Sejarah Hari Ini
SEJARAH HARI INI: GAM dan RI Berdamai Lewat Perjanjian Helsinki, Perundingan Sampai 5 Putaran
Kala itu, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menandatangani perjanjian damai dengan Pemerintah RI melalui jalur perundingan di Helsinki, Finlandia
Penulis: Syaiful Syafar | Editor: Rita Noor Shobah
Sementara Martti Ahtisaari menghendaki perundingan dilakukan dalam wilayah Otsus.
Perbedaan mendasar GAM dengan Martti Ahtisaari ini sempat memanas.
GAM menuding pihak fasilitator sudah berpihak. Sampai-sampai pimpinan mediator Martti Ahtisaari mengatakan, "Coba lihat undangan dan agenda yang saya kirimkan kepada Anda semua. Di situ jelas terlihat bahwa kita melakukan dialog dalam kerangka Otonomi Khusus Aceh. Bukan dalam kerangka kemerdekaan."
Ahtisaari menambahkan, "Saya percaya, Anda ke tempat ini pasti sudah membaca udangan dan agenda tersebut. Karena itu, Anda harus menyetujuinya sebelum ke sini."
Menangapi hal itu Zaini Abdullah berujar, "Mengapa kita harus terlampau kaku dengan format seperti itu."
Menanggapi sikap keras GAM tersebut, mediator perundingan Martti Ahtisaari membanting pensil ke atas meja dan mengatakan, "Jangan coba-coba lagi membawa agenda kemerdekaan di sini. Anda hanya akan membuang-buang waktu saya di sini. Kalau Anda tetap mau merdeka, silakan tinggalkan meja perundingan dan tidak pernah kembali lagi ke sini," ujarnya dengan nada tinggi.
Ahtisaari kembali menegaskan, "Sebelum Anda pergi, saya ingin mengingatkan bahwa saya akan menggunakan semua perngaruh saya di Eropa dan dunia internasional agar Anda tak akan pernah mendapat dukungan internasional."
Dengan posisi yang tegas dari Ahtisaari tersebut, pihak GAM akhirnya ikut dengan agenda yang 'dipatok’ oleh Ahtisaari, tanpa lagi membawa isu merdeka dalam perundingan.
* * *
Suatu siang di sela-sela perundingan. Saat itu musim dingin sedang di puncak. Salju meluruh menyelubungi Mansion dan sekitarnya.
Hamid Awaluddin diapit Malik Mahmud dan Zaini Abdullah menyusuri tepian kali yang licin dengan perlahan.
Salju terlihat menebal di atap Mansion, pucuk-pucuk pepohonan dan permukaan taman. Hamid menggigil kedinginan. Ia lupa membawa mantel yang tersampir di ruang depan Mansion.
Melihat itu, Malik Mahmud yang berbadan tinggi merentang tangan dan merangkul pundaknya.
Malik Mahmud tergugah oleh keindahan luruhan salju di sekitar mereka. Rasa harunya bangkit. Ia berbicara lirih setengah berbisik:
"Pak Hamid, saya sangat merindukan sanak famili saya di Aceh. Saya juga sangat ingin berdiri di pantai Aceh melihat perahu Bugis berlayar. Saya mencintai perahu Bugis. Dulu, orang tua saya di Singapura, memiliki perahu Bugis untuk mengantar barang niaga. Setiap sore saya naik perahu itu, ikut makan siang bersama awak perahu asal tanah Bugis," ungkap Malik Mahmud, seperti membangkitkan keping-keping masa silamnya.