Benarkah Ada Intervensi Istana Negara soal Penindakan Dugaan Makar? Ini Jawaban Ali Ngabalin
Ngabalin lalu menjawab dengan mengatakan permintaan dari Jokowi adalah meminta masyarakat untuk kembali bekerja dan selesai dengan hiruk pemilu.
TRIBUNKALTIM.CO - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengajak Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersumpah soal tudingan makar yang berasal dari pemerintahan.
Hal itu disampaikan Ngabalin saat menjadi narasumber di acara Prime Time News Metro Tv, Senin (13/5/2019).
Mulanya, pembawa acara Prime Time News, Andini Effendy bertanya soal adanya campur tangan pemerintah ke kepolisian soal penangkapan orang dengan tuduhan makar.
Ngabalin lalu menjawab dengan mengatakan permintaan dari Jokowi adalah meminta masyarakat untuk kembali bekerja dan selesai dengan hiruk pemilu.
Serta menyerahkan hasilnya pada penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Beberapa kali Beliau menyampaikan bahwa proses ini (pemilu) sudah berjalan dengan bagus, di Eropa, di Amerika, di beberapa negara- negara Asia telah memberikan (pujian) luar biasa kepada masyarakat Indonesia atas keberhasilan pemilu dengan teduh dengan tenang, karena itu biarlah proses ini berjalan."
"KPU sedang memverifikasi segala macam, menghitung situngnya apa segala macam."
"Biar ini menyerahkan ini kepada KPU sebagai badan independen mandiri sebagai badan yang diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan pemilu."
"Karena itu saya berkali-kali mengatakan bahwa polisi adalah institusi negara yang sangat profesional dalam penegakan hukum dan keamanan, karena itu masing-masing institusi memiliki kewenangan untuk punya tupoksi masing-masing sehingga kalau kita memulai dengan tuduhan, prasangka buruk, menghujat, mencaci maki enggak selesai-selesai," tutur Ngabalin.
Andini lalu kembali bertanya soal adakah arahan dari istana untuk menangkap orang yang diduga makar ini melalui kepolisian.
"Jadi memang tidak ada arahan dari istana untuk kepolisian terkait dengan kasus makar ini? Tapi memang dianggap serius?," tanya Andini lagi.
Ngabalin lalu menjawab bahwa dirinya juga telah mengajak Jokowi untuk bersumpah bahwa tidak ada intervensi dari istana soal makar.
"Sama sekali, ya makanya saya kan bilang kalau Anda menjadi orang Islam yang memiliki keimanan yang luar biasa, kemudian punya yakin terhadap tuduhan dan fitnah yang diarahkan pada istana dan pemerintahan Jokowi," kata Ngabalin.
"Saya sudah bilang pada presiden nanti saya wakili, mari kita bersumpah dengan demi Allah, dengan Qur'an dengan nama Allah, kita berhadapan karena jangan seluruh fitnah, adu domba, mencederai nama baik presiden, pemerintah, melakukan berbagai macam tindakan yang menyudutkan presiden dan pemerintah itu semua fitnah, sesat, dan menyesatkan karena kita kan memberikan kepercayaan pada kepolisian negara."
"Ada regulasinya, polisi begitu luar biasa sebagai keamanan dalam negeri. Menggunakan fungsi dan kewenangannya atas perintah UU, kita harus memberikan dukungan pada polisi."
"Negara ini enggak bisa kalau Anda sesuka hati melakukan apa saja yang Anda mau dalam negara ini kemudian memberlakukan hukum rimba, tinggal saja di hutan-hutan sana."
Lihat videonya di menit awal:
Diketahui, nama caleg PAN Eggi Sudjana menjadi satu di antara orang yang ditangkap pihak kepolisian karena dugaan kasus makar.
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Eggi Sudjana ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan makar oleh Polda Metro Jaya.
Eggi dilaporkan oleh Suryanto, relawan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin Center (Pro Jomac), karena menyerukan people power berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu 2019.
Status tersangka Eggi diumumkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.
Argo mengatakan ada undangan pemanggilan Eggi untuk dimintai keterangan sebagai tersangka pada Senin (13/5/2019).
Undangan pemanggilan Eggi teregister dalam nomor S.Pgl/3781/V/2019/Ditreskrimum.
"Betul (dipanggil) sebagai tersangka," kata Argo saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (9/5/2019).
Mengutip Kompas.com, Eggi menyebutkan, penetapannya sebagai seorang tersangka kasus dugaan makar tidak sesuai prosedur hukum dalam Kitab Hukum Acara Pidana.
"Poinnya adalah polisi tidak mengindahkan tahapan-tahapan. Karena kalau tuduhannya makar, maka tidak perlu namanya laporan polisi. Kalau saya betul-betul makar mestinya langsung ditangkap, namanya makar," ujar Eggi di depan Bawaslu, Jakarta Pusat, (Kamis 9/5/2019). (TribunWow.com/Tiffany Marantika/Ananda)
Tanggapan Amien Rais
Dewan Kehormatan PAN Amien Rais angkat bicara soal tim Asistensi Hukum bentukan Menkopolhukam Wiranto.
Menurut Amien Rais, tindakan Wiranto membentuk tim tersebut tergolong penyalahgunaan kekuasaan dan harus dibawa ke Mahkamah Internasional.
"Jadi pak Wiranto perlu dibawa ke Mahkmah Internasional, karena dia melakukan abuse of power," kata Amien di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa, (14/5/2019).
Ia menyebut, tim tersebut dibentuk untuk menyasar lawan politik pemerintah.
"Dengan kuasanya, dia akan membidik lawan-lawan politiknya. Di muka bumi ini orang ngomong ditangkap itu engga ada," katanya.
Ketua Dewan Kehormatan PAN itu lalu mengingatkan Wiranto untuk berhati-hati.
Ia memperingatkan agar Wiranto menghentikan kegiatan timnya itu.
"Wiranto hati-hati anda!"pungkas Amien.
Diketahui, tim bentukan Wiranto ini akan memantau dan mengkaji beberapa ucapan tokoh yang diduga melanggar hukum.
Sebelumnya tim asistensi hukum itu telah mengkaji ucapan dan aktivitas13 tokoh yang diduga melanggar hukum, salah satunya Amien Rais.
Hasil kajian tersebut nantinya akan dibawa ke penegak hukum.
Reaksi Sandiaga Uno
Calon Wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno juga menyinggung soal pembentukan Tim Hukum Nasional oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Kemananan, Wiranto saat memaparkan Kecurangan Pemilu 2019 yang digelar BPN Prabowo-Sandi, di Hotel Grand Sahid Jaya, Selasa, (14/5/2019).
Menurutnya tim yang dibentuk untuk memantau pernyataan sejumlah tokoh tersebut merupakan tindakan vulgar yang bertujuan untuk memberangus demokrasi.
"Ini adalah tindakan vulgar yang memberangus demokrasi dan kedaulatan rakyat," kata Sandiaga.

Tidak hanya itu menurut Sandiaga Pemilu 2019, disuguhi adanya pelumpuhan instrumen kontrol demokrasi.
Diantaranya pelemahan media massa yang lantang menyuarakan kubu oposisi. Selain itu diseretnya sejumlah ulama pada masalah hukum.
"Ada upaya sistematis melemahkan suara oposisi, penangkapan aktivis kriminalisasi para ulama, dan mereka yang menjadi penyuara hati nurani rakyat," katanya.
Tim mulai bekerja
Tim Asistensi Hukum bentukan Menteri Kordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan mulai bekerja mengkaji aktivitas dan ucapan 13 tokoh setelah pemilu 2019.
Menurut anggota tim, Romli Atmasasmita, aktivitas dan ucapan 13 tokoh sudah mulai dibahas bersama, Senin (13/5/2019).
"Benar hari ini sudah dibahas," ujar Romli Atmasasmita, yang juga Staf Khusus Menko Polhukam Bidang Hukum dan Perundang-Undangan ini kepada Tribunnews.com, Senin (13/5/2019).
Romli Atmasasmita menyebut sejumlah tokoh yang aktivitas dan ucapan sedang dikaji di antaranya Eggi Sudjana, Kivlan Zen, dan Amien Rais.
"Dari Eggi, Kivlan, Amien Rais, Habib," sebut Romli Atmasasmita.
Menurut dia, tugas tim adalah mengkaji apakah aktivitas serta ucapan yang dilakukan para tokoh tersebut mengandung unsur pidana atau tidak.
Setelah itu, hasil dari kajian itu akan diteruskan kepada pihak kepolisian.
Namun, dia tegaskan, pemerintah tak akan mencampuri urusan penegakan hukum yang sedang dilakukan polisi atau aparat penegak hukum lainnya.
"Tim hukum ini bukan untuk tim intervensi agar polisi mengambil langkah-langkah hukum. Tapi justru menjaga agar polisi bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku, justru menjaga itu," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya, kepolisian juga sudah melakukan proses hukum terhadap nama-nama tokoh yang disebut Romli Atmasasmita.
Respon Eggi Sudjana
Eggi Sudjana menanggapi langkah tim hukum nasional yang memasukan dirinya sebagai tokoh yang dikaji aktivitas dan ucapannya.
Menurut Eggi Sudjana, tim ini merupakan uji independensi bagi anggota tim yang berisi akademisi dari bidang hukum.
"Kalau terkait tim Asistensi, itu menarik karena banyak profesor doktor di sana. Juga teman-teman saya, diujilah independensi keilmuannya yang objektif," ujar Eggi Sudjana di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (13/5/2019).
Eggi Sudjana meminta tim Asistensi Hukum tidak memihak dalam membuat kajian.
Dirinya bahkan menilai gelar akademik para anggota tim asistensi bisa dicabut jika menilai dirinya layak jadi tersangka.
"Objektif artinya tidak memihak, jangan subjektif. Kalau profesor doktor masih berpendapat bahwa saya layak jadi tersangka saya kira profesornya mesti dibatalkan," tutur Eggi Sudjana.
Anggota tim
Dikutip dari kompas.com, tim Asistensi Hukum Polhukam yang dibentuk oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto sudah mulai efektif bekerja.
Pada hari ini, Kamis (9/5/2019), Wiranto memimpin rapat yang dihadiri oleh para-pakar dalam Tim Asistensi Hukum Polhukam.
Agenda rapat tersebut untuk membahas koordinasi pelaksanaan tugas Tim Asistensi Polhukam dengan lembaga lain.
Turut hadir dalam rapat itu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Wakil Kepala Polri Komjen Ari Dono, serta Kepala Bareskrim Idham Aziz.
"Sudah dibahas semuanya tadi oleh pakar hukum yang kita kumpulkan untuk membantu menelaah menilai melakukan evaluasi apakah aksi yang meresahkan masyarakat itu masuk kategori yang mana, pasalnya berapa, mau diapakan," kata Wiranto kepada wartawan usai rapat.
Wiranto mengatakan, Tim Asistensi Hukum Polhukam saat ini terdiri dari 22 pakar.
Jumlah itu terdiri dari pakar, staf Polhukam hingga anggota Polri.
Namun, tak menutup kemungkinan jumlah pakar dalam tim itu akan bertambah lagi.
Berikut daftar anggota Tim Asistensi Hukum Polhukam berdasarkan data yang diberikan oleh staf Wiranto:
1. Prof. Muladi, Praktisi Hukum
2. Prof. Romli Atmasasmita, Staf Khusus Menko Polhukam Bidang Hukum dan Perundang-undangan
3. Prof. Muhammad Mahfud MD, Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
4. Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, Guru Besar Universitas Krisnadwipayana
5. Prof. I Gede Panca Astawa, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran
6. Prof. Faisal Santiago, Guru Besar Hukum Universitas Borobudur dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Borobudur
7. Prof. Dr. Ade Saptomo, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila
8. Prof. Dr. Bintan R. Saragih, Ahli Ilmu Negara UI dan UPH
9. Prof. Dr. Farida Patittinggi, Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
10. Dr. Harsanto Nursadi, Ahli Administrasi Negara/ Hukum Tata Negara
11. Dr. Teuku Saiful Bahri, Lektor Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta
12. Dr. Teguh Samudera, Praktisi Hukum
13. Dr. Dhoni Martim, Praktisi/Akademisi
14. Kepala Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM
15. Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam
16. Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi, Informasi, dan Aparatur Kemenko Polhukam
17. Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri
18. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo
19. Kepala Divisi Hukum Kepolisian RI
20. Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri
21. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri
22. Indra Fahrizal, Staf Khusus Menko Polhukam Bidang Ekonomi dan Moneter
23. Asistensi Deputi Koordinasi Penegakan Hukum Kemenko Polhukam
24. Adi Warman, Sekretaris Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam
(Tribunnews.com/Taufik Ismail)
BACA JUGA:
Setelah Singapura Temukan Monkey Pox, Batam Waspada, Berikut Perbedaan Cacar Monyet dan Cacar Air
Lewati Musim Perdana di Indonesia, Bojan Malisic Mengaku Ingin Pensiun di Persib Bandung
UPDATE Hasil Real Count KPU Pilpres 2019 Jokowi vs Prabowo; Selasa 14 Mei, Data Masuk 80,61%
Istri Atur Siasat Bareng PIL untuk Habisi Suami, Ini Masalah yang Memicunya
Robert Rene Alberts Akui Persib Bandung Terlambat Bentuk Tim, Singgung soal Pergantian Pelatih
Like dan follow fanspage Facebook
Follow Twitter
Follow Instagram
Subscribe official YouTube Channel
Artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Ali Ngabalin Ajak Jokowi Bersumpah soal Tudingan Makar dari Kepolisian yang Dipengaruhi oleh Istana, https://wow.tribunnews.com/2019/05/15/ali-ngabalin-ajak-jokowi-bersumpah-soal-tudingan-makar-dari-kepolisian-yang-dipengaruhi-oleh-istana?page=all.