Perpres Mobil Listrik Tak Kunjung Diterbitkan, Alasan Masih Dilakukan Revisi
Rencana penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang kendaraan listrik semakin tidak jelas
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA -Rencana penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang kendaraan listrik semakin tidak jelas. Padahal Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan, bahwa aturan mengenai kendaraan listrik sudah siap dan segera ditandatangani presiden dalam sepekan.
Bahkan Sri Mulyani ini menyampaikan hal ini saat menghadiri ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2019, Juli lalu atau sebulan lalu.
Sementara Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian ( Kemenperin) Harjanto saat dikonformasi Kompas.Com, hanya mengatakan bila pihaknya sudah final.
"Saya tidak tahu, coba tanyakan di Kemenkeu, makanya kan kalau di kami ini sudah final. Sudah menteri ke sana sehingga prosesnya ini tinggal di sana," ujar Harjanto di Gedung Kemenperin, Jakarta, Senin (5/8/2019) lalu.
Ketika ditanya apakah penerbitannya akan molor karena adanya ubahan lagi, Harjanto menyatakan bila soal revisi hanya tekait masalah lokasi perakitan dan impor yang tertuang dalam Perpres tersebut.
Revisi tersebut diklaim untuk mempercepat penggunaan mobil listrik bertenaga baterai.
Tujuannya agar industri otomotif yang memiliki produk tersebut bisa mengambil langkah untuk memulai sosialisasi.
"Yang revisi itu yang Perpres, ada perbaikan yang diminta untuk CBU kalau tidak salah. Tapi untuk Perpres itu terkait mobil yang full baterai, jadi itu akselerasi sifatnya sehingga diberikan kesempatan kepada player dalam negeri bisa jualan, tapi dengan jumlah tertentu agar masyarakat bisa teredukasi," ujar Harjanto.
Jangan Ditunda Lagi
Pemerintah sedang menyusun dan akan segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai kendaraan listrik.
Komite Penghapusan Bensin Bertimbal sendiri menilai bahwa Perpres mobil listrik ini tak bisa lagi ditunda untuk diterbitkan.
Karena bila ditunda lagi untuk diterbitkan, maka akan menimbulkan berbagai masalah.
Dampak pertama yang akan dihadapi jika Perpres ditunda adalah semakin panjangnya upaya pengendalian pencemaran udara dan pengendalian efek rumah kaca.
Selanjutnya, akan memperpanjang ketergantungan terhadap impor BBM yang berimbas pada situasi defisit neraca perdagangan dan nilai tukar rupiah melemah.
"Perpres ini mendesak karena sudah lama dan ada semacam untuk mengadposi electric vehicle ini terkait banyak hal ya. Terkait bagaimana menekan defisit neraca perdagangan keinginan untuk melakukan efisiensi energi, keinginan untuk menekan emisi pencemaran udara di Jakarta," tutur Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPBB saat Jumpa Pers di Sarinah, Jakarta, (2/8/2019).
Jika penerbitan perpres kendaraan listrik terus ditunda, dikhawatirkan Indonesia hanya akan menjadi pasar.
Saat Perpres dipercepat, Indonesia akan memiliki peluang untuk merebut industri dibidang electric vehicle.
"Mumpung yang lain belum banyak yang masuk di dalam konteks pabrikan kendaraan listrik ini rebutan siapa duluan.
Siapa cepat dia akan dapat karena kalau tidak apalagi kalau terlambat mengumumkan Perpres mobil listrik akhirnya kita terlambat investasi kendaraan listrik.
Jangan sampai Indonesia hanya menjadi pasar. Indonesia bisa jadi produsen kendaraan listrik," sambungnya.
Bebaskan PPnBW Mobil Listrik 0 Persen
Pemerintah berencana akan mencabut Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil murah atau low cost and green car ( LCGC). Selama ini pemerintah memberikan PPnBW 0 persen untuk jenis kendaraan ini.
Namun berbeda dengan mobil listrik yang saat ini sedang menjadi perhatian pemerintah. Malah pemerintah akan memberikan insentif fiskal berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 0 persen untuk mobil listrik untuk mengembangkan kendaraan yang ramah lingkungan.
Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Arif Yanuar di Badung mengatakan, rencana pemberlakuan PPnBW untuk mobil murah dan 0 persen untuk mobil listrik masih dalam tahap diskusi.
Ia mengatakab, bila memang nanti skema baru PPnBW ini dari cc dan emisi, maka LCGC jelas akan dikenakan tarif yang selama ini 0 persen.
Sejak 2014, mobil murah diberikan insentif bebas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau 0%. Alasannya untuk mendorong industri mobil murah yang diklaim ramah lingkungan.
Insentif itu disambut para pabrikan mobil dengan berlomba-lomba membuat LCGC. Toyota, Daihatsu, Honda, Suzuki, dan Nissan lewat merek Datsun sudah terjun memproduksi LCGC.
Namun saat ini pemerintah berniat untuk mengembangkan industri mobil listrik nasional. Oleh karena itu insentif fiskal berupa PPnBM 0% itu akan diberikan untuk mobil listrik.
"Apakah kita mau melanjutkan program LCGC itu? Maka perlu tinjauan apakah LCGC selama ini cukup berhasil (atau tidak), itu juga perlu dikaji," kata dia.
Dalam rapat Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dengan Komisi XI DPR beberapa bulan lalu, pemerintah menunjukkan skema baru PPnBM.
Dalam skema yang akan diatur lewat Peraturan Pemerintah itu, mobil listrik diberikan PPnBM 0%, sementara LCGC dikenai PPnBM sebesar 3%.
Mobil Listrik bisa kurangi Polusi Ibukota
Pengembangkan mobil listrik di Indonesia sangat diperlukan untuk mengurangi polusi khususnya di ibukota. Karena selama ini mobil dianggap menjadi penyebab sehingga suatu kota tidak bersih udaranya.
Hal ini disampaikan JK saat menjadi pembicara di seminar 'Seminar Geopolitik Transformasi Energi' yang digelar di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019),.
Salah satu indikator Jakarta kota paling terpolusi lanjut JK, karena mayoritas karena penggunaan mobil pribadi.
"Jakarta ini dianggap suatu kota yang paling tidak bersih udaranya, itu sebagian besar karena mobil," ujar JK.
Karena itu, Ia menekankan pentingnya pengembangan kendaraan berbasis listrik, satu diantaranya melalui mobil listrik. "Karena itulah kita perlu mengembangkan mobil listrik," jelas JK
Sebelumnya, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan bahwa pemerintah saat ini memang berupaya untuk mendorong pengembangan kendaraan berbasis listrik.
Hammam mengatakan, pemerintah juga mendorong penguasaan teknologi kendaraan listrik agar memiliki nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang tinggi.
"Kita mau komponennya, seperti baterai itu kita yang buat, karena bahan mentahnya yakni Nikel pun dari Indonesia," kata Hammam.
Hammam juga berharap agar kelak Indonesia mampu menciptakan merk kendaraan listrik nasional.
"Jadi kita harus bicara merk nasional, menguasai komponen daripada mobil listrik. Sehingga kita tidak hanya assembling saja, tapi kita harus membangun sendiri," ujar Hammam. (*)
Baca Juga
• Peringati Hari Lingkungan Hidup, 7 Juta Orang Meninggal, Bupati Kubar Ingatkan Bahaya Polusi Udara
• Kepulan Asap Polusi di Kalimantan Mengakibatkan Pesawat Pengangkut Jamaah Haji Tak Bisa Mendarat
• Kendaraan Terus Meningkat, Jakarta Dinobatkan jadi Kota Berpolusi Udara Terburuk di Asia Tenggara
• Hari Peduli Sampah Nasional Diperingati Hari Ini, Berikut 5 Cara Sederhana Kurangi Polusi Plastik
• Lidah Mertua Dihargai Jutaan Rupiah di Luar Negeri, Ini 12 Manfaatnya dari Obat hingga Serap Polusi