Pengamat Sebut Kasus Pelecehan amoral Lady Driver di Bukit Soeharto Bisa Dilanjutkan
Pengamat Hukum Piatur Pangaribuan sebut kasus pelecehan amoral yang menimpa lady driver di Bukit Soeharto bisa dilanjutkan oleh Polda Kaltim
Penulis: Zainul | Editor: Rafan Arif Dwinanto
TRIBUNKALTIM.CO, BALIKPAPAN - Pengamat Sebut Kasus Pelecehan Seksual Lady Driver di Bukit Soeharto Bisa Dilanjutkan, Bukti Kuat.
Pengamat Hukum Piatur Pangaribuan sebut kasus pelecehan seksual yang menimpa lady driver di Bukit Soeharto bisa dilanjutkan oleh Polda Kaltim.
Terkait video pelecehan seksual yang menimpa lady driver sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu.
Dalam video tersebut memperlihatkan seorang lady driver yang mengantar penumpangnya dari Balikpapan menuju Samarinda.
Saat diperjalanan memasuki kawasan Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara tiba-tiba penumpangnya melakukan pelecehan seksual, di dalam mobil.
Peristiwa yang tidak senonoh itu terjadi pada Jumat siang lalu ( 23/8/ 2019).
Diberitakan sebelumnya hal itu diungkapkan oleh Ika saat ditemui Tribunkaltim.co, Kamis lalu (29/8/2019), atau sehari setelah kejadian.
Ika mengatakan usai melihat kelakuan penumpangnya saat itu dirinya langsung menghentikan laju mobilnya dan menurunkan penumpangnya di tengah jalan sambil merekam video.
Tak sampai disitu saja, Ika juga sempat melaporkan kejadian itu di Mapolda Kaltim.
Namun sayangnya laporan tersebut dihentikan olehnya lantaran dianggap tidak cukup bukti.
Setelah ia berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan mendapat masukan dari kepolisian bahwa kasus yang ia laporkan tersebut dianggap masih kurang bukti dan saksi.
"Laporannya gak saya lanjutin, karena kata pihak kepolisian kurang bukti sama kurang saksi.
Soalnya kalau saya tetap masukin laporan itu nanti tetap berhenti ditengah jalan," ujarnya.
Saat ditanya kurang bukti dan kurang saksi seperti apa, dirinya menjelaskan bahwa saksi dalam kejadian tersebut tidak ada.

Walaupun diakuinya sebenarnya ada seseorang di mobil Terios tetapi saat diminta tolong, orang yang berada dalam mobil Terios tersebut tidak keluar mobil.
"Yang kurang buktinya itu saksinya gak ada, ada sih orang di mobil Terios yang saya minta tolongin.
Tapi dia gak bisa saya katakan saksi karena dia gak keluar bantuin saya dan saya juga gak tau mau jadi saksi atau enggak," jelasnya.
Selain itu ucap dia, kurang buktinya juga tidak adanya sentuhan atau kontak fisik yang dapat dibuktikan.
Sehingga laporannya tersebut dinilai masih kurang bukti untuk diproses secara hukum.
"Yang kurang buktinya dia juga gak sempat sentuh saya atau kontak fisik sama saya.
Ya gitu jadi kurang buktinya disitu.
Dia kan sempat narik safety belt (sabuk pengaman) saya, tapi gak termasuk yang bisa dibuktikan," katanya
Namun demikian ia berharap, kasus tersebut ada tindakan pihak berwajib agar menimbulkan efek jera kepada pelaku agar tidak terulang lagi.
Kata Pengamat Hukum
Sementara itu, pengamat hukum yang juga Rektor Universitas Balikpapan (Uniba) Piatur Pangaribuanturut angkat bicara mengenai kasus pelecehan seksual yang menimpa lady driver tersebut.
Saat ditemui Tribunkaltim.co, di Uniba, Selasa (3/9) Piatur mengatakan bukti berupa rekaman video dan chattingan via WhatsApp tersebut sudah cukup.
Dan ada dalam undang-undang KUHP serta undang-undang ITE.
Perlakukan tidak senonoh, menurut Rektor Universitas Balikpapan itu harus melihat dari persoalan kemanfaatan hukum.

Memang bukti alat digital itu di pidana umum belum ada kecuali pidana korupsi.
"Dalam hukum itu kita harus menyikapinya futuristik dalam hal ini bisa menjangkau ke depan.
Penegakan hukum itu dengan era digital seperti ini tidak lagi konvensional apalagi kan sudah ada bukti digital seperti itu.
Ada bukti perbuatan tidak senonoh apalagi menunjukkan alat kelaminnya," katanya
Menurutnya kasus tersebut harus ditindaklanjuti oleh kepolisian minimal dengan pemeriksaan atau Wajib lapor sehingga kedepannya diharapkan tidak ada lagi perbuatan serupa yang menimpa lady driver lainnya.
"Polisi harusnya bisa melakukan tindakan paling tidak bisa wajib lapor kalaupun itu belum terjadi.
Kalau dihukum pidana itu berhenti karena orang lain bisa, sudah bisa dikategorikan tindak pidana.
Kecuali itu berhenti karena dirinya sendiri sebelum orang komplain.
Tetapi kan itu diturunkan langsung oleh drivernya ngomong komplain kan kalau tidak dikomplain dia bisa saja melanjutkan perbuatan tidak senonoh nya itu," Lanjutnya
Piatur Pangaribuan juga menegaskan pihak kepolisian harus menindaklanjuti dan mengusut tuntas persoalan kasus pelecehan seksual yang menimpa kaum wanita tersebut.
"Ini polisi harus menindaklanjuti, setidak-tidaknya melakukan pemeriksaan.
Memanggil pelaku dan memintai keterangan mendalami kasus itu, masa sih harus tunggu benar-benar terjadi dilecehkan dulu.
Kontak fisik dulu baru diperiksa dan ditindaklanjuti," pungkasnya.
Diketahui, Ika, sang lady driver menurunkan pelaku di tengah jalan.
"Kalau si lady drivernya itu tidak komplain maka pelaku akan tetap melakukan tindakan senonoh yang di dalam mobil itu.
Saya rasa bisa dikategorikan dalam hukum tindak pidana sesuai undang-undang KUHP dan undang-undang ITE.
Setidak-tidaknya polisi harus memanggil pelaku untuk dimintai keterangan dan mendalami kasusnya.
Jadi penegak hukum itu mengaplikasikan hukum harus secara futuristik kan begitu yang harus dilakukan oleh kepolisian," tegasnya
Terlebih lagi, menurutnya, saat ini pengemudi taksi online tidak hanya berasal dari kaum laki-laki saja.
Tetapi kaum wanita juga sudah banyak banting setir menjadi taksi online.
Hal itu dikarenakan tuntutan ekonomi dan lapangan pekerjaan di Kalimantan Timur menjadi alasan utama.
Dirinya juga meminta pihak kepolisian khususnya di Polda Kalimantan Timur agar mengaplikasikan penegakan hukum secara futuristik sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat.
Saya juga mau minta Polda Kalimantan Timur harus mengutus tuntas kasus ini dan meminta kepastian kepada pelaku serta memberikan keadilan dan kenyamanan kepada Ledi driver itu. katanya. (*)