Hari Raya Nyepi 2019

Sederet Fakta Unik Ogoh-ogoh, Mirip Artis Terkenal hingga Pernah Ditiadakan di Samarinda

Ogoh-ogoh memang dikenal berbentuk menyeramkan. Bisa berbentuk raksasa besar berwana kuning hingga raksasa yang menyerupai naga berwarna ungu.

Penulis: Doan Pardede | Editor: Syaiful Syafar
TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HP
Mengarak Ogoh Ogoh-Sejumlah anak anak mengarak Ogoh ogoh lambang keburukan yang harus dibasmi,agar Samarinda aman dan damai, dari Pura Jagat Hita Karana Jalan Sentosa Kecamatan Sungai Pinang Samarinda, Jumat (20/3/2015). Rute ogoh ogoh pada perayaan Nyepi tahun saka 1937 menelusuri jalan Sentosa, jalanAhmad Yani, Jalan Brigjen Katamso diikuti ratusan umat Hindu Samarinda.(TRIBUN KALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO) 

TRIBUNKALTIM.CO - Perayaan Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu tentunya tak terlepas dengan arak-arakan Ogoh-ogoh.

Begitu juga dengan perayaan Hari Raya Nyepi 2019 yang jatuh pada Kamis 7 Maret 2019 besok.

Sejumlah daerah di Indonesia telah mempersiapkan arak-arakan Ogoh-ogoh.

Biasanya, arak-rakan Ogoh-ogoh yang merupakan tradisi unik dan sakral umat Hindu dengan mengarak patung besar berbentuk menyeramkan ini digelar di malam Pengerupukan, sehari sebelum puncak perayaan Nyepi.

Bermacam-macam bentuk dan warna ogoh-ogoh yang dirangkai dan dihias untuk menyambut Hari Raya Nyepi.

Ogoh-ogoh bisa berbentuk raksasa besar berwana kuning hingga raksasa yang menyerupai naga berwarna ungu.

Ogoh-ogoh memang dikenal berbentuk menyeramkan.

Namun, ogoh-ogoh ternyata memiliki berbagai fakta unik.

Dilansir jatim.tribunnews.com dari berbagai sumber, berikut ulasannya:

1. Asal nama ogoh-ogoh

Ogoh-ogoh sesungguhnya merupakan gambaran akan bhuta kala yang diwujudkan ke dalam suatu bentuk.

Bhuta kala berasal dari kata "Bhuta," artinya sesuatu yang sudah ada dan "Kala," artinya kekuatan atau energi.

Dalam ajaran Hindu Dharma, butha kala mempresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.

Bhuta kala sering digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan, biasanya dalam wujud Rakshasa, seperti naga dan gajah.

Dilansir dari Bobo (grup TribunJatim.com), penamaan ogoh-ogoh sendiri berasal dari sebutan dalam Bahasa Bali yaitu "Ogah-Ogah" yang artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan.

Kumpulan Ucapan Hari Raya Nyepi 2019, Copy dan Paste untuk Dibagikan Via WhatsApp dan Instagram

Jelang Hari Raya Nyepi, Simak Sejarah dan Makna Tradisi Perayaannya di Indonesia

2. Simbol energi negatif

Kemunculan ogoh-ogoh merupakan suatu bentuk simbolisasi.

Ogoh-ogoh dikatakan menyimbolkan energi-energi negatif sang bhuta kala, dengan perwujudan menyeramkan untuk dipralina (dilebur) dengan air maupun api.

Hal ini ditandai dengan dibakarnya ogoh-ogoh setelah selesai diarak.

Masyarakat mengerumuni ogoh-ogoh di Jembatan Surabaya, Jumat (16/3/2018)
Masyarakat mengerumuni ogoh-ogoh di Jembatan Surabaya, Jumat (16/3/2018) (TRIBUNJATIM.COM/TRIANA KUSUMANINGRUM)

3. Makna tersembunyi

Ogoh-ogoh merupakan cerminan sifat-sifat negatif pada diri manusia, sehingga pengarakannya dilakukan di berbagai lokasi di sekitar banjar atau desa dan melewati jalan-jalan utama sehingga tampak oleh semua warga.

Hal tersebut memiliki maknanya sendiri.

Dilansir dari TribunWow (grup TribunJatim.com), ogoh-ogoh yang dibangun secara bersama memberikan inspirasi atau ide kepada semua orang untuk bersedia melihat sifat-sifat negatif dalam diri kita dan menjadi terbuka karenanya.

Selain itu, ogoh-ogoh diarak keliling desa bertujuan agar setan-setan yang ada di sekitar desa itu ikut bersama ogoh-ogoh.

Karena setan-setan menganggap bahwa ogoh-ogoh merupakan rumah dan kemudian ikut dibakar oleh masyarakat.

Bandara Ngurah Rai Stop Operasional Saat Hari Raya Nyepi 2019, 468 Penerbangan Tidak Beroperasi

7 Maret 2019 Libur Nasional Nyepi, Berikut Fakta tentang Hari Raya Umat Hindu di Bali

4. Banyak versi cerita

Terdapat banyak versi cerita mengenai awal mula munculnya tradisi ogoh-ogoh ini.

Pertama, ada yang mengatakan bahwa awal mula tercetus ide membuat pawai ogoh-ogoh ini berkaitan dengan ditetapkannya Hari Raya Nyepi sebagai hari raya nasional oleh Presiden RI sekitar tahun 1983.

Perayaan atas tersebut ditandai dengan dibuatnya seonggok benda mirip patung yang kini dikenal dengan nama ogoh-ogoh.

Pembuatan ogoh-ogoh pertama kali dilakukan di Br Abiantubuh, Kesiman dengan pemrakarsanya, yaitu Bapak I Made Jayadi.

Ketika itu bentuknya masih sederhana, tubuhnya yang terbuat dari ambu (daun muda dari pohon enau) ditambah dengan topeng seadanya.

Cerita lainnya menyebutkan bahwa ogoh-ogoh dikenal sejak jaman Dalem Balingkang, dimana pada saat itu ogoh-ogoh dipakai pada saat upacara Pitra Yadnya (upacara untuk menghormati leluhur).

Lalu, ada pula yang berpendapat bahwa ogoh-ogoh terinspirasi dari tradisi Ngusaba Ndong-Nding di Desa Selat Karangasem.

Informasi lain menyebutkan bahwa ogoh-ogoh muncul sekitar tahun 70an.

5. Ogoh-ogoh di era modern

Dikutip dari Tribunnews.com (grup TribunJatim.com), dalam perkembangannya, ogoh-ogoh ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau bahkan penjahat.

Hari Raya Nyepi pernah tanpa Arak-arakan Ogoh-ogoh

Dalam Perayaan Hari Raya Nyepi di Kota Samarinda tahun 2018 lalu, arak-arakan atau pawai ogoh-ogoh ditiadakan.

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Samarinda I Ketut Witana ketika ditemui di sela-sela upacara Tawur Agung Kesanga yang digelar di Pura Jagat Hita Kirana, Jalan Sentosa, Jumat (16/3/2018) menjelaskan bahwa pawai ogoh-ogoh dalam sebuah perayaan Nyepi, memang bukanlah sebuah keharusan.

Dan kebetulan, jelas I Ketut Witana, perayaan Nyepi tahun di tanggal 17 Maret 2018 ini bertepatan dengan perayaan Hari Suci Saraswati, yang wajib dirayakan seluruh umat Hindu.

Umat Hindu di Samarinda dan sekitarnya melaksanakan prosesi rangkaian hari raya Nyepi, yakni Melasti di tepian sungai Mahakam, Minggu (11/3/2018).
Umat Hindu di Samarinda dan sekitarnya melaksanakan prosesi rangkaian hari raya Nyepi, yakni Melasti di tepian sungai Mahakam, Minggu (11/3/2018). (TRIBUN KALTIM/CHRISTOPER DESMAWANGGA)

Di Hari Raya Saraswati ini, seluruh umat Hindu akan bersembahyang dan memohon kepada Sang Hyang Widhi untuk dibebaskan dari kegelapan.

Dan perayaan Hari Raya Saraswati ini  tidak bisa ditunda-tunda dan wajib dilaksanakan.

"Tahun ini ini kami tidak menggelar arak-arakan ogoh-ogoh. Salah satu pertimbangan karena bertepatan dengan Hari Saraswati. Kemudian untuk mengatur waktu umat kami dalam Tawur Agung ini dengan melaksanakan upacara di rumah-rumah masing-masing, itu ada sedikit kendala. Sehingga kami tidak melakukan pawai dengan ogoh-ogoh," jelasnya.

Dan karena ada dua hari raya bersamaan dalam 1 hari, maka waktu yang ada harus dibagi. Berdasarkan hasil keputusan PHDI pusat, seluruh umat Hindu di Indonesia akan bersembahyang untuk Hari Raya Saraswati pada tanggal 17 Maret 2018 setelah pukul 00.00 - 06.00 Wita, sebelum dilaksanakan Catur Brata Penyepian.

"Kalau kami di Kota Samarinda ini pukul 00.30 sudah mulai," katanya.

I Ketut menuturkan, tujuan dari rangkaian kegiatan Nyepi adalah untuk merenungkan apa saja yang sudah dilakukan selama 1 tahun belakangan.

Dari perenungan tersebut, segala sesuatu yang kurang atau salah maka akan diperbaiki di tahun-tahun berikutnya.

"Harus lebih baik dari sebelumnya. Makanya kita melakukan dengan Catur Brata Penyepian. Dengan kita mengetahui keberagaman hidup kita 1 tahun yang lewat, kita bisa melakukan reinstrospeksi, melakukan perbaikan-perbaikan, untuk menuju kualitas yang lebih baik," jelasnya.

Umat Hindu, khususnya yang ada di Kota Samarinda, kata I Ketut, sangat mengapresiasi pembinaan yang sudah dilakukan Kanwil Kementerian Agama Kaltim kepada seluruh umat beragama selama ini.

Dimana jika ada satu agama yang merayakan Hari Raya, maka tokoh-tokoh agama lainnya akan diajak untuk bersilaturahmi. Khusus di perayaan Nyepi 2018 ini, acara silaturahmi ini akan digelar tanggal 20 Maret 2018 mendatang di Pura Jagat Hita Kirana, pukul 09.00 Wita.

Menurutnya, acara silaturahmi seperti ini memang sangat baik untuk menjaga dan memupuk kebersamaan, meningkatkan rasa toleransi, dalam rangka menciptakan keamanan dan ketertiban di Kota Samarinda.

"Jadi kami sebagai umat yang melaksanakan Hari Raya, nanti akan menjamu tokoh-tokoh agama lain itu," ujarnya. (*)

(Tribunkaltim.co/Doan Pardede)

Follow Instagram Tribunkaltim.co di bawah ini:

Subscribe Youtube Channel Tribunkaltim.co di bawah ini:

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved