Minta Tak Ragukan Firli Bahuri Cs Pimpin KPK, Mahfud MD Ingatkan Agus Rahardjo dkk di Masa Lalu
Mahfud MD membandingkan Firli Bahuri Cs dengan jajaran pimpinan KPK 2015-2019 yang dipimpin Agus Rahardjo.
TRIBUNKALTIM.CO - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD meminta masyarakat jangan underestimate atau meragukan kemampuan jajaran Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpin Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) Irjen Pol Firli Bahuri.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Senin (16/9/2019), Mahfud MD membandingkan Firli Bahuri Cs dengan jajaran pimpinan KPK 2015-2019 yang dipimpin Agus Rahardjo.
Firli Bahuri Cs terdiri dari Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango, dan Lili Pintauli Siregar.
"Jadi begini, saudara jangan underestimate dulu," kata Mahfud MD saat dijumpai di Yogyakarta, Minggu (15/9/2019).
Mahfud MD mengingat kembali saat DPR RI memilih Agus Rahardjo Cs dan jajarannya, seperti Saut Situmorang, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, dan Laode M Syarif.
Mahfud MD menilai sebelum Agus Rahardjo Cs menjalankan tugas sebagai komisioner KPK, kelimanya tidak memiliki citra baik dalam hal pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Saudara masih ingat, ketika dipilih orang bilang semua jelek, KPK akan hancur di bawah orang ini," ujar Mahfud MD.
Namun seiring berjalannya waktu, Mahfud MD menyebut Agus Rahardjo Cs mampu memimpin KPK dan melaksanakan tugas pemberantasan korupsi dengan baik.
"Ternyata bagus kinerjanya, ya sekurang-kurangnya tidak mengecewakan," lanjut Mahfud MD.
Mahfud MD menyebut yang memengaruhi kinerja KPK di antaranya adalah lingkungan serta dukungan masyarakat.
"Mungkin yang begini belum tentu begitu. Karena apa yang mendorong bagus tidak bagus itu lingkungan," kata Mahfud MD.
Jika masyarakat memberikan dukungan positif, maka kinerja para petinggi KPK pun semakin maksimal.
"Kalau kita masyarakat mendorong mereka berbuat bagus, ya bagus," ungkapnya.
Agus Rahardjo Serahkan Mandat ke Jokowi
Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers, Jumat (13/9/2019) malam menyerahkan mandat pemberantasan korupsi ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Jumat (13/9/2019), Agus Rahardjo mempertimbangkan situasi KPK yang saat ini genting setelah revisi Undang-Undang nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diajukan oleh DPR.
Lantaran menganggap revisi UU KPK melemahkan lembaga antirasuah tersebut, maka KPK menyerahkan tanggung jawab itu ke Jokowi.
"Oleh karena itu setelah kami mempertimbangkan situasi yang semakin genting, maka kami pimpinan sebagai penanggung jawab KPK dengan berat hati, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK ke bapak Presiden" ujar Agus Rahardjo.
Agus Rahardjo berharap Jokowi segera menanggapi apakah para petinggi KPK masih dipercaya untuk memimpin KPK hingga akhir Desember 2019 atau tidak.
Ia juga berharap Jokowi segera mengambil langkah penyelamatan demi pemberantasan korupsi di negeri ini.
"Mudah-mudahan kami diajak Bapak Presiden untuk menjawab kegelisahan ini. Jadi demikian yang kami sampaikan semoga bapak Presiden segera mengambil langkah penyelamatan," katanya.
Agus Rahardjo menganggap kini KPK sedang diserang dari berbagai sisi, apalagi dengan adanya revisi UU KPK.
Ia menyebut KPK tidak diajak berdiskusi oleh pemerintah dan DPR dalam diskusi revisi UU KPK tersebut.
Sosok Firli Bahuri
Komisi III DPR menetapkan Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023.
Penetapan Irjen Firli Bahuri Ketua KPK baru ini dilakukan pada Rapat Pleno Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Jumat (13/9/2019) dini hari ini.
Proses penetapan Irjen Firli Bahuri tersebut jadi ketua KPK ini juga berlangsung cepat dan tidak ada perdebatan.
Berikut lima pimpinan KPK terpilih sesuai dengan yang dibacakan oleh Ketua Komisi III DPR RI Azis Syamsuddin:
1. Nawawi Pomolango (hakim di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali) dengan jumlah suara 50,
2. Lili Pintauli Siregar (Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2013-2018) dengan jumlah suara 44,
3. Nurul Ghufron (Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember) dengan jumlah suara 51,
4. Alexander Marwata (komisioner KPK petahana sekaligus mantan Hakim Tindak Pidana Korupsi) dengan jumlah suara 53,
5. Irjen (Pol) Firli Bahuri (Kepala Polda Sumatera Selatan) dengan jumlah suara 56.

Karier di Kepolisian
Firli Bahuri lahir di Prabumulih, Sumatera Selatan, pada 7 November 1963.
Ia pertama kali menjadi anggota Polri sebagai lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1990.
Firli kemudian masuk di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 1997.
Pada 2001, Firli menjabat Kapolres Persiapan Lampung Timur.
Pada 2004, dia kemudian menempuh Sekolah Pimpinan Menengah (Sespimen).
Kariernya berlanjut dengan ditarik ke Polda Metro Jaya menjadi Kasat III Ditreskrimum pada 2005-2006.
Selanjutnya dua kali berturut turut menjadi Kapolres, yakni Kapolres Kebumen dan Kapolres Brebes pada 2008 saat pangkatnya masih AKBP.
Kariernya semakin moncer ketika ditarik ke ibu kota menjadi Wakapolres Metro Jakarta Pusat, tahun 2009 lalu.
Kepercayaan terus mengalir pada Firli.

Ia didapuk menjadi ajudan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2010.
Keluar dari Istana, Firli lantas memegang jabatan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Jateng tahun 2011.
Firli kembali ke Istana dan kali ini menjadi ajudan Wapres RI tahun 2012, saat itu Boediono.
Dengan pangkat komisaris besar, membawanya Firli menjabat Wakapolda Banten tahun 2014.
Firli juga sempat mendapat promosi Brigjen saat dimutasi jadi Karo Dalops Sops Polri pada 2016.
Setelah itu, bintang satu (Brigjen) berada di pundaknya kala menjabat Wakapolda Jawa Tengah pada 2016.
Berturut-turut, mulai 2017, Firli Bahuri menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat untuk menggantikan pejabat sebelumnya Brigjen Pol Umar Septono.
Masuk ke Gedung KPK
Usai menjabat Kapolda NTB, Firli berkarier di Gedung KPK.
Ia dilantik pimpinan KPK sebagai Deputi Penindakan KPK pada 6 April 2018.
Saat di KPK, Firli masih berpangkat Brigjen, pada April 2018 lalu.
Tak berselang lama, kenaikan pangkat pun diterimanya menjadi bintang dua (Irjen).
Diangkatnya Firli sebagai Deputi Penindakan KPK pun sempat mengundang tanya.
Sebab, Firli merupakan bekas ajudan mantan Wakil Presiden Boediono yang sempat tersandung beberapa kasus dugaan korupsi.
Selama kurang lebih setahun di KPK, Firli kemudian ditarik kembali ke Polri pada 20 Juni 2019.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan, penarikan itu dilakukan lantaran Firli Bahuri telah mendapat jabatan baru di Korps Bhayangkara.
Ternyata, Firli didapuk menjadi Kapolda Sumatera Selatan, jabatan yang ia emban hingga saat ini.
Kasus Korupsi yang Pernah Ditangani
Penyidik Polri ini pernah membongkar kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Tambunan.
Saat itu, Firli masih berpangkat AKBP dan tergabung dalam tim independen Polri yang mengungkap kasus mafia pajak tersebut.
Kala menjadi Kapolda NTB ini pun memimpin Polda NTB sedang menyelesaikan kasus dugaan korupsi perekrutan CPNS K2 Dompu dengan tersangka Bupati Dompu H Bambang Yasin (HBY).
Sepanjang jenjang kariernya, ia telah mengungkap ratusan kasus korupsi baik di Jawa Tengah, Banten, maupun Jakarta.
Kontroversi
Sosok Firli Bahuri tak lepas dari kontroversi.
Setelah terpilih sebagai Ketua KPK, ia mendapat penolakan dari pegawai KPK.
Di KPK, Firli Bahuri juga disebut melakukan pelanggaran etik berat.
Sebelum Firli terpilih sebagai ketua, KPK sempat menyatakan Firli Bahuri telah melakukan pelanggaran etik berat.
Hal itu disampaikan oleh penasihat KPK Muhammad Tsani Annafari setelah melakukan musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK.
"Musyawarah itu perlu kami sampaikan hasilnya adalah kami dengan suara bulat menyepakati dipenuhi cukup bukti ada pelanggaran berat," kata Tsani dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (11/9/2019) dikutip dari Kompas.com.
Ada tiga peristiwa yang membuat Firli dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat.
Pertama, KPK mencatat Firli bertemu mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang (TGB) di NTB pada 12 hingga 13 Mei 2018 lalu.
Lalu yang kedua, KPK mencatat Firli pernah menjemput secara langsung seorang saksi yang akan diperiksa di lobi KPK pada 8 Agustus 2018.
Terakhir, KPK mencatat Firli pernah bertatap muka dengan petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.
Selain catatan tersebut, Tsani mengatakan, KPK memiliki bukti-bukti pelanggaran etik Firli berupa foto serta video yang diperoleh dari para saksi.
Kendati demikian, Tsani tidak mau menunjukkan bukti-bukti tersebut.
"Karena ini kasus etik, pembuktiannya pun kita lebih ke arah materil. Substansi video itu tanpa harus Anda saksikan sudah kita kuatkan di sini," ujar Tsani.(*)
(TribunWow.com/Kompas.com)