Unjukrasa Ricuh, Puluhan Pasang Sepatu Mahasiswa Tertinggal di DPRD Kaltim, Dipakai Lempar Aparat
Ratusan pasang sepatu mahasiswa tertinggal di DPRD Kaltim usai unjukrasa tolak revisi UU KPK, sepatu ini digunakan melempar aparat.
Penulis: Christoper Desmawangga | Editor: Rafan Arif Dwinanto
TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA - Unjukrasa di DPRD Kaltim berakhir ricuh.
Tidak hanya batu dan benda padat lainnya yang jadi bahan untuk melempari aparat kepolisian, namun juga sepatu.
Ya, sepatu yang dikenakan mahasiswa pada aksi tolak revisi UU KPK di DPRD Kaltim tidak luput jadi bahan untuk melempari aparat.
Belum diketahui hingga saat ini makna maupun motif mahasiswa melempari aparat dengan menggunakan sepatu yang digunakan pengunjukrasa.
• Update, Data PMI 7 Mahasiswa Alami Luka-luka usai Kericuhan Tolak RUU KPK di Depan DPRD Kaltim
• Pasca Kericuhan Tolak RUU KPK, Sejumlah Kerusakan Terjadi di Sisi Depan DPRD Kaltim
• Aksi Tolak RUU KPK di Depan DPRD Kaltim Berakhir Ricuh, Mahasiswa dan Polisi Jalani Perawatan
Pasca-aksi yang berujung terhadap kericuhan tersebut, tidak jauh dari gerbang utama DPRD Kaltim, didapatkan puluhan sepatu berbagai merek.
Rata-rata sepatu yang terkumpul hanya sebagian saja, namun ada juga beberapa diantaranya sepasang sepatu.
Tidak hanya sepatu, sejumlah sandal juga didapatkan bercampur dengan batu, botol dan benda lainnya yang dilemparkan pengunjukrasa ke arah aparat.
Hingga pukul 19.30 Wita, tumpukan sepatu milik pengunjukrasa masih terdapat di depan pos keamanan DPRD Kaltim, belum diketahui akan diapakan sepatu tersebut.
Sementara itu, terkait dengan revisi UU KPK, pengunjukrasa menilai, selain revisi UU KPK yang telah disahkan, masyarakat juga kecewa terhadap pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Termasuk revisi UU Penahanan, revisi UU Ketenagakerjaan, revisi UU Minerba.
Massa yakin hampir semua hal dalam UU tersebut tidak mencerminkan aspirasi masyarakat dan justru lebih memihak kepentingan kelompok tertentu.
Ketika kebebasan dalam memberikan pendapat maupun kritik dianggap sebagai ancaman, penghinaan, penghasutan dan pelecehan.
"Ini jelas bertentangan dengan negara demokrasi.
Begitu banyak rancangan-rancangan peraturan yang ingin dimuat kedalam Undang-Undang, justru terlihat sangat dipaksakan, sarat akan kepentingan.
Tidak mengutamakan dampak untuk kesejahteraan," ucap Humas aksi, Sayid Ferhat Hasyim, Senin (23/9/2019).
Lanjut dirinya menjelaskan, sesuai amanat UU Nomer 30 tahun 2002, KPK harusnya diperkuat.
Namun bertolak belakang dengan kondisi saat ini, KPK dilemahkan secara kelembagaan dan kewenangan.
"Apa yang dilakukan KPK harus izin dulu, padahal adanya KPK itu karena karena korupsi tidak bisa diatasi oleh dua aparat penegak hukum saat itu," jelasnya.
"Kami tolak sangat keras, harusnya aturan yang dibuat pro dengan rakyat, agar negara bisa jadi lebih baik, bukan malah menghancurkan.
Sangat jelas UU ini dibuat sangat cepat, tentu bukan untuk rakyat, tapi untuk konglomerat, elit dan kelompok tertentu," sambungnya.
Pihaknya pun meminta agar anggota DPRD Kaltim dapat bersikap, dan menyampaikan tuntutan massa ke DPR RI.
Terkait dengan aksi tolak RUU KPK, berikut tuntutan pengunjukrasa :
1. Mendesak Presiden Joko Widodo secepatnya mengeluarkan Perpu terkait dengan UU KPK
2.Tolak segala revisi UU yang melemahkan demokrasi
3. Menolak sistem kembali pada rezim Orba. (*)