Ibu Kota Baru
Ibu Kota Baru di Bukit Soeharto? Nunu Anugrah Sebut Baru Lihat Potretnya, Belum Ada Kepastian Dimana
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan, Nunu Anugrah, menjawab soal Ibu Kota Baru di Bukit Soeharto Kalimantan Timur. Ini penjelasannya.
Penulis: Ilo | Editor: Mathias Masan Ola
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Rencana mengenai pemindahan ibu kota Indonesia sudah mencuat ke khalayak ramai. Konsep Ibu Kota Baru negara Indonesia sudah diramaikan, seolah bukan lagi sebatas wacana akan ada pemindahan ibu kota Indonesia.
Salah satunya, kedatangan Presiden Joko Widodo ke beberapa tempat di Pulau Kalimantan yang bisa dikatakan menjadi lokasi calon Ibu Kota Baru Indonesia.
Waktu itu Presiden Joko Widodo mendatangi lokasi yang disebut calon wilayah Ibu Kota Baru Indonesia. Presiden Joko Widodo tidak memberi karpet merah bagi Pulau Jawa untuk menjadi tempat pemindahan ibu kota Indonesia.
Bersama Bappenas, Presiden Joko Widodo membeberkan informasi Ibu Kota Baru Indonesia tidak akan di Pulau Jawa akan tetapi di luar Pulau Jawa, memilih tempat calon Ibu Kota Baru yang dianggap kecil kemungkinan terkena dampak bencana alam.
Satu di antaranya, lokasi yang dijajaki Presiden Joko Widodo ialah Tahura Bukit Soeharto di Kalimantan Timur.
Nah, Presiden Joko Widodo menapaki daratan Bukit Soeharto, melihat secara langsung lokasi yang digadang-gadangkan sebagai tempat tujuan pemindahan ibu kota Indonesia.
Kedatangan Presiden Joko Widodo ke Bukit Soeharto pun didampingi oleh Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Hadi Muluyadi yang saat itu mengenakan busana kemeja berkerah putih, mirip apa yang dikenakan oleh Presiden Joko Widodo.
Soal keterpilihan Bukit Soeharto, Kalimantan Timur sebagai lokasi Ibu Kota Baru pun ditanggapi positif warga Kalimantan Timur.
Satu di antaranya datang dari akademisi yang juga sebagai ahli ekonomi Kalimantan Timur, Aji Sofyan Effendi yang tegaskan, Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur dianggap cocok.
Potensinya pun sangat mendukung, tidak lagi diragukan keberadaan infrastrukturnya jika dibandingkan di daerah Kalimantan yang lain.
Keberadaan Bukit Soeharto menjadi incaran tempat pemindahan ibu kota Indonesia jelas pilihan yang tepat. Kata Aji Sofyan Effendi, para peneliti sudah bertahun-tahun mendalami dan mengenali Bukit Soeharto, punya kandungan air yang bisa dibilang tidak akan membuat khawatir.
“Kandungan air di Tahura Bukit Soeharto itu besar. Itu yang hari kita katakan ke Bappenas disana,” ungkap Aji Sofyan Effendi.
Keberadaan Bukit Soeharto di Kalimantan Timur kini memang banyak ragam aktivitas.
Dimulai dari adanya praktek dugaan pertambangan illegal, hutan konservasi.

Sampai aksi pembalakan liar pun jadi hal populer di berbagai lini pemberitaan media massa.
Soal Bukit Soeharto jadi kandidat Ibu Kota Baru Indonesia, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan memberikan pendapat pada Kamis (25/7/2019) pagi.
Disampaikan di ruang kerja pimpinan lembaga tersebut, di bilangan Jalan Jenderal Sudirman, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Kepada Tribunkaltim.co, Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan, Nunu Anugrah, menegaskan, melihat calon lokasi Ibu Kota Baru bukan hanya sekedar terpisah-pisah, harus dilihat secara meluas, apalagi calon daerahnya bukan saja Bukit Soeharto.
"Kan ada di Gunung Mas, Palangkaraya Kalimantan Tengah, Bukit Soeharto di Kalimantan Timur, masing-masing ada potensinya," ujar Nunu Anugrah, pria kelahiran 30 Januari 1973 ini.
Saat ditanya potensi Bukit Soeharto menjadi lokasi Ibu Kota Baru negara Republik Indonesia, Nunu, menyatakan, lembaganya tidak bisa menilai soal kelebihan dan kelemahan dari masing-masing calon lokasi Ibu Kota Baru.
"Sekarang itu baru lihat potretnya saja. Belum ada kepastian ada dimana. Perlu ada lagi pendalaman soal lokasinya. Lagi komunikasi mana daerah yang cocok, perlu ada kajian lagi secara detail," tegas Nunu Anugrah.
Menurutnya, penetapan lokasi Ibu Kota Baru bukan melihat dari satu sisi saja, ada daerah lain yang punya potensi juga. Dan pastinya ini pun bukan lagi urusan satu lembaga akan tetapi melibatkan semua pihak, ada koordinasi dan komunikasi untuk bersama-sama mencari lokasi ideal pemindahan ibu kota Indonesia.
"Harus terintegrasi semua lembaga, nanti yang putuskan di pusat sana. Kami saat ini juga masih belum bisa dapat informasi terbaru, apalagi kajian-kajiannya," tutur Nunu Anugrah, yang lulusan dari Institut Pertanian Bogor.
Dia pun berharap, proses penentuan lokasi Ibu Kota Baru perlu ada kajian mendalam, menerapkan integrasi antar lembaga satu sama lain, bersama-sama mengkaji lokasi yang layak jadi Ibu Kota Baru.
"Dari pusat sudah lama kaji ( pemindahan ibu kota Indonesia ). Saya menilai ini prosesnya masih panjang," ungkap Nunu Anugrah, pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat ini.
Berikut ini ada lokasi yang dianggap sebagai calon daerah Ibu Kota Baru Indonesia, menyadur dari Kompas.id dengan judul pemindahan ibu kota Indonesia:
1. Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah:
Kabupaten Katingan yang terletak di segitiga emas Kalimantan Tengah tersebut menjadi salah satu calon kuat lokasi ibu kota Indonesia yang baru.
Selain tidak ada ancaman bencana geologis, wilayah di sisi barat Kota Palangkaraya tersebut mempunyai modal lahan yang cukup luas untuk lokasi pembangunan pusat pemerintahan baru.
Hanya saja, tetap dibutuhkan pembenahan infrastruktur, seperti kesehatan, pendidikan, dan jalan.
Kelebihan
Terletak di tengah wilayah Indonesia (jarak ke ujung barat sekitar 2.500 kilometer & jarak ke ujung timur sekitar 3.000 kilometer).
Akses mudah ke wilayah pesisir (sekitar 160 kilometer dari pantai dan waktu tempuh normal sekitar empat jam).
Masih tersedia lahan kosong. Luas lahan tak terbangun sekitar 99 persen dari total luas seluruh wilayah (lebih dari 2 juta hektar).
Kondisi kepadatan penduduk masih rendah, yaitu 8 jiwa per kilometer persegi.
Wilayah didominasi topografi datar hingga landai.
Sedikit berbukit di bagian utara.
Tidak ada ancaman bencana geologi (sesar).
Kinerja ekonomi terus meningkat hingga mencapai 6,56 persen pada tahun 2017.
PDRB per kapita naik mencapai Rp 41,17 juta pada tahun 2017.
Kekurangan
Infrastruktur jalan belum memadai (total 32,34 persen jalan yang beraspal & didominasi kondisi jalan tanah).
Ketersediaan RS dan sekolah masih sangat kurang.
Layanan kesehatan didominasi layanan posyandu.
Kualitas SDM rendah (Indeks Pembangunan Manusia tahun 2017 hanya sebesar 67,56).
Rata-rata lama sekolah sekitar 8,64 tahun.
Angka harapan hidup hanya 65,63 tahun.
Kegiatan ekonomi didominasi sektor primer, sektor industri dan jasa belum berkembang pesat.
Risiko bencana tinggi untuk banjir serta kebakaran hutan dan lahan (sebagian besar kawasan memiliki lapisan gambut).
Lokasi jauh dari pelabuhan laut (sekitar enam jam).
Ketersediaan sumber daya air terbatas, mengandalkan air sungai.
Struktur demografi homogen dan secara historis pernah terjadi konflik sosial (peristiwa Sampit).
2. Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah
Kabupaten Pulang Pisau sempat disebut-sebut sebagai calon ibu kota negara yang baru. Secara letak geografis, daerah ini cukup diperhitungkan karena terletak di pesisir selatan Kalimantan Tengah dan dekat dengan pusat ibu kota provinsi, Palangkaraya (jarak lebih kurang 100 km). Namun, kondisi lingkungan yang sarat akan banjir dan kebakaran hutan belum cukup mendukung pembangunan ibu kota negara baru di daerah ini.
Kelebihan
Daerah masih aktif bertumbuh dan dikembangkan (daerah otonom baru, dibentuk pada 2002).
Berada di pesisir selatan Kalimantan dan berbatasan langsung dengan Laut Jawa.
Menjadi pintu gerbang baru Kalimantan Tengah dengan pelabuhan baru untuk akses ke Jawa.
Dekat dengan pusat ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah, yaitu Palangkaraya (sekitar 100 km).
Dilewati jalur trans-Kalimantan yang menghubungkan Kalimantan Tengah dengan Kalimantan Selatan.
Wilayah didominasi topografi datar hingga landai.
Bebas bencana gempa bumi.
Kekurangan
60 persen wilayahnya merupakan lahan gambut dan rawan kebakaran lahan.
Rawan banjir (rob dan akibat curah hujan tinggi).
Sumber air sedikit tercemar.
Banyak lahan budidaya yang dilindungi untuk pertanian karena ditargetkan menjadi lumbung padi terbesar.
Struktur demografi homogen dan secara historis pernah terjadi konflik sosial (peristiwa Sampit).
3. Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Wilayah Kutai Kartanegara menjadi satu-satunya wilayah di Kalimantan Timur yang menjadi salah satu calon lokasi ibu kota.
Kabupaten di selatan Balikpapan tersebut cukup ideal untuk menjadi pusat pemerintahan baru, di antaranya ketersediaan lahan yang luas, bukan lahan konservasi, dekat dengan akses pelabuhan dan bandara, serta dilewati Tol Balikpapan-Samarinda.
Ditunjang juga oleh struktur perekonomian yang kuat sebagai penyumbang kegiatan ekonomi di Kalimantan Timur.
Namun, lingkungan wilayah bekas Kasultanan Kutai Kertanegara tersebut rusak oleh aktivitas tambang yang berdampak pada ketersediaan air bersih dan munculnya bencana banjir dan longsor.
Kelebihan
Memiliki lahan luas (27 juta hektar).
Memiliki ketersediaan lahan dengan status APL, hutan produksi dengan konsesi HTI dan hutan produksi yang bebas konsesi.
Kepadatan penduduk rendah (3 jiwa per kilometer persegi).
Dekat dengan Pelabuhan Semayang, Balikpapan.
Memiliki 18 pelabuhan untuk mendukung kegiatan ekonomi.
Dekat dengan dua bandara di Balikpapan dan Samarinda.
Dekat dengan akses Jalan Tol Balikpapan-Samarinda.
Lokasi deleniasi dilewati oleh ALKI II di sekitar Selat Makassar.
Penyumbang PDRB tertinggi di Kalimantan Timur.
Struktur demografi heterogen, sebagian besar pendatang.
Tidak berbatasan langsung dengan batas negara.
Kekurangan
Infrastruktur umum kurang.
Banyak kasus kejahatan.
Ketersediaan air bersih kurang.
Lingkungan Bukit Soeharto rusak karena aktivitas tambang.
Daerah rawan bencana banjir, tanah longsor.
4. Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah
Kabupaten Gunung Mas masuk dalam ”radar” calon ibu kota.
Ketersediaan lahan yang luas dengan wilayah yang bebas bencana gempa bumi menjadi poin plus kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Tengah ini.
Namun, kondisi infrastrukturnya belum memadai dengan kondisi masyarakat yang rawan konflik sosial.
Kelebihan
Bebas bencana gempa bumi.
Ketersediaan lahan yang luas.
Kepadatan penduduk rendah (10,2 jiwa per kilometer persegi).
Kualitas udara bagus.
Indeks kualitas lingkungan hidup bagus.
Bukan kawasan konservasi.
Kekurangan
Infrastruktur belum memadai (jalan dan listrik).
Ketersediaan sumber daya air tanah terbatas, hanya memanfaatkan air sungai.
Memiliki lapisan gambut yang rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan (tujuh kecamatan rawan kebakaran).
Rawan konflik sosial.
Rawan banjir, terutama di bagian selatan di daerah rawa.
Jauh dari Pelabuhan Sampit (sekitar enam jam).
Jauh dari Palangkaraya (sekitar lima jam).
Jauh dari Bandara Tjilik Riwut (sekitar lima jam).
(Tribuhnkaltim.co/BudiSusilo)
Subscribe YouTube newsvideo tribunkaltim:
Baca juga:
Teriakan Antusias Berubah Jadi Histeris Kala Tali Bungee Jumping Putus, Jatuh dari Ketinggian 100 M
Isu Keretakan Koalisi Indonesia Kerja Mencuat usai Makan Siang Megawati-Prabowo dan Paloh-Anies
Bermula dari Bisul, Dukun Cabul Ini Perkosa Pasiennya Hingga 15 Kali, Begini Modus Pelaku
Diduga Cabuli Mahasiswi, Oknum Dosen Ini Disidang di Pengadilan, Pengacara Soroti Teriakan Korban
8 Rekomendasi Drama Korea Romantis, Bikin Kamu Tertawa Sekaligus Gemas!