Pemilihan Presiden 2019
Gatot Nurmantyo Optimis Dapat Tiket Pilpres, Akankah Berduet dengan AHY?
Gatot Nurmantyo tidak menjawab saat ditanya kesiapan logistiknya bila maju dalam Pemilihan Presiden.
TRIBUNKALTIM.CO - Mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo mengatakan semua opsi dalam Pemilihan presiden 2019 masih terbuka.
Termasuk terbentuknya poros ketiga, di luar kubu Joko Widodo ( Jokowi ) dan Prabowo Subianto.
"Politik ini masih cair, belum final. Jadi saya belum final, semuanya belum ada yang pasti, yang pasti nanti pada tanggal 10 (Agustus) jam 23.59 itu semuanya baru ketahuan," ujar Gatot di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (8/5/2018).
Gatot sendiri mengaku optimis mendapatkan tiket pada Pemilihan Presiden mendatang.
Ia telah melakukan safari politik kepada sejumlah pimpinan partai.
Bertemu Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) ia menyampaikan rasa terima kasih karena dipercaya sebaga Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada masa pemerintahannya.
Begitu juga bertemu Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri , Gatot juga mengaku menyampaikan terima kasih.
"Saya menghadap pak SBY, saya ucapkan terima kasih saya sudah selesai melaksanakan tugas sebagai panglima TNI dan pak SBY yang mengangkat saya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Kemudian saat sebagai Panglima TNI saya ucapkan terima kasih atas dukungan selama ini," katanya.
Gatot Nurmantyo tidak menjawab saat ditanya kesiapan logistiknya bila maju dalam Pemilihan Presiden.
Menurutnya bila Pilpres yang disoroti hanya masalah logistik maka secara tidak langsung, tidak menghargai masyarakat.
"Logistik itu namanya kita tidak menghargai rakyat. Apakah rakyat tidak bisa patungan, apakah itu dihitung, apakah kita perlu beli rakyat. Rakyat indoneisa tidak bisa dibeli," katanya.
Menimbang Peluang Gatot-AHY
Partai Demokrat mulai mendorong pasangan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dengan putra sulung Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi calon presiden dan wakil presiden poros ketiga di Pilpres 2019.
Menurut pengamat politik dari Universitas Paramadina, Djayadi Hanan, mendorong pasangan alternatif Gatot-AHY merupakan usaha yang menarik untuk dicoba dan kemungkinannya pun masih ada.
Hanya saja, menurut Direktur Eksekutif Saiful Mudjani Research and Consulting (SMRC) ini, ada dua syarat untuk terbentuknya pasangan alternatif--di luar Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto.
Pertama adanya figur.
Syarat pertama ini sudah bisa dipenuhi bila memang benar Gatot dan AHY akan berpasangan.
Syarat kedua, imbuhnya, ada minimal dua partai lagi yang mau bergabung dengan Demokrat.
Yang paling mungkin adalah Partai Amanat Nasional (PAN), yang punya sejarah pernah berkoalisi di tingkat nasional dengan Partai Demokrat.
"PAN juga tampak masih ragu untuk berkoalisi dengan Prabowo dan juga masih ragu untuk tetap dalam koalisi Jokowi," ujar Djayadi Hanan kepada Tribunnews.com, Selasa (8/5/2018).
Masalahnya, menurut dia, partai mana lagi yang mau berkoalisi dengan partai Demokrat.
Sedangkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tampaknya sudah lebih dekat dengan Prabowo.
Meskipun tampak masih membuka opsi alternatif.
Tapi jika PKS bergabung ke Demokrat itu berarti Prabowo bisa kehilangan peluang menjadi capres lagi.
Yang juga masih mungkin adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), terutama bila Ketua Umumnya Muhaimin Iskandar (Cak Imin) tidak terpilih menjadi cawapres Jokowi.
Tapi PKB mungkin baru akan tertarik bergabung ke Demokrat bila Cak Imin dijadikan cawapres Gatot.
"Masalahnya maukah Demokrat rela mengusung paslon presiden dan wapres kalau kadernya tidak menjadi calon? Walhasil, upaya Demokrat membangun poros alternatif ini, masih penuh ketidakpastian," tegasnya.
Sebelumnya, Partai Demokrat mulai mendorong pasangan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dengan putera sulung Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi Calon Presiden dan Wakil Presiden poros ketiga di Pilpres 2019.
Untuk itu pula, Partai Demokrat menurut Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, akan melakukan komunikasi politik dengan sejumlah partai politik.
Partai politik yang masuk dalam radar koalisi yang akan dibentuk Partai Demokrat di antaranya PAN, PKB, PBB dan Partai keadilan Sejahtera.
"Kita sekarang komunikasi demgan semua partai termasuk partai baru yang sudah diputuskan ikut dalam pemilu 2019. Termasuk PBB akan kita ajak bicara," ujar Ferdinand kepada Tribunnews.com, Senin (7/5/2018). (*)