Gabung Pemerintah atau Tidak, M Syafi'i Akui Ada Perdebatan di Gerindra, Tapi Ini Sikap Prabowo

Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra Muhammad Syafi'i menuturkan perdebatan internal di Gerindra soal sikap politik. Ini keputusan Prabowo Subianto

Editor: Rafan Arif Dwinanto
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Calon Presiden Prabowo Subianto. Saat sidang MK sengketa Pilpres 2019 masih berlangsung, Prabowo Subianto terbang ke Jerman. Namun, Prabowo Subianto akan kembali sebelum sidang putusan MK. 

TRIBUNKALTIM.CO - Pasangan Joko Widodo dan Maruf Amin sudah ditetapkan sebagai pemenang Pilpres 2019.

Dengan demikian, pasangan Jokowi-Maruf tinggal menyusun Kabinet Kerja Jilid II.

Jokowi pun sudah pernah menegaskan membuka pintu bagi partai Koalisi Adil Makmur, untuk bersama pemerintah membangun Negeri.

Tawaran tersebut juga berlaku untuk Partai Gerindra yang didirikan Prabowo Subianto, lawan Jokowi  di dua edisi Pilpres terakhir.

Anggota Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra Muhammad Syafi'i menuturkan, ketua umumnya, Prabowo Subianto, ingin Gerindra tetap menjadi oposisi pemerintah pasca-Pilpres 2019.

Hal itu ia katakan saat ditanya terkait kecenderungan sikap Prabowo dan kemungkinan Partai Gerindra memutuskan untuk mendukung pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.

"(Prabowo cenderung) berada di luar pemerintahan," ujar Syafi'i saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).

Sikap Prabowo tersebut sejalan dengan keinginan mayoritas kader Partai Gerindra.

Syafi'i tak memungkiri adanya perdebatan di antara para kader soal posisi partai pasca-Pilpres 2019.

Namun demikian, Syafi'i menegaskan bahwa mayoritas para kader ingin Partai Gerindra tetap menjadi oposisi.

Menurut Syafi'i, Partai Gerindra sudah terbiasa menjadi oposisi.

Sehingga perdebatan mengenai arah dan sikap partai sudah semakin berkurang.

Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono periode 2009-2014, Partai Gerindra menempatkan posisinya sebagai oposisi pemerintah.

Kemudian pada periode 2014-2019 di bawah Pemerintahan Jokowi - Jusuf Kalla, partai yang diketuai oleh Prabowo Subianto itu kembali memilih menjadi oposisi.

"Mungkin karena sudah terbiasa jadi oposisi maka perbedaan pendapat apakah menjadi partai pendukung atau menjadi oposisi itu perdebatannya semakin berkurang," kata Syafi'i.

Sebelumnya, pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat bahwa tidak hanya PAN dan Demokrat yang berpeluang bergabung dengan koalisi pendukung pasca-Pilpres 2019.

Menurut Hendri, tak menutup kemungkinan Partai Gerindra akan memutuskan bergabung ke dalam pemerintahan setelah 10 tahun menjadi oposisi.

"Gerindra apakah mungkin?

itu mungkin saja terjadi.

Memang tergantung Pak Prabowo, tapi 15 tahun menjadi oposisi itu tidaklah mudah," ujar Hendri saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2019).

Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kiri) dan Sandiaga Uno (kedua kiri) usai memberikan keterangan pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan terkait perolehan suara Pilpres 2019 di kediaman Prabowo Subianto di Jakarta, Kamis (27/6/2019) malam. Dalam keterangannya, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menerima hasil keputusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan Pilpres 2019.
Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kiri) dan Sandiaga Uno (kedua kiri) usai memberikan keterangan pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan terkait perolehan suara Pilpres 2019 di kediaman Prabowo Subianto di Jakarta, Kamis (27/6/2019) malam. Dalam keterangannya, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menerima hasil keputusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan Pilpres 2019. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

TKN Puji Gerindra

Tim Kampanye Nasional atau TKN Jokowi-Maruf menghormati Partai Gerindra.

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua TKN Jokowi-Maruf, Arsul Sani, di kompleks parlemen Senayan, Senin (24/6/2019).

Menurut Arsul Sani, Partai Gerindra adalah Partai yang gentle.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional ( TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arsul Sani, mengatakan, TKN tidak menutup kemungkinan bagi partai oposisi untuk bergabung dalam koalisi pemerintah.

Menurut Arsul Sani, Partai Gerindra bahkan menjadi partai yang lebih dihormati oleh beberapa partai untuk masuk ke Koalisi Indonesia Kerja (KIK).

"Ada memang sebagian partai-partai di KIK yang katakanlah memberikan penghormatan lebih kepada Gerindra.

Kenapa?

Karena dianggap Gerindra lawan kontestasi yang gentle yang menggunakan jalur sesuai UU untuk kontestasi," ujar Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (24/6/2019).

Arsul Sani mengatakan, ada juga partai KIK yang berpendapat jika koalisi mau ditambah, Gerindra pantas mendapatkan tawaran.

Meski demikian, kemungkinan itu juga tergantung sikap Partai Gerindra.

Menurut Arsul, bisa saja Partai Gerindra sudah memiliki sikap terkait posisinya terhadap pemerintahan yang akan datang.

"Sekali lagi, apakah Gerindra berkenan atau tidak, ya itu kita kembalikan kepada mereka.

Yang jelas itu kita lebih hormati daripada yang proses pemilunya belum selesai, lebih pengin belok begitu," ujar Arsul Sani.

Adapun, parpol koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf mendominasi kursi di DPR.

PDI-P yang memperoleh 27.053.961 suara atau 19,33 persen diperkirakan memiliki 128 kursi di DPR.

Golkar memperoleh 17.229.789 atau 12,31 persen dan diperkirakan menguasai 85 kursi di DPR.

PKB memperoleh 13.570.097 suara atau 9,69 persen diperkirakan menguasai 58 kursi.

Partai Nasdem memperoleh 12.661.792 suara atau 9,05 persen yang diperkirakan menguasai 59 kursi di parlemen.

Sementara itu, Partai Persatuan Pembangunan memperoleh suara 6.323.147 atau 4,52 persen.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - A
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2017). JAKARTA, KOMPAS.com - A ((KOMPAS.com/Nabilla Tashandra))

Golkar Isyaratkan Tolak Gerindra

Rabu (19/6/2019) Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan Partai Gerindra tidak perlu bergabung ke partai politik koalisi pendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Dalam pernyataannya, Airlangga Hartarto selengkapnya mengatakan raihan kursi di DPR dari partai koalisi pendukung Jokowi-Mar'ruf sudah cukup kuat. 

Menurutunya, Gerindra memang memiliki jumlah kursi yang signifikan di DPR.

Namun, hal tersebut bukan berarti lantas membuat koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf tergiur untuk menarik Gerindra bergabung.

Saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (19/6/2019), Airlangga Hartarto mengatakan, "Ya dalam demokrasi yang sehat tentu ada yang di pemerintah, ada yang di parlemen yang check and balance ya," ujar Airlangga 

Menurut Airlangga Hartarto, kekuatan koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf di parlemen sudah cukup besar, yakni sekitar 60 persen.

Kekuatan itu dinilai sudah cukup untuk mengawal program kerja pemerintah selama lima tahun ke depan.

Saat dimintai penegasannya, apakah artinya Golkar menolak masuknya Gerindra, ia tidak menjawab lugas.

Airlangga mengatakan, politik merupakan sesuatu yang dinamis.

Baca juga :

Sederet Fakta Calon Menteri Jokowi, Ada yang Senyum, Siap dengan Syarat, dan Ada yang Tegas Menolak

Sudah Petakan Masalah Indonesia, Jokowi Diperkirakan Tak Kesulitan Bagi Jabatan Menteri

Yusril Ihza Mahendra Angkat Bicara Soal Posisi Menteri Jokowi, Lihat Manfaat dan Mudaratnya

Sekadar gambaran, parpol koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf sendiri sudah mendominasi kursi di DPR.

Antara lain:

  • PDI-P yang memperoleh 27.053.961 suara atau 19,33 persen diperkirakan memiliki 128 kursi di DPR.
  • Golkar memperoleh 17.229.789 atau 12,31 persen dan diperkirakan menguasai 85 kursi di DPR.
  • PKB memperoleh 13.570.097 suara atau 9,69 persen diperkirakan menguasai 58 kursi.
  • Partai Nasdem memperoleh 12.661.792 suara atau 9,05 persen yang diperkirakan menguasai 59 kursi di parlemen.

"Jadi sekarang saja koalisi kami sudah menguasai lebih dari 60 persen (kursi di DPR)," ujar Airlangga.

Jokowi Buka Pintu

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan membuka pintu selebar-lebarnya bagi partai politik oposisi yang ingin bersama parpol pendukung pemerintah periode 2019-2024.

Terutama bagi Partai Gerindra yang dipimpin rival Jokowi dalam Pilpres 2019, Prabowo Subianto.

Sebagaimana dikutip dari wawancara khusus dengan Jakarta Post, Rabu (11/6/2019) kemarin, Jokowi mengaku, membuka diri bagi siapa saja yang ingin bekerja sama membangun negara.

“Saya terbuka kepada siapa saja yang ingin bekerja sama untuk mengembangkan dan membangun negara bersama,” ujar Jokowi saat ditanya spesifik mengenai kemungkinan masuknya Gerindra ke koalisi pendukung pemerintah. (*)

SUBSCRIBE OFFICIAL YOUTUBE CHANNEL

BAGA JUGA

Terpilih Jadi Presiden, Berikut 10 Janji Jokowi yang Patut Ditagih, Ada Internet Anti Lelet

SEJARAH HARI INI: 1 Juli Hari Bhayangkara, Lihat Daftar Kapolri, Siapa Menjabat Paling Singkat?

Berbagi Status di Media Sosial Facebook dan Instagram Story Bisa Dilakukan Pakai WhatsApp

Akan Cerai dengan Song Joong Ki, Song Hye Kyo Tampak Kurus & Menangis, Ini Foto Kebersamaan Mereka

Kelakuan Hotman Paris Kini Ditiru Anak Bungsunya, Beginilah Lagaknya di Depan Kamera

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gerindra: Prabowo Ingin Tetap Berada di Luar Pemerintahan", https://nasional.kompas.com/read/2019/07/01/11290011/gerindra-prabowo-ingin-tetap-berada-di-luar-pemerintahan

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved