Kota Samarinda Jadi Destinasi Orang Terlantar dan Pengemis, Ini Beberapa Faktor Penyebabnya
Kota Samarinda jadi destinasi menarik bagi orang terlantar, pengemis, dan gelandangan. Dinas Sosial sampai meminta tambahan dana untuk mengatasinya
TRIBUNKALTIM.CO,SAMARINDA - Orang terlantar, gelandangan dan pengemis (gepeng) masih jadi persolan di Kota Samarinda.
Bukan hanya karena berkeliaran di berbagai sudut kota.
Namun, ketika mereka sakit, meninggal atau terpaksa dipulangkan ke kampung halaman.
Pemerintah Kota Samarinda kerap dibuat repot dengan urusan ini.
Pertama dijelaskan Kepala Dinas Sosial, Ridwan Tassa, karena orang terlantar ini, tak memiliki identitas yang jelas.
Sehingga sulit mengaktivasi kepesertaan mereka di BPJS Kesehatan saat mereka harus di rawat di fasilitas kesehatan.
Saat ini, jajaranya masih menghitung persis berapa jumlah orang terlantar di Kota Samarinda untuk dibantu dalam jaminan sosial ini.
Termasuk gepeng, selama ini, Dinas Sosial kerap kesulitan pembiayaan memulangkan mereka ke kota asal.
Misalnya di pulau Jawa, Sulawesi atau kota lain di Kalimantan ketika terjaring razia petugas.

Apalagi, kata Ridwan, dalam proses pemulangan ini, gepeng butuh pendamping yang memastikan mereka tak balik ke Kota Samarinda.
"Kita minta tambahan anggaran Rp 50 juta untuk pemulangan gepeng," katanya, usai gelar rapat membahas dana darurat penanganan orang terlantar di Balai Kota, Rabu (8/5/2019).
Termasuk pula, ketika orang-orang terlantar dan gepeng tadi meninggal dan tak ada yang mengurus.
Pemkot harus keluarkan anggaran biaya pemakaman.
Dari pengalaman dia, untuk biaya mengkafani, fardhu kifayah dan biaya di rumah sakit, membutuhkan Rp 3 juta per sekali tindakan.
Karena itu, Dinas Sosial meminta tambahan anggaran Rp 250 juta di APBD Perubahan, untuk penanganan orang terlantar dan gepeng ini.