Pemilu 2019
Hasil Quick Cout Dilaporkan ke KPU, Lembaga Survei Balik Pertanyakan Munculnya Angka 62 Persen
lembaga-lembaga survei itu hanya memperoleh sampel dari 2.000 TPS, sehingga hal itu tidak mewakili secara keseluruhan pemungutan suara.
Koordinator Pelaporan Djamaluddin Koedoeboen didampingi anggota tim Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandi, membuat laporan ke Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2019).

"Kami dari BPN Prabowo-Sandi, khususnya tim advokasi dan hukum, ke KPU RI melaporkan beberapa rekan-rekan atau lembaga survei yang selama ini atau beberapa kurun waktu, berapa hari ini menyiarkan berita-berita yang tidak benar, hoaks, dan bahkan menyesatkan," papar Djamaluddin, ditemui di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2019).
Dia menuding terdapat beberapa lembaga survei yang berpihak dan tidak profesional, karena mengeluarkan hasil hitung cepat alias quick countPilpres 2019.
Menurut dia, hasil penghitungan cepat lembaga survei di beberapa media TV nasional, sangat berbeda dari fakta di lapangan.

"Adanya beberapa lembaga survei yang sejak beberapa bulan berlalu telah berpihak kepada paslon capres tertentu, sebagaimana dugaan kami, bahkan terkesan menjadi tim sukses dari paslon tertentu," paparnya.
Atas dasar itu, dia meminta KPU menjatuhkan sanksi terhadap lembaga survei tersebut.
"Itu yang membuat mengapa BPN Prabowo-Sandi mendatangi KPU RI. Dan setelah itu kami ke KPU RI lagi memberikan surat yang sama agar memberikan sanksi, karena memang dimungkinkan memberikan sanksi kepada rekan-rekan yang memberikan survei lebih awal," bebernya.
Koalisi Aktivis Masyarakat Anti Hoaks dan Korupsi (KAMAHK) juga melaporkan enam lembaga survei yang merilis hitung cepat (quick count) dan exit poll Pemilu 2019, ke Bareskrim Polri, Kamis (18/4/2019).
Lembaga survei yang dilaporkan itu adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indo Barometer, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Charta Politika Indonesia, serta Poltracking Indonesia.
Kuasa Hukum KAMAHK Pitra Romadoni mengatakan, pihaknya mengajukan laporan delik aduan, di mana enam lembaga survei itu diduga melakukan kebohongan publik dan melanggar Pasal 28 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Terhadap hal ini kami meminta pihak Bareskrim Polri agar mengusut tuntas permasalahan hasil survei ini. Karena hasil survei ini banyak membingungkan masyarakat kita, khususnya quick count dari lembaga survei ini," ujar Pitra di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (18/4/2019).
Menurutnya, kebenaran hasil hitung cepat lembaga survei itu tidak dapat dipertanggungjawabkan secara real count, seperti penghitungan dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Menurutnya, lembaga-lembaga survei itu hanya memperoleh sampel dari 2.000 TPS, sehingga hal itu tidak mewakili secara keseluruhan pemungutan suara.
Pitra pun mempertanyakan di mana saja lokasi lembaga survei ini mengambil sampel TPS. Karena ia menilai hasil hitung cepat itu membingungkan masyarakat dan menggiring opini masyarakat.
"Jangan membuat kebingungan masyarakat kita. Ini sudah sangat dahsyat sekali penggiringan opini hitung cepat ini, apabila nanti nyatanya Prabowo yang menang, bagaimana nanti mempertanggungjawabkan ini?" Tanya dia.