Darurat Kabut Asap
Kabut Asap Membuat Udara Singapura Sentuh Level Tidak Sehat, Pihaknya Bentuk Satgas Perangi Karhutla
NEA menerangkan, perencanaan sudah ada di tempat untuk melindungi kesehatan warga Singapura, udara Singapura tidak sehat.
TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTA - Pemerintah Singapura mengumumkan pembentukan satuan tugas atau satgas (task force) untuk memerangi kabut asap yang telah menyelimuti selama satu pekan terakhir.
The Straits Times melaporkan Selasa pagi (17/9/2019), gugus tugas kabut asap itu terdiri dari 28 lembaga pemerintah yang bakal dipimpin oleh Badan Lingkungan Nasional (NEA).
Pembentukan satgas tersebut ditargetkan untuk meminimalisir dampak kabut asap serta mempersiapkan penanganan yang tepat dan berjenjang jika kondisi kabut asap memburuk.
Dalam pernyataan tertulisnya, NEA menegaskan kesiapan serta kesanggupan untuk menangani bencana lingkungan ini.
NEA menerangkan, perencanaan sudah ada di tempat untuk melindungi kesehatan warga Singapura terutama kaum manula, ibu hamil, anak-anak, serta penderita gangguan jantung dan paru-paru.
Adapun kualitas udara Singapura menyentuh level tidak sehat Sabtu lalu (14/9/2019) setelah data Indeks Standar Polutan (PSI) melewati angka 100 untuk pertama kalinya dalam tiga tahun.
Padahal, kategori udara sehat yang bisa dihirup oleh manusia hanya bisa mempunyai PSI maksimal paling tidak di angka 100.
Pengamatan Kompas.com di lapangan menunjukan kondisi kabut asap sudah berangsur-angsur membaik sejak Senin kemarin (16/9/2019).
Angka PSI telah turun di bawah 100.
Adapun dalam data terakhir yang muncul Selasa pukul 10.00 waktu setempat, angka PSI berada di rentang 84 sampai 91, yang menunjukkan kualitas udara sedang.
Sinar matahari terlihat meredup oleh kabut asap, dan gedung-gedung juga terlihat kabur jika diamati dari jauh.
Tapi kondisi itu tidak separah akhir pekan kemarin.
Warga Singapura pun menjalani aktivitas seperti biasa. Pelajar yang baru menyelesaikan liburan mulai bersekolah tanpa mengalami gangguan.
Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura Massagos Zulkifli berkata, pemerintah menawarkan bantuan kepada Indonesia untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan atau karhutla yang memicu kabut asap.
Seperti sebelum-sebelumnya, Singapura siap membantu untuk memadamkan api yang sedang membara.
Singapura telah resmi menawarkan bantuan teknis dan akan menerbangkannya jika diminta oleh Indonesia.” ucap Massagos.

Dia menambahkan, diperlukannya kerja sama yang lebih kuat di antara negara-negara anggota ASEAN untuk menyelesaikan masalah kabut asap yang sudah mencapai level lintas negara ini.
Kembalinya kabut asap merupakan peringatan akan seriusnya masalah yang telah mendera ASEAN selama bertahun-tahun.
Kabut asap mencemari udara yang kita hirup dan memancarkan gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim," ujarnya.
Kebakaran Hutan dan Lahan, Selain Lakukan Pemadaman,Pemkab Berau Imbau Masyarakat Shalat Istisqa
Kebakaran hutan dan lahan sudah semakin meluas. Kabut asap mulai menyelimuti Kabupaten Berau sejak pertengahan bulan Agustus 2019 lalu.
Sejumlah kebakaran hutan dan lahan di Kecamatan Derawan, Segah, Kelay, Sambaliung, Teluk Bayur dan sebagainya berhasil dipadamkan.
Namun hanya berselang beberapa hari kemudian, kebakaran hutan dan lahan kembali bermunculan.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah dan mengatasi persoalan ini. Kebakaran hutan lahan umumnya terjadi di lokasi yang sulit dijangkau dan tidak ada sumber air.
Luasnya wilayah Berau dan lahan yang terbakar tidak mampu diimbangi dengan jumlah personel yang dikerahkan untuk memadamkan api. Hanya hujan lebat yang bisa mengatasi kebakaran yang makin meluas ini.
Karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Berau mengeluarkan seruan bersama, agar masyarakat menggelar salat istisqa, atau solat untuk meminta kepada Allah SWT agar diturunkan hujan.
“Berkaitan dengan musim kemarau yang diiringi kebakaran hutan dan lahan.
Sehingga menyebabkan bencana kabut asap dan kekeringan di wilayah Berau, dengan ini kami bersama Pemkab Berau menyerukan, agar masjid, surau dan musala, melaksanakan doa bersama serta salat istisqa atau doa meminta hujan,” kata Ketua MUI Berau, Syarifuddin Israil.
MUI Berau juga mengajak seluruh lapisan masyarakat, khususnya yang beragama muslim untuk beristigfar dan mendekatkan diri kepada Allah.
Sementara itu, Bupati Berau, Muharram juga menganjurkan hal yang sama.
“Kami mohon masyarakat bisa melaksanakn salat istisqa atau doa minta hujan.
Dan kami juga mengajak seluruh pihak agar saling bahu-membahu.
Ini dalam melakukan upaya pemadaman kebakaran dan mengatasi kabut asap ini,” kata Muharram.

Terpisah, jajaran Polres Berau pun menggelar slat istisqa dan berdoa bersama di musala Mapolres Berau.
Paur Humas Polres Berau, Ipda Lisinius Pinem membanrkan, anggota Polres Berau yang beragama muslim melakukan salat istisqa.
Terlebih lagi sebagian besar anggota Polres Berau saat ini memang diterjunkan ke lokasi-lokasi kebakaran hutan dan lahan.
Selain salat istisqa, anggota Polres Berau juga berdoa untuk keselamatan rekan-rekan mereka yang berjibaku dengan kebakaran hutan dan lahan.
“Anggota Polres Berau bersama rekan-rekan dari TNI yang tergabung dalam Satgas Kebakaran Hutan Lahan dikerahkan untuk memadamkan api. Jadi selain upaya langsung di lapangan, juga harus dibantu dengan doa,” ujarnya.
Saat musim kemarau berkepanjangan terjadi, Umat Islam diajarkan untuk berdoa dan salat meminta hujan turun kepada Allah SWT atau melaksanakan salat Istisqa.
Dikutip dari laman Tribun Jakarta, salat istisqa atau meminta hujan dilaksanakan dua rakaat seperti salat Id.
Perbedaan kedunya terletak pada penempatan khutbah, pembacaan takbir, dan arah khatib pada khutbah kedua.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perangi Kabut Asap, Singapura Bentuk Satgas dan Tawarkan Bantuan ke Indonesia."
(Tribunkaltim.co)