Gempa dan Tsunami di Sulteng
Melepas Trauma, Korban Gempa Menatap Masa Depan
Kini, para korban sedang berjuang melawan trauma dan bersiap menata kehidupan baru.
Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Nalendro Priambodo
TRIBUNKALTIM.CO,BALIKPAPAN - Gempa berskala 7.4 skala richter disertai tsunami yang melanda sebagian kota di Sulawesi Tenggara menyisakan duka dan trauma mendalam bagi korban.
Harta benda dan keluarga yang menemani sepanjang hidup, sebagian tinggal kenangan.
Kini, para korban sedang berjuang melawan trauma dan bersiap menata kehidupan baru.
Usman duduk santai di kursi berlapis kain lusuh tepat di pelataran Asrama Embarkasi Haji Batakan, Balikpapan.
Sudah empat hari, kakek delapan cucu ini memilih mengungsi dari Kabupaten Donggala ke Balikpapan bersama kedua anak dan cucunya.
Dengan ramah ia bercerita detik-detik sebelum musibah itu berlangsung.
Kala itu, seperti biasa, dibantu beberapa anaknya, ia sibuk mengepak berbagai buah-buahan dan sayur mayur dalam peti kayu, untuk dikirim ke berbagai kota di Kalimantan.
Tepat di peti keenam dari 11 peti dengan total muatan 1.8 ton, guncangan hebat terasa di berbagai penjuru.
“Saya lihat jalanan aspal retak di antara kaki saya, saya langsung teriak ke anak saya, ambil kunci mobil dan bawa lari keluarga ke tempat tinggi,” katanya.
Singkat cerita, semua keluarganya selamat. Namun, perjuangan hidup baru saja di mulai.
Semua harta benda yang ia kumpulkan selama 37 tahun menjadi pelaut, dan enam tahun menjadi tengkulak buah dan sayur mayur antar pulau, hilang tersapu gelombang.
“Sudah tidak ada apa-apa lagi di sana, rumah sudah rata dengan tanah,” kata pria 60 tahun yang sudah 37 tahun menjadi pelaut ini, menceritakan rumah tingkat dua yang baru usai ia bangun terletak 50 meter dari Pelabuhan Wani, Donggala, yang terdampak parah lindu disertai tsunami.
Baca juga:
Ratna Saumpaet Sempat Ungkap Cara Rio Dewanto Lakukan Pendekatan sebagai Menantu
Tanpa Tujuh Pemain Andalan, Pelatih Kiper Persib Bandung: Kekuatan Kami adalah Kesatuan Tim
Curhat Alami Cedera Bahu, Nama Asli Deddy Corbuzier Justru Terungkap; Respon Netter?
Tiga Gol Tercipta di Babak Kedua, Borneo FC Perpanjang Tren Positif
Hanya bermodal pakaian di badan, bersama keluarga, mereka mantab ikut kapal pengungsian ke Balikpapan.
Harapannya sederhana, memulihkan trauma sambil memikirkan cara bertahan hidup ke depan. Urusan harta, ia sudah ikhlaskan, tak perlu lagi dipikirkan, terpenting keluarga selamat.
“Saya tawakkal saja, serahkan semua dengan yang di atas, saya sudah ikhlas,” katanya tersenyum kecil.
Sikap itu menjadi modal bagus melawan trauma. Selama di asrama haji Batakan, pikirannya lebih tenang, tak kepikiran saudara dan tetangga yang hilang dan menderita.
Banyak kesibukan ia lakukan, mulai dari mengobrol dengan banyak orang baru dan jalan-jalan di sekitar kompleks asrama. Itu, ia lakukan agar pikirannya tak kosong yang berpotensi mengulang memori tragis dalam hidupnya.
“Saya terhibur di sini, tiap pagi dibawakan nasi kuning warga dan bicara dengan banyak teman,” katanya.
Sama dengan kebanyakan pengungsi yang menghuni asrama haji Batakan Balikapapan, Usman sekeluarga bisa dikategorikan pengungsi yang belum memiliki kota tujuan lain setelah ini.
Harapannya tinggal bantuan dari sanak keluarga yang tinggal di Tenggarong, atau bantuan modal usaha, memulai kembali bisnis jual beli buah dan sayur antar pulau.
Serupa, John, warga Donggala yang kini tinggal di asrama Haji Batakan, Balikpapan, mengaku, tak ingin terlalu dalam hanyut dalam kesedihan.
Istrinya dinyatakan meninggal, sementara, anak perempuannya yang berusia dua tahun dinyatakan hilang.
Hidup sebatang kara, iapun setuju diajak mengungsi ke Balikpapan, harapanya satu, memulai hidup baru. Rencanya, sang kakak yang tinggal di Banjarmasin, bakal menjemputnya kerja bersama di perkebunan sawit di Kotabaru.
“Banyak jalan, intinya kalau soal harta dan masa lalu, jangan terlalu dipikir berat. Intinya fokus ke depan,” katanya.
Sembari menunggu, untuk menghilangkan trauma, di pengungsian, pria 27 tahun ini, mengabdikan diri sebagai ‘relawan’ sesama korban. Ia rajin membantu distribusi makanan, mengajak penghuni baru bercerita masa depan, dan mendongeng buat anak-anak korban gempa. Sesekali, ia berkeliling kompleks asrama mencari suasana baru.
“Intinya jangan emosi, dan jangan sedih, kalau diam saja, nanti kepikiran anak belum ketemu. Kalau kepikiran, nanti kepala malah goyang-goyang,” katanya.
Pengunjung Diharap tak Mengorek Kronologi Kejadian
Sedikitnya, hingga Senin (8/10/2018) 71 pengungsi korban gempa dan tsunami Palu ditampung di Asrama Embarkasi Haji, Balikpapan. Mayoritas tiba di hari sama menumpang KM Labobar yang singgah di Pelabuhan Semayang, Balikpapan. Masih banyak korban yang datang dalam kondisi trauma.
“Ada anak kecil yang masih trauma dengan laut. Ada juga sebagian orang dewasa yang sudah bisa menerima keadaan,” kata Romiansyah, Kordinator Tagana Wilayah Balikpapan Timur yang ditunjuk sebagai Koordinator Relawan Asrama Embarkasi Haji, Balikpapan, ditemui Senin (8/10/2018).
Di lokasi penampungan sementara, pengungsi diinapkan selama beberapa hari dalam beberapa kamar berisi 10 ranjang yang tertata, toilet pun terlihat bersih. Sesama penghuni nampak asyik mengobrol, sebagian shalat magrib, dan sebagian lagi beristirahat dengan anak balita.
Rencananya, malam nanti, tim mendata jumlah balita, anak-anak, pra sekolah, dewasa dan lansia untuk memudahkan pemberian logistik dan program penyembuhan trauma yang dibantu, tim Layanan Dukungan Psikosisial.
“Mereka (pengungsi) makannya masih kurang kuat, dan kurang konsentrasi. Tapi, yang penting, kami berikan nasi kotak setiap kamar 10 orang,” katanya.
Dari hasil pendataan, akan terlihat mana saja pengungsi yang ingin berpindah lokasi, bersama keluarga di kota lain, menetap di Balikpapan, atau kembali ke Palu. Data ini, yang mereka serahkan ke tim lain untuk ditindaklanjuti.
Karena masih diliputi trauma mendalam, ia mengajak warga yang hendak bertemu dan menyerahkan bantuan, tidak mengorek-ngorek kronologi peristiwa gempa dan tsunami. Sebab, dikhawatirkan, hal itu malah memperlambat proses penyembuhan trauma, ibarat membuka luka lama yang menyulitkan menata masa depan.
Untuk logistik, diambil dari posko pusat pemkot dan di lapangan udara Dhomber. Romiansyah, belum berani menyebut berapa lama stok mampu bertahan.
“Stok di gudang masih berlimpah,” katanya. (*)