Unjukrasa Ricuh, Puluhan Pasang Sepatu Mahasiswa Tertinggal di DPRD Kaltim, Dipakai Lempar Aparat

Ratusan pasang sepatu mahasiswa tertinggal di DPRD Kaltim usai unjukrasa tolak revisi UU KPK, sepatu ini digunakan melempar aparat.

Penulis: Christoper Desmawangga | Editor: Rafan Arif Dwinanto
tribunkaltim.co/Christoper D
TOLAK RUU KPK - Tumpukan sepatu milik pengunjukrasa yang dilemparkan ke aparat Kepolisian pada aksi tolak RUU KPK di depan DPRD Kaltim, Senin (23/9/2019). 

TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Unjukrasa di DPRD Kaltim berakhir ricuh.

Tidak hanya batu dan benda padat lainnya yang jadi bahan untuk melempari aparat kepolisian, namun juga sepatu.

Ya, sepatu yang dikenakan mahasiswa pada aksi tolak revisi UU KPK di DPRD Kaltim tidak luput jadi bahan untuk melempari aparat.

Belum diketahui hingga saat ini makna maupun motif mahasiswa melempari aparat dengan menggunakan sepatu yang digunakan pengunjukrasa.

Update, Data PMI 7 Mahasiswa Alami Luka-luka usai Kericuhan Tolak RUU KPK di Depan DPRD Kaltim

Pasca Kericuhan Tolak RUU KPK, Sejumlah Kerusakan Terjadi di Sisi Depan DPRD Kaltim

Aksi Tolak RUU KPK di Depan DPRD Kaltim Berakhir Ricuh, Mahasiswa dan Polisi Jalani Perawatan

Pasca-aksi yang berujung terhadap kericuhan tersebut, tidak jauh dari gerbang utama DPRD Kaltim, didapatkan puluhan sepatu berbagai merek.

Rata-rata sepatu yang terkumpul hanya sebagian saja, namun ada juga beberapa diantaranya sepasang sepatu.

Tidak hanya sepatu, sejumlah sandal juga didapatkan bercampur dengan batu, botol dan benda lainnya yang dilemparkan pengunjukrasa ke arah aparat.

Hingga pukul 19.30 Wita, tumpukan sepatu milik pengunjukrasa masih terdapat di depan pos keamanan DPRD Kaltim, belum diketahui akan diapakan sepatu tersebut.

Sementara itu, terkait dengan  revisi UU KPK, pengunjukrasa menilai, selain revisi UU KPK yang telah disahkan, masyarakat juga kecewa terhadap pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Termasuk revisi UU Penahanan, revisi UU Ketenagakerjaan, revisi UU Minerba.

Massa yakin hampir semua hal dalam UU tersebut tidak mencerminkan aspirasi masyarakat dan justru lebih memihak kepentingan kelompok tertentu.

Ketika kebebasan dalam memberikan pendapat maupun kritik dianggap sebagai ancaman, penghinaan, penghasutan dan pelecehan.

"Ini jelas bertentangan dengan negara demokrasi.

Begitu banyak rancangan-rancangan peraturan yang ingin dimuat kedalam Undang-Undang, justru terlihat sangat dipaksakan, sarat akan kepentingan.

Tidak mengutamakan dampak untuk kesejahteraan," ucap Humas aksi, Sayid Ferhat Hasyim, Senin (23/9/2019).

Sumber: Tribun Kaltim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved