yang kadang tidak disangka, museum merasa kewalahan. Seperti pada Sabtu (27/1/2018) pagi, berdasar pengamatan Tribunkaltim.co, sekitar pukul 08.30 Wita, saat itu hampir ada 400 orang datang, memenuhi museum tersebut. 

Dimulai dari orang dewasa hingga anak-anak berjubel memadati museum yang bercat dominasi hijau dan putih ini. Pintu masuk ke museum pengunjung disuguhkan dua meriam peninggalan zaman perang dunia kedua buatan Inggris dan Australia.  

Saat pengunjung membeludak, area parkir pun penuh kendaraan bermotor roda dua. Pengunjung datang menggunakan sepeda motor sedangkan mereka para murid pendidikan dasar memakai tiga unit bus ukuran sedang. 

“Kali ini benar-benar penuh. Banyak sekali. Museum tidak muat semua. Harus dibagi-bagi ke dalam kelompok,” kata Djenal Lontolawa kepada Tribunkaltim.co yang saat itu mengenakan seragam pakaian dinas harian warna hijau. 

Baca: Buruan, Ada Penerimaan Perwira Polisi Untuk Sarjana, Begini Caranya Mendaftarnya

Pengunjung pada kesempatan ini merupakan gabungan dari karyawan swasta Bank Mandiri yang berasal dari Kota Balikpapan, Kabupaten Penajam Paser Utara, dan dari Kabupaten Paser. Total yang datang sebanyak 280 anak. 

Sementara para murid berasal dari Sekolah Dasar Negeri 014 Balikpapan Selatan. Jumlah murid yang datang sebanyak 120 anak. Saat Tribunkaltim.co bersua dengan Ketua Rombongan SD Negeri 014, Normalia, mengatakan, event sekolah dalam rangka outbound yang diikuti tiga kelas. 

 “Belajar di luar ruangan. Keliling ke tempat-tempat bernilai pendidikan. Kami gelar supaya anak-anak mengerti sejarah perkotaannya. Tahu akan jasa-jasa pahlawan. Cinta pada bangsa dan negaranya,” katanya. 

Ia menjelaskan, program outbond dilangsungkan setahun sekali. Berharap memiliki makna bagi para anak didik. Informasi yang diperoleh di luar kelas akan memberi banyak manfaat, pengetahuan bertambah. 

“Kami juga libatkan orangtua murid. Anak dan orangtua sama-sama datang ke museum. Jarang orang yang mau datang bermain di museum,” ungkapnya. 

Bagi penyelenggara museum, Djenal mengaku, banyaknya pengunjung hingga mencapai ratusan orang membuat pihaknya merasa kewalahan. Daya tampung ruangan museum tidak sebanding dengan jumlah pengunjung yang membeludak. 

Kata Djenal, biasanya paling banyak 50 orang namun bila sudah sampai ratusan lebih maka dengan permohonan maaf pengunjung dibagi dalam gelombang. “Tidak masuk serentak. Kami bagi-bagi dalam kelompok. Supaya tidak sumpek. Aksesnya bisa lancar. Maklum ruangannya terbatas,” tegasnya. 

Mengubah Warna Meriam Hingga Membuat Tanggul

Keberadaan museum mesti bertahan mengikuti perkembangan zaman. Museum hadir untuk memberi segudang informasi peristiwa masa lalu yang sudah bergulir. Pesan dan pelajaran berguna terangkum dalam sebuah musem. Inilah yang ingin dihadirkan oleh Museum Kodam Mulawarman Kota Balikpapan, tetap bertahan meski sering diterjang rendaman banjir. 

Waktu itu, matahari belum tepat di atas kepala, museum sudah dikunjungi murid dari taman kanak-kanak berseragam merah. Ramai sekali mendatangi dan memenuhi museum sejarah militer wilayah Kodam Mulawarman ini, Sabtu (15/12/2017).

Ruang-ruang yang tersedia disebuah museum tertata rapi. Pintu masuk museum disambut dua meriam warna hijau peninggalan kolonial tentara sekutu. Meriam bernama Saddle 25 ponder buatan Australia tahun 1942 dengan kaliber 90 milimeter. Satunya lagi meriam Saddle 6 Ponder buatan tahun 1942 dari negara Inggris dengan kaliber 70 milimeter. 

Meriam tersebut sekitar setahun yang lalu sempat dipamerkan ke masyarakat dengan tampilan warna bermotif loreng, campuran warna cat coklat, putih, hitam dan hijau. Namun tidak lama kemudian, diubah kembali ke hijau tua. 

"Komandan kami yang perintahkan ke warna hijau kembali. Warna hijau sebagai warna asli. Kami benar-benar tampilkan warna aslinya, dahulunya zaman perang itu warna hijau," ungkap juru kunci museum Kodam Mulawarman, Sersan Mayor Masemun. 

Koleksi yang disimpan museum ini beragam jenis. Ada bekas peninggalan zaman perang hingga koleksi barang-barang terkini seperti minuatur kapal KRI Fatahillah dan pesawat tempur TNI Angkatan Udara serta seragam tentara. 

Peninggalan kuno itu di antaranya ada alat komunukasi berupa radio SSB SR 206 buatan Amerika Serikat tahun 1965. Radio ini pernah digunakan dalam Siskomwil dan operasi penumpasan yang bertajuk gerakan 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia. 

Tidak hanya itu, ada juga Transmiter P 401 buatan Uni Soviet tahun 1959 yang difungsikan sebagai sistem komunikasi operasi yang pernah digunakan dalam operasi penumpasan Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) di Kalimantan Barat tahun 1962.

"Sampai sekarang alat komunikasi radio yang zaman dahulu masih dipakai. Cocok buat operasi perang militer. Soalnya tidak bisa disadap. Beda dengan alat komunikasi yang sekarang kita pakai, smartphone bisa disadap sama siapa saja," kata Masemun. 

Secara organisasi, PGRS dan Paraku merupakan sayap bersenjata di bawah naungan North Kalimantan Communist Party (NKCP), sebuah partai politik komunis yang berlokasi di Sarawak, Malaysia. Munculnya organisasi ini dilatarbelakangi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia dari tahun 1963 hingga 1966.

Selain alat komunikasi, juga ada alat musik ditiup yang biasa digunakan dalam pertunjukan marching band dan konser musik klasik. Alat ini diberinama Frenc Horn buatan Boosey dan Hawkes tahun 1964. 

Alat musik logam ini tampilannya sudah sepuh, terlihat berkarat, warna sudah dominasi hitam. Dahulunya di tahun 1965 pernah dipakai dalam upacara serah terima jabatan Pangdam IX Mulawarman dari Brigjend Sumitro ke Brigjend Mung Parhadimulyo.

Pada bagian museum pun dibuat layar proyektur, sebagai ruang tontonan film. Biasanya film yang diputar seputar latihan-latihan prajurit TNI. Museum ini dahulunya adalah rumah yang pernah dihuni pejabat militer kolonial Belanda. 

"Rumahnya buatan Belanda. Sudah bisa dikenal. Temboknya sangat tebal. Mungkin ketebalannya bisa sampai tiga kali dari rumah zaman sekarang. Saya lihat tidak ada yang retak- retak. Pondasinya masih kuat," tuturnya. 

Hanya saja, kata Masemun, museum sudah tidak tahan mampu menahan laju air banjir masuk ke dalam ruangan. Seringkali, museum yang beralamat di Jalan Letjend Suprapto, Kelurahan Baru Tengah, Balikpapan Barat ini setiap hujan deras dengan intesitas lama bakal merendam jalan dan masuk ke museum. 

"Sering kena banjir. Sudah tidak bisa lagi kehitung. Sampai-sampai kami kerepotan kalau sudah ada banjir, harus selamatkan barang-barang, ditaruh ke tempat tinggi supaya tidak kena rendaman air banjir," ujarnya. 

Keberadaan rumah yang dijadikan museum itu sudah rendah, tidak lagi setinggi jalan raya. Dahulunya rumah setingkat jalan namun dari tahun ke tahun jalan diaspal dan kemudian meninggi, rumah pun kini jadi lebih rendah. 

Banyak jalan menuju roma, museum pun akhirnya dibuat tanggul di bagian pintu masuk, sektiar 60 cenimeter lebih. Begitu mau masuk ke museum ini kita harus melangkah. "Dibuat tanggul tinggi supaya ada genangan air di luar tidak masuk ke museum," tegas Masemun.

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved