Hukuman eks Sekjen Golkar, Idrus Marham Bertambah Dua Tahun Plus Denda Rp 200 Juta, Ini Sebabnya
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memberi vonis 5 tahun penjara kepada Idrus MArham, terdakwa kasus suap PLTU Riau
TRIBUNKALTIM.CO - Hukuman eks Sekjen Golkar, Idrus Marham Bertambah Dua Tahun Plus Denda Rp 200 Juta.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman terdakwa kasus suap PLTU Riau-1, Idrus Marham, menjadi 5 tahun penjara.
Plus denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sebelumnya mengajukan banding atas vonis 3 tahun penjara denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan terhadap mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu.
"Menerima permintaan banding dari penuntum umum pada KPK dan penasihat umum terdakwa," demikian bunyi amar putusan banding seperti dikutip dari laman website Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/6/2019).
Dalam amar putusan tersebut juga berbunyi membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 9/Pid.Sus-TPK/2019/PN.JKT.PST. tanggal 23 April 2019 yang dimintakan banding tersebut.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Idrus Marham dengan pidana penjara selama 5 tahun," lanjut bunyi amar putusan.
Putusan banding itu dibacakan pada Selasa, 9 Juli 2019. Majelis hakim banding diketuai oleh I Nyoman Sutama, sedangkan Mohammad Zubaidi Rahmat dan Achmad Yusak, masing-masing sebagai anggota majelis.
Jaksa Penuntut Umum KPK, Lie Putra Setiawan, membenarkan sudah adanya putusan banding tersebut. Jaksa Lie menyebut putusan banding sesuai dengan tuntutan yang diajukan jaksa.
"Iya, diperberat.
Pidana yang dijatuhkan sudah sesuai tuntutan kami, tapi kami belum cek pasal-nya.
Semoga sama dengan tuntutan kami," kata Lie di Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Sementara itu, kuasa hukum Idrus Marham, Samsul Huda, megaku telah mengetahui putusan tersebut.
Namun ia belum memastikan apakah akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atau tidak.
Dalam kasus ini, Idrus divonis bersalah karena dinilai terbukti bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources, Johanes Budisutrisno Kotjo, sebesar Rp2,25 miliar terkait proyek PLTU Riau-1.

Temuan Idrus Marham ketahuan ngopi tersebut dikuak Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya atas penyelidikan maladministrasi yang dilakukan oleh petugas pengawal tahanan dan Kepala Rutan Klas 1 Jakarta Timur Cabang KPK.
"Kami menemukan ternyata Saudara Idrus Marham melakukan kegiatan lain selain berobat," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P Nugroho di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2019).
Sebelumnya, Idrus Marham meminta izin kepada penuntut umum Heradian Salipi dan Kepala Rutan Deden Rochendi untuk berobat gigi di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (RS MMC), Jakarta Selatan pada 21 Juni 2019.
Namun dari hasil rekaman kamera CCTV RS MMC, setelah berobat dan Salat Jumat, mantan menteri sosial itu tertangkap kamera sedang bersantai di kedai kopi rumah sakit bersama keluarga dan beberapa orang yang diduga penasihat hukum, ajudan atau kerabat.
Ia ditemukan tidak langsung kembali ke rutan, melainkan bersantai di kedai kopi sejak pukul 12.39 WIB hingga 15.30 WIB. Bahkan, ia dengan bebas menggunakan telepon seluler.
Idrus Marham dapat bergerak bebas karena tidak mengenakan borgol dan seragam rompi tahanan.
Berdasarkan penyelidikan Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, peristiwa ini sebagai maladministrasi pihak rutan serta tindak pidana suap kepada pengawal tahanan bernama Marwan.
Marwan tertangkap kamera di depan kedai kopi rumah sakit menerima suap berupa uang tanpa bungkus dari pria berkacamata yang diduga ajudan, kuasa hukum atau kerabat Idrus.
"Kalau dari rekaman video CCTV, setelah diberikan, Saudara M (Marwan) mengambil uang ratusan ribu berwarna merah dan dimasukkan ke dalam tasnya," kata Asisten Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Indra Wahyu menambahkan.
Rekomendasi Ombudsman
Ombudsman RI (ORI) mengeluarkan rekomendasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus plesiran tahanan korupsi PLTU Riau-1, Idrus Marham.
Rekomendasi tersebut berupa perbaikan sistem pengawasan internal KPK terhadap pola kerja tahanan di rutan. Karena diduga sistem tersebut dinilai belum mumpuni.
"Dalam hal ini tindakan korektif yang kami sampaikan ke pimpinan KPK adalah, pertama pimpinan KPK harus memberikan teguran kepada kepala biro umum, direktur pengawasan internal dan kepala bagian pengamanan terkait maladministrasi yang diuraikan sebelumnya," ujar Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (16/7/2019).
Kedua, kata Teguh, pimpinan KPK harus melakukan evaluasi pelaksanaan tugas kepala biro umum, direktur pengawasan internal dan kepala bagian pengaman terkait perawatan tahanan.
Sebab menurut ORI, hal ini dinilai mampu mencegah tindakan serupa yang dilakukan Idrus Marham yang bekerjasama dengan pengawal tahanan KPK atas nama Marwan.
"Kami meminta kepada para pejabat tersebut untuk memahami dan menyusun peta potensi maladministrasi, serta melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan petugas pengamanan dan pengawalan tahanan KPK, serta petugas cabang rutan KPK melalui inspeksi mendadak, pengamatan tertutup dan pemeriksaan administratif kepada tahanan KPK," jelas Teguh.
Kemudian ORI juga merekomendasikan KPK menyusun buku petunjuk teknis terhadap proses pengawalan tahanan KPK, yakni tetap menggunakan borgol dan rompi tahanan.
Selain itu, KPK juga diminta melakukan evaluasi terhadap kinerja pelaksana tugas kepala rutan dan pelaksana harian kepala rutan dalam penyelenggaran administrasi pengeluaran tahanan.
Pengawal Tahanan KPK Disogok Rp 300.000
Pengawal Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berinisial M dipecat instansinya.
M dipecat lantaran diduga menerima Rp 300.000 saat mengawal terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, Idrus Marham.
Diketahui, pada Jumat (21/6/2019) M mengawal Idrus Marham yang tengah berobat di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (RS MMC), Setiabudi, Jakarta Selatan.
"Hal ini sudah kami temukan sebelum Ombudsman menyelesaikan pemeriksaan hari ini. Karena itu, KPK langsung mengambil keputusan tegas dengan sanksi berat Saudara M telah diberhentikan dengan tidak hormat," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada pewarta, Selasa (16/7/2019).
Sebelumnya, berdasarkan temuan Tim Ombudsman dari bukti salinan rekaman CCTV (kamera pengawas) menunjukkan bahwa M tidak melakukan pengawasan secara melekat terhadap Idrus Marham dan tidak dapat bertindak tegas atas pelanggaran yang dilakukan oleh Idrus Marham.
Hal tersebut tertuang dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) terkait malaadministrasi dalam Proses Pengeluaran dan Pengawalan Tahanan di Cabang Rutan KPK atas nama Idrus Marham pada saat izin berobat ke RS MMC pada 21 Juni 2019.
Sebelumnya, Direktorat Pengawasan Internal KPK juga telah menyampaikan hasil pemeriksaan pada pimpinan KPK terkait dugaan pelanggaran dalam proses pengawalan tahanan Idrus untuk izin berobat.
"Pimpinan memutuskan saudara M pengawal tahanan tersebut diberhentikan dengan tidak hormat karena terbukti melakukan pelanggaran disiplin sebagaimana yang diatur di peraturan tentang kode etik KPK dan aturan lain yang terkait," kata Febri.
Ia menyatakan, lembaganya melakukan proses pemeriksaan dan penelusuran informasi tersebut dilakukan sendiri oleh Pengawasan Internal KPK dengan cara pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang mengetahui dan mempelajari bukti-bukti elektronik yang telah didapatkan.
Direktorat Pengawasan Internal KPK juga menegaskan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya terus akan menerapkan prinsip zero tolerance terhadap pelanggaran yang terjadi.
"Selain memberikan sanksi terhadap pelanggaran tersebut, KPK melakukan pengetatan terhadap izin berobat tahanan. Selanjutnya, seluruh pengawal tahanan juga telah dikumpulkan untuk diberikan pengarahan tentang disiplin dan kode etik. Hal ini sekaligus sebagai bentuk upaya pencegahan yang dilakukan secara terus-menerus," ujar Febri.
Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan pihaknya menemukan hal selain maladministrasi dalam proses pengeluaran dan pengawalan Idrus Marham yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diketahui terdakwa kasus korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 tersebut menjadi perbincangan karena berada di luar Rutan.
Alamsyah mengatakan, temuan tersebut cukup serius sehingga pihaknya belum bisa mempublikasikannya kepada publik dan memilih untuk menemui langsung pimpinan KPK untuk menyampaikan temuan tersebut guna menghindari munculnya spekulasi liar.
• Idrus Marham Tahanan KPK Ketahuan Ngopi di Luar Rutan, Diduga Sogok Pengawal Rp 300.000
• Tak Nikmati Uang Hasil Korupsi, Eks Sekjen Golkar Idrus Marham Dijatuhi Vonis Tiga Tahun Penjara
• Saat Habib Idrus Al Habsyi Ungkap Persatuan Nomor Satu, Pilpres Nomor Dua di Malam Munajat 212
Ia menjelaskan, temuan tersebut didapatkannya dalam proses pemilahan temuan-temuan lain yang bersifat maladminsitrasi.
Akibatnya pihaknya belum bisa mempublikasikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) saat memaparkan sejumlah maladministrasi yang ditemukannya dalam proses tersebut dalam konferensi pers di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Rabu (3/7/2019).
"Dari proses itu, tentu setelah dipilah, dapat, saya menyatakan ini sangat serius, kita panggil dulu pimpinannya sehingga nanti infromasi itu tidak menjadi spekulasi macam-macam di internal KPK," kata Alamsyah.
Alamsyah menjelaskan pihaknya telah memiliki barang bukti berupa fisik dan keterangan terkait temuan tersebut.
"Bukti berupa keterangan dan fisik," kata Alamsyah.
Ia juga menjelaskan, bahwa investigasi yang dilakukan pihaknya terkait dengan proses pengeluaran dan pengawalan Idrus Marham tersebut dilakukannya berdasarkan Undang-Undang.
Alamsyah pun menegaskan, apa yang dilakukan pihaknya bukan semata-mata untuk mencari-cari kesalahan KPK melainkan karena bentuk kecintaannya kepada KPK yang merupakan milik masyarakat.
"Undang-Undang mewajibkan kita untuk melakukan investigasi atas prakarsa sendiri atas dugaan malafministrasi, kalau tidak melakukan kita bersalah. Bukan mau cari-cari ini, kita juga sudah punya kriteria, mana yang harus cepat mana yang bisa ditunda," kata Alamsyah.
Diberitakan sebelumnya, terdakwa kasus korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1, Idrus Marham, dikabarkan menyalahi penggunaan waktu ketika berobat ke RS MMC Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2019) pekan lalu.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan kepergian Idrus untuk berobat ke RS MMC udah sesuai penetapan Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 260/Pen.Pid/TPK/2019/PT.DKI.
Kemudian Hakim mengabulkan permohonan dari tim penasihat hukum Idrus untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di luar Rutan KPK, yakni Dokter Spesialis Gigi RS MMC.
"Jadi KPK membawa IM (Idrus Marham) ke RS MMC adalah dalam rangka pelaksanaan penetapan pengadilan tinggi DKI, karena penahanan IM yang sudah menjadi terdakwa saat ini berada pada ruang lingkup kewenangan pengadilan," kata Febri kepada wartawan, Kamis (27/6/2019).
Setelah dibawa dari Rutan KPK pada pukul 11.06 WIB, lanjut Febri, Idrus dibawa ke RS MMC untuk melakukan proses berobat sesuai penetapan yang diberikan.
Akan tetapi karena proses pengobatan belum selesai, sementara waktu sudah mendekati salat Jumat, maka Idrus dibawa ke lokasi terdekat yang memungkinkan untuk dilakukan ibadah salat Jumat.
"Kami duga pada saat proses inilah video yang ditayangkan diambil. Dan sebagaimana yang disampaikan KPK sebelumnya, karena akan berangkat menuju tempat salat Jumat maka tahanan tidak diborgol dan tidak menggunakan baju tahanan KPK namun berada dalam pengawasan ketat oleh bagian pengawalan tahanan," ungkap Febri.
Kata Febri, setelah melakukan salat Jumat, Idrus kembali dibawa ke RS MMC untuk dilakukan proses pengobatan lanjutan.
Setelah selesai, Idrus kembali dibawa dan sampai di Rutan KPK pada pukul 16.05 WIB.
Sedangkan terkait dengan penggunaan HP, ujarnya, petugas KPK telah melarang Idrus ketika HP diberikan oleh ajudan Idrus yang menunggu di RS MMC sebelumnya.
"Namun IM bersikeras ingin menghubungi istri sebentar saja, dan kemudian mengembalikan HP ke ajudannya. Pihak ajudan IM yang telah menunggu di RS sebelumnya menggunakan HP-nya untuk menghubungi istri IM," pungkas Febri. (*)
Subscribe YouTube newsvideo tribunkaltim:
Baca juga:
Rocky Gerung: Visi Misi Jokowi, tak Ada yang Baru dan tak Tajam, Reaksi Adian Bikin Penonton Ketawa
Sedih, Bayi di Nunukan Terjangkit Virus Rubella, Pendengarannya Tak Merespon
Launching Honda X-ADV 150 di GIIAS 2019, Simak Spesifikasi Detail Motor yang Mirip Honda PCX 150 Ini
Persib Bandung Hadapi Sejumlah Masalah Setelah Menang atas Kalteng Putra
Ayu Ting Ting Sebut Menyesal Menikah & Bercerai dengan Enji, Bilqis Sering Minta Papa
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Perberat Hukuman Idrus Marham jadi 5 Tahun, https://www.tribunnews.com/nasional/2019/07/18/pengadilan-tinggi-dki-jakarta-perberat-hukuman-idrus-marham-jadi-5-tahun.