Edisi Cetak Tribun Kaltim

Dokter Terbang, Program Pemprov untuk Masyarakat Perbatasan, Sekali Kegiatan Honor Rp 5 Juta

Setiap satu kali kegiatan, dua lokasi yang dikunjungi, sehingga secara keseluruhan ada enam lokasi dikunjungi

Editor: Amalia Husnul A
tribunkaltim.co
Tribun Kaltim, Edisi Rabu (9/5/2018) 

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR ‑ Program dokter terbang atau Dokter Spesialis ke Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) sudah bergulir sejak 2014 lalu.

Program ini digagas Gubernur Kaltara Irianto Lambrie. 'Dokter terbang' merupakan program penyediaan dokter, tenaga kesehatan dan obat-obatan menjangkau daerah‑daerah terisolir di perbatasan.

Menurut Gubernur Irianto, program dokter terbang memang perlu diintensifkan mengingat masih banyak daerah pedalaman dan perbatasan di Kaltara yang masyarakatnya belum terjangkau fasilitas kesehatan seperti puskesmas, apalagi rumah sakit.

"Tanpa pesawat terbang, masyarakat kita tidak bisa keluar berobat karena akses darat masih sulit. Jadi kita buat kebijakan menyuplai tenaga kesehatan ke sana. Kita juga dibantu pusat," kata Irianto.

Satu hal yang ditekankan Irianto, setiap masyarakat berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas. Tidak terkecuali masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah terpencil, perbatasan, dan kepulauan.

Baca: Pamerkan Kehamilannya yang Berusia 2 Bulan, Lucinta Luna Foto Maternity

Baca: 9 Fakta Kronologi Kerusuhan di Mako Brimob, Sempat Beredar Kabar Jebolnya Tahanan Kasus Terorisme

Baca: Baca Pesan WhatsApp Tanpa Membukanya dan Nggak Ketahuan sedang Online, Ini 3 Triknya

Sejak Februari 2018 lalu, Irianto sudah meminta Dinas Kesehatan Provinsi menyurati Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau mendata gejala penyakit yang banyak dialami warga.

"Dari hasil penjaringan atau pendataan penyakit oleh pemerintah kabupaten ini bisa kita ketahui atau terdiagnosa penyakit apa yang terbanyak di wilayah itu. Saat tim dokter turun nanti bisa menyesuaikan," ujar Irianto.

Pola yang sama juga diterapkan pada 2017. Ada enam titik yang berhasil dijangkau dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam dan paramedis lainnya.

"Dalam setahun ada 3 kali kegiatan dokter terbang. Dilakukan pada tiap triwulan. Setiap satu kali kegiatan, ada dua lokasi yang dikunjungi.

Secara keseluruhan ada enam lokasi yang dikunjungi dokter terbang. Dengan melihat jumlah penduduk dan jumlah penyakit yang diderita," sebutnya.

Baca: 7 Selebriti Ini Kenakan Pakaian yang Unik di Met Gala 2018, Salah Satunya Dibuat Desainer Indonesia

Baca: Empat Kali Berturut-turut, Paris Saint-Germain Jadi Juara Piala Perancis

Baca: Spanduk Safari Politik Prabowo Subianto Salah Cetak, Begini Nasib Pemilik Percetakan

Sekali pelayanan dokter terbang berlangsung dua hingga tiga hari. Tak hanya menangani warga yang mengalami penyakit biasa, jika ada pasien yang darurat juga langsung ditangani.

"Saya menginginkan agar program dokter terbang pada 2018 ini diprioritaskan pada desa‑desa yang belum pernah didatangi dokter terbang.

Seperti pada 2017, minimal dua dokter spesialis yang akan kita terbangkan," katanya. 

Suasana pelayanan kesehatan di perbatasan
Suasana pelayanan kesehatan di perbatasan (tribunkaltim.co/muhammad arfan)



Honor Rp 5 Juta 

Setiap kali menggelar program dokter terbang ke kecamatan‑kecamatan perbatasan, Dinas Kesehatan Provinsi Kaltara menerbangkan dua sampai tiga dokter spesialis dan tenaga kesehatan pendukung seperti dokter umum dan perawat.

 

Dinas Kesehatan Kaltara juga selalu dibantu tenaga kesehatan di puskesmas. 

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltara Usman menyatakan belum bisa mengangkut banyak tenaga kesehatan setiap kali layanan. Selain karena jumlah spesialis masih minim, juga karena terbatasnya anggaran. 

Dikemukakan, anggaran program dokter terbang tahun 2018 ini hanya Rp 519 juta. Anggaran tersebut masih minim.

Baca: Nilai Tukar Rupiah Melorot Rp 14.000/Dolar Bisa Sampai Sepekan

Baca: Kapan dan Bagaimana Matahari akan Mati, Ini Prediksi Ilmuwan

Baca: Inilah 5 Perguruan Tinggi Negeri Paling Diminati di SBMPTN 2018

"Jadi setiap kali terbang, kita memberi honor kepada dokter. Jumlahnya tidak terlalu besar karena memang anggaran kita terbatas," kata Usman, Selasa (8/5/2018). 

Setiap kegiatan ke perbatasan, dokter spesialis diberi honor Rp 5 juta. Sedang dokter umum/gigi Rp 2,5 juta. Untuk perawat, bidan, dan apoteker diberi honor Rp 2 juta per kegiatan. 

Layanan dokter terbang kata Usman sebetulnya terkendala jumlah dokter spesialis. Ketika memasok dokter spesialis masuk ke pedalaman 3 sampai 5 hari, maka posisi dokter di kota akan kosong. 

"Tidak ada yang menggantikan perannya. Dulu dokter umum bisa gantikan. Sekarang tidak bisa lagi," katanya. 

Ia mengklaim, sudah ada beberapa putra‑putri Kalimantan Utara lulusan S1 Kesehatan diikutkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

 

Program dokter tebang
Program dokter tebang (tribunkaltim.co/muhammad arfan)

Tahun ini ada enam lulusan S1 yang akan disekolahkan dokter spesialis menggunakan dana pusat. 

"Sekitar 4 tahun sekolah spesialisasi, baru kembali ke sini. Program ini kalau tidak salah sudah mulai jalan tahun 2015. Ada yang sudah kembali ke sini mengabdi di Tarakan dan di Nunukan," katanya. 

Dalam kontrak perjanjian PPDS, dokter spesialis harus mengabdi 15 tahun di Kalimantan Utara

Selain PPDS ada program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS). Dokter spesialis didatangkan pusat ke daerah. Sayangnya waktu pengabdiannya terbatas hanya 1 tahun. 

"Setelah setahun, mereka ditarik ke pusat lagi," katanya. 

Tahun ini ada 6 putra putri Kaltara yang mengikuti program PPDS.

Baca: Pria yang Hanya Kenakan Sarung dan tanpa Identitas Ditemukan Tewas di Kawasan Klandasan

Baca: Industri Film Dewasa Jepang, Begini Kisah yang DItuturkan Salah Satu Mantan Bintangnya

Baca: Tiga Bulan Mendekam di Penjara, Begini Surat yang Ditulis Selebgram Angela Lee

"PPDS sudah jalan. Ini lagi proses mereka mau tes. Itu ada beberapa dari Tarakan. Kemarin ada saya teken rekomendasi. Nanti dispesialisasi bisa sampai 4 tahun.

Tegantung minat dokternya. Kalau spesialis memang cukup. Ini sama artinya kita berinvestasi untuk kemajuan kesehatan khususnya penyediaan dokter spesialis," sebutnya. 

Perekrutan dokter spesialis sejauh ini mengalami kendala. Salah satunya kebijakan batas usia maksimal 35 tahun yang boleh melamar, termasuk formasi dokter spesialis. 

"Kebanyakan dokter spesialis itu di atas 35 tahun," katanya. 

Dinas Kesehatan juga sudah mengusulkan standarisasi tunjangan dokter spesialis kepada Sekretariat Provinsi. Poin usulannya, perlunya ada tunjangan Rp 30 juta bagi dokter spesialis, di luar gaji pokok. 

"Selain tunjangan, kami juga usulkan agar diprioritaskan menjadi pegawai negeri sipil (PNS)," katanya. (*)

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved