Darurat Kabut Asap

Karhutla Kali Ini Buat Frustasi Warga Perancis, Ingatkan Tragedi 2015 Anaknya Derita Sakit Batuk

Channe merasa sedih dan frustasi karena peristiwa ini persis seperti tragedi karhutla di tahun 2015, di mana dampak karhutla membuatnya anaknya sakit.

Editor: Budi Susilo
Tribunkaltim.co/Budi Susilo
Kondisi Bukit Batuah Balikpapan terselimuti kabut asap dari kiriman daerah lain sejak pagi sudah terlihat, Senin (16/9/2019). Melihat kondisi yang tidak bagus ini, beberapa warga di Kota Balikpapan diimbau untuk tidak juga melakukan aktivitas membakar sampah sendiri, ada baiknya membuang sampah pada tempat yang sudah disediakan oleh pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. 

TRIBUNKALTIM.CO - Kebakaran hutan dan lahan ( karhutla) kembali terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Terakhir, kebakaran hutan menyebabkan kondisi udara di lima kota dan kabupaten dinyatakan berbahaya, dampak juga ke Kalimantan Timur.

Akibatnya asap dari peristiwa itu sampai ke beberapa negara tetangga, seperti Brunei, Thailand, Vietnam, Filipina, dan Sri Langka. Hal itu sebagaimana diberitakan Kompas.com (14/9/2019).

Laporan terbaru dari Kompas.com, Kamis (19/9.2019) mengatakan, para korban asap yang mengungsi di posko kesehatan area Pekanbaru sudah sesak napas dan batuk pilek akibat kualitas udara yang sangat tidak sehat hingga berbahaya.

Lalu, bayi berusia 8 bulan bernama Yoselin asal Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, menderita batuk dan muntah akibat kabut asap Riau.

Efek karhutla yang semakin tak terkendali ini pun mengunggah hati seorang aktivis lingkungan asal Perancis, Chanee Kalaweit.

Lewat sebuah video yang diunggah di akun Yotube, Channe, begitu ia biasa disapa, menyampaikan pendapatnya mengenai cara menanggulangi karhutla.

Dalam video tersebut Channe mengungkapkan kesedihannya terhadap bencana karhutla yang sangat berdampak besar bagi masyarakat Indonesia.

Channe merasa sedih dan frustasi karena peristiwa ini persis seperti tragedi karhutla di tahun 2015, di mana dampak karhutla membuatnya harus melihat sang buah hati menderita sakit batuk.

"Yang paling membuat saya sedih dan frustasi adalah situasi yang kita alami di tahun 2019 ini tidak bisa diantisipasi," ujar dia.

Saat dihubungi Kompas.com, Kamis (19/9/2019), Channe bercerita jika dirinya kini tinggal di Kalimantan tengah, tepatnya di Kabupaten Barito Utara. Meski jauh dari titik api, Channe mengatakan dampak asap juga dirasakannya di Kalimantan tengah.

"Jarak pandang disini sekitar 154 meter dengan asap yang tebal tetapi semua ini merupakan asap kiriman dari daerah Palangkaraya atau Sampit karena wilayah saya tinggal hampir tidak ada gambut," ucapnya.

Kiriman asap tersebut, menurut pengakuan Channe, telah menganggu aktivitas warga sekitar dan mengakibatkan berbagai penyakit, terutama saluran pernapasan.

"Kiriman asap ini jelas menganggu aktivitas warga. Banyak yang sesak nafas, rumah tidak bisa dibuka, anak-anak tidak boleh keluar rumah. Sangat menganggu. Kita jadi susah nafas," ucapnya.

Channe juga mengatakan, bencana karhutla tak hanya menganggu warga setempat tetapi juga satwa-satwa yang tinggal di hutan.

"Sama seperti manusia, satwa-satwa ini juga berada di ujung tombak seperti manusia yang juga terkena dampak dari karhutla ini," ucapnya.

Menurutnya, jumlah satwa yang terkena dampak karhutla ini jumlahnya lebih besar daripada yang diberitakan media.

"Yang banyak diberitakan media kan hanya orang hutan. Padahal, banyak satwa-satwa liar yang kehilangan habitatnya dan mati terbakar karena karhutla ini," tambanhnya. 

Penanganan karhutla Channe juga menyayangkan tidak adanya pihak yang membahas larangan api di lahan gambut.

Menurutnya, negara-negara di dunia yang memiliki masalah serupa memberlakukan larangan api di wilayah yang rentan kebakaran.

"Di negara lain barbeku pun enggak boleh kalau area tersebut rentan kebakaran, tetapi di Indonesia tidak ada pihak yang membahas hal itu," ujar Dia.

Untuk mengatasi terjadinya karhutla, Channe menyarankan agar ada pemetaan lahan gambut dan memberlakukan larangan penggunaan api di lahan gambut, terutama saat musim kemarau.

Dengan demikian, asap sekecil apapun lebih mudah dideteksi dan langsung ditangani.

Menurutnya, satu-satunya cara untuk menangani karhutla adalah saat api masih dalam skala kecil. Maka dari itu, Channe menyarankan adanya pelarangan api.

"Kalau sekarang pemadam kebakaran diturunkan saat api sudah besar atau menunggu laporan tentang titik api dari satelit. Itu sudah terlambat. Kalau gambutnya terbakar dalam skala besar itu sudah tidak ada harapn," ucapnya.

Di tempat terpisah, kabar terkini, ada kebakaran lahan belakangan ini kerap terjadi di sekitar wilayah Kecamatan Sangatta Utara maupun Sangatta Selatan. Kamis (19/9/2019) kemarin sore, kebakaran lahan kembali terjadi di Kelurahan Singa Geweh, Kecamatan Sangatta Selatan, Kalimantan Timur

Lahan sekitar 200 hektar yang berada di RT 07, 17 27 dan 29 berada dalam kepungan api. Warga yang melihat kepulan asap langsung bergerak ke lokasi untuk membantu pemadaman. Namun, baru sekitar tiga jam kemudian api bisa dikuasai.

Hingga kini pelaku pembakaran lahan masih dalam penyelidikan aparat kepolisian. Kapolres Kutai Timur AKPB Teddy Ristiawan mengatakan pihaknya sudah melakukan penyisiran pada warga sekitar untuk mengetahui siap pemilik lahan. Namun, belum ada yang mengaku atau mengetahuinya. Baik dari pihak RT, Desa hingga kecamatan.

“Tersangka pelaku pembakaran masih dalam penyelidikan. Kami terus melakukan investigasi. Untuk saat ini belum ada tersangkanya. Informasi tentang pemilik lahan pun belum ada. Warga setempat tidak ada yang mengaku sebagai pemilik lahan,” ujar Teddy.

Seperti diketahui, kebakaran lahan sempat menghebohkan warga sekitar kawasan Kampung Kajang tersebut. Bahkan ada warga yang nyaris tewas dalam kepungan asap, karena tidak mau keluar dari dalam gubuknya.

Aparat gabungan TNI-Polri dengan bantuan tim BPBD serta masyarakat bahu membahu menjinakkan api yang menjalar di lahan rerumputan kering tak bertuan itu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Efek Karhutla Makin Meluas, Ini Pesan Aktivis Lingkungan Asal Perancis."

Sumber: Tribun Kaltim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved