Bocah 13 Tahun Lulusan SD Nekad Menikahi Siswi SMK, Kasus Pernikahan Dini Terulang Kembali
Kali ini, seorang bocah berusia 13 tahun yang baru lulus Sekolah Dasar (SD) berinisial RK ini menikahi seorang siswi SMK berinisial MA (17).
TRIBUNKALTIM.CO, BANTAENG--- Peristiwa pernikahan dini selalu menggemparkan. Disoroti, bukan saja dampak dari segi kesehatan wanita, tapi juga segi psikologis menghawatirkan.
Tapi, kenapa saja pernikahan dini terjadi lagi. Kasus pernikahan dini ini terjadi lagi di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Kali ini, seorang bocah berusia 13 tahun yang baru lulus Sekolah Dasar (SD) berinisial RK ini menikahi seorang siswi SMK berinisial MA (17).
Pernikahan dini ini terjadi di rumah mempelai wanita di Kecamatan Uluere, Kabupaten Bantaeng, yang berjarak sekitar 130 kilometer dari Kota Makassar, Kamis (30/8/2018) malam.
Juru bicara Kemenag Bantaeng, Mahdi yang dikonfirmasi, Jumat (31/8/2018), membenarkan adanya kembali pernikahan dini antara anak usia 13 tahun dengan gadis berusia 17 tahun ini.
Hanya saja, pernikahan dini tersebut tidak tercatat di kantor KUA Uluere.

Baca: Bertemu di Pasar Malam, Sepasang Remaja di Kalsel Menikah Dini
Baca: 7 Fakta Pelajar SMP Nikah Dini di Sulawesi Selatan, Siswi Berprestasi hingga Takut Tidur Sendirian
Baca: Bukan Hamil Diluar Nikah atau Dijodohkan, Siswi SMP Ini Nikah Dini karena Takut Tidur Sendirian
“Pernikahan antara pengantin pria berusia 13 tahun dan pengantin wanita berusia 17 tahun ini dilakukan oleh orangtuanya. Belum diketahui pasti, apakah ada imam saat ijab kabul. Mereka menikah tanpa sepengetahuan pihak KUA Uluere dan mereka diam-diam melangsungkan pernikahan itu tanpa melaporkannya,” katanya.
Mahdi menegaskan, jika mereka mendaftar ke kantor KUA Uluere dipastikan akan ditolak karena tidak melalui proses tahapan pernikahan seperti pencatatan di kantor KUA dan proses pembinaan pernikahan.
"Berbeda dengan pernikahan dini sebelumnya terjadi antara calon pengantin pria berusia 15 tahun dan pengantin wanita berusia 14 tahun terdaftar di KUA, karena mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama Kabupaten Bantaeng. Kedua calon pengantin ini mengajukan permohonan setelah ditolak oleh KUA,” ungkapnya.
Sebelumnya dua remaja asal Bantaeng, Sulawesi Selatan, FA (14) dan SY (15), akhirnya menikah, Senin (23/4/2018).
SY dan FA yang masih berstatus pelajar SMP menjalani akad nikah sekitar pukul 10.00 Wita di kediaman nenek mempelai wanita yang menjadi tempat tinggalnya selama ini di Jalan Sungai Calendu, Kecamatan Bantaeng.
Keduanya dinikahkan penghulu fungsional KUA Kecamatan Bantaeng, Syarif Hidayat.
Beberapa kasus pernikahan dini di Indonesia yang paling heboh adalah pernikahan Syekh Puji dan istrinya yang berusia 12 tahun, dan pernikahan mantan bupati Garut dengan wanita berumur 17 tahun.

Baca: Hamil Duluan 112 Pasangan Ajukan Dispensasi Menikah Dini
Baca: Kabar Pernikahan Habib Usman dan Kartika Putri Makin Senter, Mantan Istrinya Tulis Kalimat Begini
Baca: Donny Fatah: Mendiang Faldy Albar Belum Menikah Saat Meninggal di Usia 36 Tahun
Beragam komentar pun bermunculan.
Salah satunya berupa ketakutan akan dampak buruk yang rentan terjadi pada pernikahan dini.
Memang apa sajakah dampak burun yang rentan terjadi jika seseorang menikah di usia dini? Simak penjelasannya berikut ini.
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satunya yang memiliki usia di bawah umur, yakni di bawah 18 tahun.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dari 300,000 rumah tangga di seluruh provinsi di Indonesia, jumlah pernikahan dini di Indonesia pada 2015 mencapai angka 23%.
Sayangnya, pernikahan dini masih legal di Indonesia, usia minimal untuk menikah adalah 21 tahun, tapi wanita bisa menikah di usia 16 tahun dan pria di usia 19 tahun atas seizin orangtua.
Hal ini juga memengaruhi sekolah mereka, sebab kebanyakan anak yang menikah muda akan putus sekolah dan tidak melanjutkan pendidikan.
Kepala Pusat Kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia, Ikilah Muzayyanah mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor masih maraknya pernikahan di Indonesia.

Baca: Ayah Gadis yang Diduga Dirudapaksa Buka Suara; Ternyata YAP Pernah Menikah saat Berusia 14 Tahun
Baca: Menikah di Bali Kemarin, Begini Suasana Hari Bahagia Anggun C Sasmi dan Christian Kretschmar
Baca: Kimberly Ryder Melangsungkan Pernikahan dengan Edward Akbar
Di antaranya, budaya dan kurangnya pengetahuan tentang bahaya pernikahan dini.
“Orang masih menganggap kalau menolak lamaran pernikahan itu tidak sopan, mereka juga takut anak perempuannya jadi perawan tua,” ujar Ikilah
Biasanya, pernikahan dini dipengaruhi oleh adat istiadat atau kepercayaan.
Di beberapa daerah di Indonesia, masih ada budaya yang membuat anak wanita menikah dengan pria yang jauh lebih tua.
Selain budaya, wanita juga seringkali dipaksa menikah oleh orangtua mereka karena takut anaknya jadi perawan tua, khawatir anak melakukan seks bebas dan hamil di luar nikah, serta pria yang lebih mapan sehingga bisa memberi nafkah dengan baik.
Dampak Negatif Pernikahan Dini
- Menurut penelitian dari UNICEF, terdapat banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh pernikahan dini, yaitu:
- Wanita usia 10-14 tahun memiliki risiko lima kali lebih besar untuk meninggal saat hamil dan persalinan daripada wanita usia 20-24 tahun.
- 85% wanita mengakhiri pendidikan setelah menikah.
- Wanita yang menikah dini memiliki risiko tinggi untuk mengalami kecemasan, depresi, dan pikiran bunuh diri.
- Mereka masih tidak mengerti hubungan seks aman, sehingga meningkatkan risiko infeksi menular seksual seperti HIV.
- Pengantin anak memiliki peluang besar untuk mengalami kekerasan fisik, psikologis, emosional, dan isolasi sosial.
Pernikahan anak di bawah umur tentunya tidak bisa memenuhi semua syarat itu. Saat masih muda, sepantasnya kita masih belajar di sekolah dan berusaha mencapai cita-cita dalam hidup, bukan menikah. (tribun-medan.com/kompas)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Bocah 13 Tahun Lulus SD Ngotot Nikahi Siswi SMK, Pernikahan Dini Bikin Heboh Lagi, http://medan.tribunnews.com/2018/09/01/bocah-13-tahun-lulus-sd-ngotot-nikahi-siswi-smk-pernikahan-dini-bikin-heboh-lagi?page=4.
Editor: Salomo Tarigan