Ledakan di Sri Lanka
PM Sri Lanka Ternyata Sudah Tahu Akan Ada Serangan Bom 10 Hari Sebelum Kejadian, 207 Tewas
Wickremesinghe menegaskan penyelidikan perlu dilaksanakan untuk mengetahui mengapa laporan intelijen tidak ditindaklanjuti oleh otoritas berwenang.
Selain menewaskan 207 orang, otoritas setempat menyatakan ledakan itu melukai 450 orang dalam insiden yang diduga dilakukan oleh pelaku bom bunuh diri.
Menteri Pertahanan Ruwan Wijewardena menyebut serangan itu sebagai aksi teroris yang dilakukan kelompok ekstremis meski belum ada yang mengklaim bertanggung jawab.
Mengutip dari Tribunnews, kabar duka datang dari Sri Lanka, saat ada perayaan Hari Raya Paskah, sebuah Gereja meledak. Kejadian serangan ledakan ini tidak hanya satu gereja tapi ada lebih dari satu.
Selain Gereja juga terjadi ledakan di hotel, hal ini berbarengan dalam satu rangkaian peledakan di Gereja.
Peristiwa petaka tersebut jelas membuat banyak korban jiwa dan korban luka. Sebab musabab ledakan di Gereja dan Hotel itu berasal dari ledakan bom, saat momen sebagian orang sedang ada yang rayakan Hari Paskah 2019.
Tidak sedikit yang jadi korban dari ledakan bom tersebut, jumlahnya lumayan banyak, berasal dari berbagai negara, tidak hanya warga Sri Lanka.
Kondisi Gereja St Sebastian pasca-serangan ledakan. Ledakan Terjadi di Tiga Gereja dan Tiga Hotel di Sri Lanka saat Kebangkitan Pakah, 52 Orang Tewas. (Facebook@sebastianchurch150)
Warga negara Inggris, Belanda, Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok menjadi menjadi bagian dari korban yang tewas dalam serangan bom pada Hari Raya Paskah di Sri Lanka, Minggu (21/4/2019).
Rangkaian dari delapan ledakan bom dahsyat telah menghancurkan Hotel-Hotel kelas atas dan Gereja-Gereja yang mengadakan kebaktian Hari Raya Paskah di negara tersebut.
Peta keberadaan Sri Lanka. (Tribunkaltim.co/Google Map)
Peristiwa itu pun menewaskan sedikitnya 207 orang, termasuk puluhan orang asing.
Dikutip dari laman Asia Times, Senin (22/4/2019), Perdana Menteri Ranik Wickremesinghe pun mengutuk serangan tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan 'pengecut'.
Hal itu karena serangan dilakukan saat pemerintah tengah memberlakukan jam malam yang tidak dibatasi pada seluruh kota di negara yang berpenduduk 21 juta orang tersebut.
Menurutnya, apa yang baru saja terjadi merupakan aksi kekerasan terburuk sejak berakhirnya perang saudara di Sri Lanka pada satu dekade lalu.