Dulu Ingin Bunuh Diri, Kini Korban Pemerkosaan Ayah Kandung Bakal Jadi Sarjana!
Menyempatkan diri menyumbangkan beberapa buah lagu untuk menghibur para penghuni panti.
Penulis: Doan E Pardede |
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Doan Pardede
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Menyambut Hari Raya Tri Suci Waisak 2562 BE/2018 Umat Buddha se-Kaltim mengadakan Bakti Sosial ke Rumah Aman/Rumah Perlindungan Pemulihan Psikososial "Panti Asuhan Kasih Bunda Utari" milik Yayasan Kharisma Pertiwi di salah satu kelurahan yang ada di Kota Samarinda, Minggu (13/5/2018).
Dalam kesempatan tersebut, umat Buddha yang di antaranya berasal dari Vihara Muladharma, Maha Vihara Sejahtera Maitreya, Vihara Vajra Bumi, Klenteng Thian Le Kong, Klenteng Nan Shi Zhu, Vihara Eka Yana dan Vihara Eka Dharma Manggala ini memberikan bantuan berupa bahan kebutuhan pokok dan tunai.
Rombongan yang diterima langsung oleh pengelola panti Bunda Tri Utami dan suami AKBP Momot ini juga menyempatkan diri menyumbangkan beberapa buah lagu untuk menghibur para penghuni panti.
Baca: Eks Gelandang Liverpool di Liga 1 Ini Kecam Teror Bom Surabaya
Bunda Utari kepada Tribunkaltim.co menuturkan, rumah aman ini merupakan sebuah panti asuhan khusus yang didirikan untuk melindungi perempuan dewasa atau anak-anak yang merupakan korban kekerasan dan pelecehan seksual, korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan anak-anak telantar.
Beberapa penghuni juga merupakan pelaku seks bebas yang sampai mengakibatkan kehamilan.
Rumah aman ini sendiri sudah mulai berdiri sejak tahun 2001 dan telah beberapa kali berganti nama.
Panti ini, kata Bunda Utari, adalah wadah berlindung sekaligus tempat untuk menghilangkan trauma yang dialami korban-korban kekerasan tersebut.
Baca: Gubernur Awang Minta Warga Kaltim Jangan Pernah Takut Sama Teroris
Di panti ini, korban-korban tadi dibimbing, diasuh dan juga disekolahkan di lembaga pendidikan formal.
Saat ini, ada sebanyak 69 orang yang tinggal di panti tersebut, yang terdiri dari bayi (8 orang) dan balita (9 orang) dan selebihnya anak-anak yang berumur di bawah dari 18 tahun.
Bayi dan balita ini merupakan hasil dari kekerasan seksual dan pergaulan bebas yang pernah dialami para korban.
Rata-rata, para penghuni merupakan korban yang menjalani visum di RSUD AW Syahranie, tempat Bunda Utari selama ini bekerja.
Seluruh penghuni tinggal di bangun semi permanen berlantai dua, yang memiliki 10 kamar tidur.
Walau terkesan padat, seluruh penghuni menurutnya cukup nyaman tinggal di dalam panti.
"Dulu, ada korban KDRT yang pernah tinggal di sini, yang dipotong tangannya. Sekarang sudah mandiri. Kita memang ajarkan dia untuk mandiri, agar bisa menghidupi dirinya sendiri dan orang-orang yang membutuhkan dia. Contohnya ibu-ibu, kan harus mencari makan juga untuk anaknya," jelasnya.
Bunda Utari menuturkan, hal yang paling sulit adalah membentuk kembali korban kekerasan seksual, apalagi yang sampai berbuah kehamilan.
Dari kasus-kasus yang pernah ditangani, ada beberapa korban yang mencoba untuk mengakhiri hidupnya.
"Banyak yang mau bunuh diri. Apalagi kalau pelaku itu orang dekatnya, seperti kemarin itu pelakunya ayah kandungnya," ujarnya.
Baca: Surabaya Diteror Bom, Polisi Minta Warga Kaltim Tetap Tenang
Untuk kasus-kasus seperti ini, segala penanganan yang dibutuhkan mulai dari hal-hal berbau medis bahkan supranatural akan diberikan kepada korban.
Bisa bergabung dengan teman-teman sepenanggungan di dalam pantai juga menurutnya menjadi penguatan tersendiri bagi para korban.
Panti ini juga menurutnya tidak bekerja sendiri.
Sejumlah lembaga khususnya rumah sakit selalu siap membantu manakala ada korban yang membutuhkan penanganan khusus.
"Kalau memang perlu medis kita bawa, perlu psikolog kita bawa, kalau dengan pendekatan supranatural kita lakukan, obat-obatan jiwa juga kita lakukan. Setelah datang ke sini, ternyata ada juga teman senasib sepenanggungan dengan dia. Jadi kuat," ujarnya.
Bagian yang tak kalah sulit adalah mengajari korban, khususnya yang masih di bawah umur tentang bagaimana cara mengasuh anak.
Karena memang belum waktunya memiliki anak, para korban ini sering membahayakan kehidupan bayi.
"Kalau tidur itu sering saya ingatkan, jangan begitu nanti anaknya bisa tertindih," ujarnya.
Apa yang dilakukan selama ini menurutnya bukan tanpa hasil. Sudah banyak korban-korban tadi yang kembali hidup normal di tengah-tengah masyarakat.
Bahkan dalam waktu dekat ini, salah satu korban yang telah tinggal di panti sejak di bangku SMP akan diwisuda dari sebuah kampus negeri ternama yang ada di Kota Samarinda.
Nantinya, orang-orang yang sudah mandiri ini diharapkan bisa menjadi penguatan bagi para korban, bahwa mengalami kekerasan seksual bukanlah akhir dari segalanya.
"Sudah ikut di sini mulai SMP. Sebentar lagi mau wisuda. Dulu, bisa saya katakan kasusnya ngeri, menyedihkan. Dia diperkosa ayah kandungnya.
Terkait bantuan yang diberikan Umat Buddha ini, Bunda Utari mengaku sangat mengapresiasi dan berterimakasih.
Dia berharap agar semakin banyak masyarakat yang peduli terhadap perempuan dan anak korban-korban kasus kekerasan seksual dan kekerasan lainnya.
"Harapannya, kita nggak perlu orang yang banyak uang, hanya yang memiliki hati. Hanya orang yang punya hati yang mau datang ke tempat seperti ini," ujarnya. (*)