Piala Dunia 2018

Sosok Luka Modric, Peraih Pemain Terbaik Piala Dunia 2018, Dulunya jadi Pengungsi Perang

Luka Modric, kapten timnas Kroasia harus menerima kenyataan bahwa ia menerima penghargaan Golden Ball

JEWEL SAMAD / AFP
Luka Modric (depan) dan Paul Pogba berduel memperebutkan bola dalam laga final Piala Dunia 2018 Prancis vs Kroasia di Stadion Luzhniki, Moskow, 15 Juli 2018. 

TRIBUNKALTIM.CO - Luka Modric, kapten timnas Kroasia harus menerima kenyataan bahwa ia menerima penghargaan Golden Ball dengan setengah hati. 

Timnas Kroasia harus merelakan gelar Piala Dunia 2018 menjadi milik timnas Perancis pada partai final di Luzhniki Stadium, Moskow, Minggu (15/7/2018).

Tim arahan pelatih Zlatko Dalic harus menyerah dari Perancis dengan skor 2-4.

Baca: Catut Sejumlah Nama Tokoh, Suami Istri Pelaku Arisan Bodong Bawa Kabur Uang Rp 500 Juta

 

Empat gol Perancis diletatkan oleh Mario Mandzukic (menit 18-bunuh diri), Antoine Griezmann (38'-penalti), Paul Pogba (59'), dan Kylian Mbappe (65').

Final Piala Dunia 2018, Partai Puncak Paling Seru Kedua dalam Sejarah rtai final Prancis versus Kroasia menjadi laga paling seru dalam 60 tahun terakhir gelaran Piala Dunia.

Kroasia hanya membalas dua kali lewat aksi Ivan Perisic (29') dan Mandzukic (69').
Reaksi gelandang Kroasia Luka Modric dalam partai final Piala Dunia 2018 lawan Perancis di Stadion Luzhniki, Moskow, 15 Juli 2018.
Reaksi gelandang Kroasia Luka Modric dalam partai final Piala Dunia 2018 lawan Perancis di Stadion Luzhniki, Moskow, 15 Juli 2018. (AFP/GABRIEL BOUYS)

Kapten Kroasia, Luka Modric, mendapat titel "hiburan" yaitu gelar Golden Ball atau Pemain Terbaik Turnamen.

Baca: Daftar Serba Terbaik Piala Dunia 2018, Mulai Top Skor Sampai Kiper

Modric sendiri sudah dijagokan banyak media Eropa untuk memenangi gelar tersebut.

Namun, gelandang berusia 32 tahun itu harus menerima predikat Pemain Terbaik setengah hati karena gagal memenangi gelar utama.

Sebagian besar penggemar sepak bola bisa jadi familiar dengan karir sang maestro milik klub Real Madrid.

Tapi mungkin banyak yang tidak sadar dengan perjalanan terjal empat kali juara Liga Champions Eropa ini sebelum mencapai final Piala Dunia.

Lahir di Zadar, Kroasia, pada 9 September 1985, masa kecil Modrić penuh dengan konflik karena bertepatan dengan Perang Kemerdekaan Kroasia pada tahun 1991.

Baca: Final Piala Dunia 2018 - 6 Gol Tercipta, Partai Puncak Paling Produktif Dalam 60 Tahun Terakhir

Ketika perang semakin intensif, keluarganya terpaksa melarikan diri dari konflik dan ayahnya mendaftarkan diri menjadi tentara nasional.

Pada bulan Desember 1991, ketika Modrić berumur enam tahun, dia dan keluarganya terguncang oleh tragedi ketika kakeknya, bersama dengan enam warga sipil lansia lainnya dieksekusi oleh pemberontak Serbia yang merupakan bagian dari polisi SAO Krajina di desa Jesenice.

Rumah mereka dibakar habis.

Modrić dan keluarganya dipaksa hidup sebagai pengungsi selama tujuh tahun di Hotel Kolovare.

Mereka kemudian pindah ke Hotel Iž yang dikelilingi oleh suara granat meledak dan pecahan kaca.

Baca: Final Piala Dunia 2018 - 6 Gol Tercipta, Partai Puncak Paling Produktif Dalam 60 Tahun Terakhir

Modrić masih ingat betul dengan momen sulit dalam hidupnya itu.

Sepak bola hanya menjadi media pelarian diri dari konflik yang mengerikan yang melanda Kroasia pada awal tahun sembilan puluhan, lapor MailOnline.

Seorang juru bicara untuk Hotel Kolovare pernah menyatakan:

"Modrić telah memecahkan lebih banyak kaca di jendela hotel daripada apa yang telah diledakkan oleh bom."

"Dia bermain sepak bola non-stop di sekitar aula hotel."

Sebelum karirnya di lapangan hijau sukses besar seperti saat ini, Modrić juga menemui banyak kendala.

Tim sepak bola Kroasia HNK Hajduk Split memilih untuk tidak mengontrak Modrić karena dinilai terlalu muda dan tidak memiliki otot yang kuat sebagai seorang profesional.

Tapi kini Hajduk Split boleh jadi menjadi pihak yang paling menyesal dengan keputusannya.

Setelah memulai karier dan menandatangani kontrak dengan sang pesaing, Dinamo Zagreb, Modrić menjadi juara Liga Kroasia tiga kali, dua kali juara Piala Kroasia dan satu kali memenangi Piala Super Kroasia.

Modrić kemudian pindah ke Tottenham Hotspur di mana ia menjadi andalan dan kunci kebangkitan klub London Utara, dengan menorehkan 159 penampilan.

Mantan manajer Spurs, Harry Redknapp menggambarkannya sebagai:

"Neraka bagi musuh dan mimpi seorang manajer. Dia berlatih kesetanan dan tidak pernah mengeluh."

"Ia akan bekerja dengan dan tanpa bola di lapangan dan bisa mengalahkan pemain belakang dengan tipuan atau dengan umpan."

"Dia bisa masuk ke tim mana pun di empat besar."

Pada tahun 2012 Modrić menandatangani kontrak dengan Real Madrid, di mana ia dengan cepat memantapkan dirinya di tim utama di bawah asuhan Carlo Ancelotti, dan kemudian Zinedine Zidane yang di akhir musim 2017/2018 mengangkat trofi Liga Champions untuk tahun ketiga berturut-turut.

Tak heran bila Modrić tampak emosional ketika Kroasia menang 2-1 atas Inggris di semifinal Piala Dunia 2018.

Kini ia siap mencapai level yang lebih tinggi, menjadi juara baru Piala Dunia bersama Kroasia.

(TribunStyle/Yohanes Endra/BolaSport)

Mengenal Luka Modrić, dari Pengungsi di Perang Kemerdekaan Kroasia Sampai Finalis Piala Dunia 2018

Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Luka Modrić, Kapten Timnas Kroasia yang Dulunya Pernah Jadi Pengungsi Perang Kemerdekaan, http://jatim.tribunnews.com/2018/07/15/luka-modri-kapten-timnas-kroasia-yang-dulunya-pernah-jadi-pengungsi-perang-kemerdekaan?page=all.


Sumber: TribunStyle.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved