Transfer Pemain

Mantan Penjual Es Krim Itu Kini Bertransformasi Jadi Pemain Bernilai Rp 953 Miliar

Pria 21 tahun ini lebih memilih bekerja sebagai penjual es krim di kampung halamannya tersebut sembari bermain sepak bola.

OLLY GREENWOOD/AFP
Pemain Watford, Richarlison de Andrade (kiri), berdebat dengan gelandang Tottenham Hotspur, Eric Dier, dalam laga Liga Inggris di Stadion Vicarage Road, Watford, pada 2 Desember 2017. 

TRIBUNKALTIM.CO - Pemain termahal sepanjang sejarah Everton, Richarlison ternyata pada masa lalu sempat menjadi penjual es krim di kampung halamannya Brasil.

Richarlison resmi menjadi pemain sepanjang sejarah Everton setelah ditransfer dengan mahar 50 juta pound (953 miliar rupiah) dari Watford.

Nominal tersebut memecahkan rekor transfer pemain termahal Everton yang sebelumnya dipegang oleh Gylfi Sigurdsson.

Everton memboyong Sigurdsson dari Swansea City pada musim 2017-2018 dengan harga 45 juta pound.

Namun di balik gelimang uang yang Richarlison saat ini terima dari Everton, pemain asal Brasil ini memiliki masa lalu yang cukup sulit.

Richarlison lahir dari ayah yang berprofesi sebagai tukang batu dan ibu seorang petugas kebersihan di kota Nova Venecica, suatu daerah kumuh di tenggara Brasil.

Baca juga:

Mengapa Ali Mochtar Ngabalin Lebih Banyak Berbicara Mewakili Pemerintah? Begini Jawaban Johan Budi

Manajemen Borneo FC Siapkan Pengganti Marlon, Nabil Pastikan Berstatus Legiun Asing

45 Atlet Kaltim Bakal Berlaga di Asian Games, Ini Daftar Lengkapnya

TNI Turun Tangan Perbaiki Stadion Jakabaring yang Dirusak Oknum Suporter Sriwijaya FC dan Arema FC

Di kota yang dipenuhi oleh geng pengedar narkoba tersebut, Richarlison tumbuh di tengah keterbatasan untuk meraih mimpinya menjadi pesepak bola.

Dilansir BolaSport.com dari Daily Mail, Richarlison pada masa kecil kerap kali harus ditodong pistol oleh geng narkoba.

Hal tersebut terjadi setelah Richarlison melewati daerah terlarang yang diberlakukan oleh geng pengedar Narkoba karena ingin bermain sepak bola.

Meski di Nova Venecica kartel narkoba menjanjikan kehidupan yang layak, tapi Richarlison  enggan masuk kedalam bisnis tersebut.

Pria 21 tahun ini lebih memilih bekerja sebagai penjual es krim di kampung halamannya tersebut sembari bermain sepak bola.

"Mayoritas teman saya pergi untuk menjual narkoba di jalanan karena dari situ mereka menghasilkan banyak uang Tapi saya tahu itu salah, jadi saya menjual cokelat dan es krim serta mencuci mobil karena saya tahu itu pekerjaan yang tepat untuk membantu ibuku," ujarnya.

"Teman-teman saya selalu mengatakan kepada saya, ayo kemarilah, jangan menjadi gadis kecil kemarilah dan merokok bersama kami lalu menjual narkoba bersama-sama, Anda bisa menghasilkan lebih banyak uang," ujar Richarlison.

Keteguhan hati Richarlison di sepak bola akhirnya membuahkan hasil meskipun sang penyerang tak memiliki klub hingga usia 17 tahun.

Klub divisi dua Brasil, America Mineiro tertarik memberi kontrak dan saat itulah untuk pertama kalinya dirinya membeli sepatu sepak bola.

Sejak saat itu karier Richarlison berkembang cukup pesat dan kemudian berlabuh ke klub besar Brasil Fluminense.

Ketika di Fluminense inilah bakatnya tercium oleh Marcos Silva yang kala itu melatih Watford dan membawanya ke Inggris dengan nilai transfer 11 juta pound. 
Di Watford, ia mampu mencetak lima gol dari 12 laga awalnya di Liga Inggris

Namun penampilannya setelah itu menurun karena manajemen Watford memecat Marco Silva.

Nasib tampaknya memang menjodohkan Richarlison dengan Marco Silva.

Setelah Marco Silva resmi menjadi pelatih Everton musim ini, pelatih asal Portugal ini ngebet mendatangkan mantan penyerang timnas U-20 Brasil ini.

The Tofees akhirnya menyanggupinya dan mengubah Richarlison dari seorang penjual es krim menjadi pria seharga 50 juta pounds atau setara 953 miliar rupiah. (Bolasport.com)

Sumber: BolaSport.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved