Edisi Cetak Tribun Kaltim
Tak Ikut Imunisasi MR bisa Tularkan Penyakit
saat ini masih ada orangtua yang enggan melakukan vaksin imunisasi campak dan Measles Rubella (MR).
Penulis: tribunkaltim | Editor: Januar Alamijaya
TRIBUNKALTIM.CO ‑ Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim melalui Kepala Bidang P2PL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan), Soeharsono mengimbau, bahwa jika orangtua enggan mengimunisasi anak bisa menjadi sumber penyakit penularan.
Kata dia, sampai saat ini memang belum ada vaksi yang bersertifikasi halal.
Soemarsono menjelaskan, saat ini masih ada orangtua yang enggan melakukan vaksin imunisasi campak dan Measles Rubella (MR).
"Memang seperti yang disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI), bahwa sampai saat ini belum ada vaksin yang tersertifikasi halal. Tetapi, itu bukan berarti haram," kata Soeharsono di Samarinda, Kamis (2/8).
Baca: Jika Ingin Menang, Prabowo Disarankan Pertimbangkan 3 Nama Ini jadi Cawapres
Menurut dia, vaksin imunisasi untuk bayi, sebagai suatu ikhtiar dokter anak untuk melindungi anak‑anak dari penyakit campak dan indikasi rubella.
"Jadi, penting sekali, karena untuk melindungi dari kecatatan hingga kematian akibat rubella tersebut. Kalau ditanya halal atau haram, memang kita belum tahu. Karena belum ada sertifikasi halalnya," ucap Seoharsono,
Ketakutan‑ketakutan orangtua anak akan vaksin MR diharapkan tidak terus berlangsung, mengingat pentingnya vaksin MR dalam kesehatan anak tersebut.
"Ini sama dengan vaksin lain untuk anak. Sampai sekarang, vaksin untuk anak juga belum dapatkan sertifikasi halal. Tetapi, anak‑anak kita kan sudah dapatkan lebih dahulu. Semisal vaksin polio, sampai vaksin difteri yang kemarin sempat langka. Itu pun belum ada sertifikasi halalnya. Itulah mengapa kami himbau untuk tetap lakukan vaksin MR," katanya.
Baca: BPJS Keluarkan Aturan Baru, Rehabilitasi Medik Lebih 2 Kali Sepekan, Biaya Ditanggung Sendiri
Soeharsono menambahkan, dampak‑dampak yang bisa terjadi jika orangtua tidak lakukan vaksin MR kepada anak‑anaknya dikhawatirkan menjadi sumber penyakit menular.
"Kalau ada yang tak mau divaksin, otomatis dia bisa jadi sumber penularan. Akhirnya kan merugikan masyarakat yang lain. Dampaknya ini kan bisa tidak disadari. Misalnya ketulian, buta baru lahir, kemudian sakit jantung bawaan. Itu kemungkinan besar karena terinveksirubella pada saat kehamilan," katanya.
Vaksin MR, lanjut dia, nantinya akan dilakukan secara rutin hingga anak‑anak mencapai usai sekolah.
"Saat ini kan kampanye perkenalkan vaksin. Setelah itu, bayi usia 9 bulan dapat vaksis MeaslesRubella (MR). Kemudian usia 18 bulan dan kelas 1 SD. Itu jadwal imunisasi MR tersebut. Itu juga sebagai pengganti vaksin campak. Agustus ini kami harapkan semua anak sekolah bisa dapat imunisasi vaksin," pungkasnya.
Baca: Lahan Gililawa Darat TN Komodo Terbakar, Diduga Ulah Oknum Penumpang Kapal, Begini Dampaknya
Soal vaksin Campak dan Rubella (MR) belum mengantongi sertifikat halal, juga dibenarkan Kepala LPPOM MUI Kaltim, Sumarsongko. Menurut Sumarsongko, pihaknya juga masih menunggu jadwal pertemuan antara Kementrian Kesehatan (Kemenkes) dan LPPOM MUI, yang rencananya digelar dalam waktu dekat.
"Vaksin ini informasi awalnya kan belum bersertifikat halal. Tapi, sesuatu yang belum bersertifikat halal kan belum tentu haram. Sama seperti kita makan di warung yang belum ada sertifikat halalnya, kan belum tentu haram," kata Sumarsongko.
Meski demikian, kata Sumarsongko, sebaiknya Vaksin MR disertifikasi. Sehingga, status vaksin tersebut menjadi jelas.
"Segala sesuatu kan awalnya Mubah. Dengan proses, sesuatu yang Mubah itu bisa jadi halal, atau malah jadi haram. Untuk kehati‑hatian dan kepastian status, sebaiknya Vaksin MR disertifikasi saja," kata Sumarsongko.
Baca: Denada Harus Bohongi Putrinya Demi Cari Uang Untuk Pengobatan Shakira
Adanya sertifikasi halal pada Vaksin MR, lanjut Sumarsongko, akan menghilangkan pro dan kontra di masyarakat. Vaksinasi atau imunisasi, menurut Sumarsongko merupakan bagian dari usaha (ikhtiar) manusia untuk mendapatkan hidup yang sehat.
"Vaksinasi itu bagian dari ikhtiar. Ikhtiar itu wajib. Tapi, vaksinnya harusnya halal. Vaksinasi itu ikhtiar biar manusia sehat. Pencegahan lebih baik dari pengobatan. Lebih mudah dan murah," ujarnya.
Soal halal tidaknya sesuatu, kata Sumarsongko, tergantung dari dua hal. Yakni zat yang tergantung, maupun cara produksinya.
"Contohnya ayam. Ayam inikan halal. Tapi, kalau cara menyembelihnya tak sesuai syariat, kan jadi haram. Vaksin juga begitu," katanya lagi.
Dalam kondisi yang dinyatakan darurat, lanjut Sumarsongko, sesuatu yang haram juga bisa digunakan. Contohnya Vaksin Meningitis untuk jamaah haji dan umrah. Sebelum 2010, Indonesia tidak memiliki Vaksin Meningitis yang halal.
"Tapi, saat itu (2010) Pemerintah Arab Saudi mewajibkan jamaah yang mau umrah dan haji wajib sudah di Vaksin Meningitis. Karena darurat, akhirnya saat itu ulama mengeluarkan fatwa Vaksin Meningitis tetap haram bisa digunakan. Tapi sekarang, semua Vaksin Meningitis yang beredar di Indonesia sudah tersertifikasi halal semua," tutur Sumarsongko.
Baca: Lahir Rabu Pon, Anak Kahiyang Punya Weton Sama dengan Jokowi Kakeknya
Darurat atau tidaknya suatu kondisi, menurut Sumarsongko, tergantung dari beberapa hal. Pertama, vaksin tersebut belum ada penggantinya yang sepadan.
Kemudian, jika tak digunakan berpotensi mengancam nyawa atau kecacatan seumur hidup.
"Dan terakhir, kondisi darurat itu harus disampaikan oleh ahlinya, dalam hal ini dokter yang amanah," kata Sumarsongko.
Sementara itu, Ketua Komisi Fatwa MUI Balikpapan, KH Jailani Mawardi, menyebutkan ada tujuh rekomendasi tentang vaksin rubella. Lantaran Sempat ramai pembahasan yang mengundang pro‑kontra dari imunisasi Measles Rubella (MR).
Tentu saja, yang pro melihat manfaat kesehatan dari vaksin, sedangkan yang kontra memiliki pandangan, vaksin (MR) mengandung bahan tertentu yang tergolong tidak halal digunakan untuk imunisasi. Menanggapi hal ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan rekomedasi untuk pelaksanaan Imunisasi Measles Rubella.
"Kami di Balikpapan memacu pada Pusat, jangan dipancing‑pancing," kata Jailani saat memberikan informasi rekomendasi dari MUI Pusat.
Dalam Fatwa MUI nomor 4 tahun 2016 yang berisikan ketentuan mengenai imunisasi di dalamnya menjelaskan tentang imunisasi.
Dalam fatwa tersebut intinya ingin menyampaikan bahwa imunisasi pada dasarnya diperbolehkan sebagai usaha atau wujud ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh Anak serta mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. (anj/rad/dha)