Gempa dan Tsunami Sulteng
Putri, Bocah Perempuan yang Saksikan Ayahnya Dihimpit Tanah Terbelah Kini Mulai Bisa Tersenyum
Jumat (28/9/2018), adalah momen yang tak mungkin dilupakan oleh Putri, momen di mana ia berpisah selama-lamanya dengan kedua orang tuanya.
Sampai lewat Magrib, Putri, Arya, dan Mahdiyah kembali diantar pulang ke Sindue.

Perjalanan pulang satu jam lebih, Putri tertidur dalam lelapnya di kursi tengah.
Sang tante, Mahdiyah, tak henti mengelus rambut Putri. Tampak betul, Mahdiyah sedang dalam prosesnya menjadi ibu pengganti bagi Putri.
"Insya Allah nanti kalau akte kematian Papa dan Mama Putri sudah terbit, saya mau bawa Putri kembali ke Palu. Supaya Putri dan Arya bisa sekolah lagi. Saya selalu bilang ke Putri doakan Mama setiap habis sembahyang. Putri harus mau sekolah lagi, tidak usah patah hati. Putri harus ceria terus. Selalu salat dan mengaji," kata Mahdiyah.

Tiba mengantar pulang Putri ke Desa Enu, Tim ACT berpamitan dengan Putri.
Walau hari sudah hampir larut malam, Putri tidak henti menyunggingkan senyumya, tanda duka sudah hampir hilang dari raut wajahnya.
Sembari bergelayut di gendongan Mahdiyah, Putri melambaikan tangan.
"Besok main lagi ke Enu ya, Kak, nanti 40 hari wafat Papa dan Mama, Putri mau kirim doa," kata Putri sambil tersenyum.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kisah Putri, Penyintas Gempa dari Perumnas Balaroa: Ayah Ibunya Meninggal Terjepit Tanah Terbelah