Balai KIPM Balikpapan Melarang 152 Jenis Ikan Invasif Beredar di Kaltim, Begini Alasannya
"Introduksi ikan yang bersifat predator inilah menyebabkan penurunan ikan asli pada suatu habitat tertentu," ujarnya.
Penulis: Budi Susilo |
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Budi Susilo
TRIBUNKALTIM.CO BALIKPAPAN - Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (Balai KIPM) Balikpapan, telah membuka posko penyerahan ikan berbahaya atau invasif dari masyarakat mulai awal hingga akhir Juli ini untuk wilayah Kalimantan Timur (Kaltim).
Hal ini disampaikan, Kepala Seksi Pengawasan BKIPM Balikpapan, Kadson Batubara saat ditemui Tribunkaltim.co di ruang kerjanya pada Senin (9/7/2018) siang di Jl Syarifuddin Yoes, Kota Balikpapan.
"Aturan pelarangan sebenarnya sudah lama, tapi sekarang mulai digencarkan. Kami sebar, sosilisasi menyeluruh ke masyarakat luas," ujarnya.
Dia mengimbau, kepada masyarakat, baik itu pelaku perdagangan ikan hias aquarium, maupun masyarakat yang mengkoleksi jenis ikan-ikan invasif dimohon untuk segera menyerahkan ke Balai KIPM Balikpapan.
"Ikan invasif dilarang mengingat sifatnya adalah agresif dan bisa mengancam keberadaan eksistensi ikan lokal yang ada di Kalimantan," tegasnya.
Baca juga:
Jokowi Sudah Putuskan Pendampingnya di Perhelatan Pilpres 2019, Kapan Diumumkan?
Inilah Strategi yang Dijalankan Pemkab untuk Mengatasi Persoalan Sampah di Pulau Wisata
Hujan Deras Berimbas Turunnya Permukaan Tanah, Retakan di Belasan Rumah Makin Parah
Perang Cuitan dengan Fahri Hamzah, Politisi PDIP Ini Sebut Jakarta Beres karena Menterinya
Ciri ikan invasif itu, dia mampu menyebar secara berkelompok pada seluruh perairan yang ada di Kalimantan dan mempunyai sifat predator.
"Introduksi ikan yang bersifat predator inilah menyebabkan penurunan ikan asli pada suatu habitat tertentu," ujarnya.
Menurut Kadson, ikan invasif berkembang sangat cepat, hal ini membuat mendominasi dalam suatu populasi.
Apalagi ikan intransitif ini sifatnya adalah jenis pemakan daging-dagingan atau karnivora yang dapat menyebabkan penurunan biomassa dan keragaman ikan-ikan kecil dalam struktur komunitas ekosistem alam.
"Karakter sifatnya kompetitor bersaing dengan jenis ikan lain untuk mendapatkan makanan terutama memangsa ikan yang lebih kecil," ujar Kadson.
Selain itu, spesiesnya mampu bertelur secara cepat hingga kisaran sampai ribuan telur.
"Setiap siklus reproduksinya begitu pesat dan cepat," tuturnya.
Kata Kadson, jenis ikan invasif ini memiliki adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan sekitar, membuat daya tahan yang semakin kuat tentu akan menggeser ikan-ikan yang telah lama dan lahir di alam aslinya.
"Dilihat dengan pola pertumbuhan yang bersifat isometrik yang berarti sama dengan pertumbuhan ikan di wilayah asalnya," ujarnya.
Balai KIPM, sejauh ini hanya bisa mengimbau, tidak melakukan turun ke lapangan sidak lalu melakukan penyitaan barang-barang ikan invasif.
Balai KIPM sifatnya hanya menunggu kesadaran dari masyarakat untuk mau menyerahkan secara sukarela untuk dimusnahkan dan diamankan demi menghindari berkembang pesatnya ikan invasif di tengah lingkungan masyarakat.
"Ada 152 jenis ikan invasif yang dilarang, tidak boleh dipelihara dan diperjualbelikan," tegas Kadson.
Payung hukum pelarangan ikan invasif adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 41 tahun 2014 tentang Larangan Pemasukan Jenis Ikan Berbahaya dari Luar Negeri ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.
Ditegaskan dalam pasal 2 bahwa, "Setiap orang dilarang memasukkan jenis ikan berbahaya dari luar negeri ke dalam wilayah Republik Indonesia kecuali telah wajib mendapatkan izin pemasukan dari menteri setelah mendapatkan pelatihan teknis dari direktur jenderal yang biasanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan seperti penelitian atau pameran." (*)