Cegah Pelajar Ikut Aksi Unjuk Rasa, Polres Berau Gelar Rapat Koordinasi dengan Dinas Pendidikan
Untuk mengantisipasi keterlibatan para pelajar, seperti yang terjadi di daerah lain, Polres Berau menggelar pertemuan dengan Dinas Pendidikan.
Setelah itu, mahasiswa bergerak ke kantor DPRD Berau yang berada di Jalan Gatot Subroto, di sana, mahasiswa sempat saling dorong dengan aparat kepolisian yang melarang mereka masuk ke dalam gedung DPRD.
Terkait ditahannya ratusan Anak-anak di berbagai kantor kepolisian di Jakarta terkait aksi unjuk rasa dan kerusuhan pada tanggal 25 dan dinihari 26 September 2019 di seputaran gedung DPR RI, saat ini sejumlah pelajar di Kaltim pun turut aksi unjuk rasa di gedung DPRD Kaltim.
Mendengar hal itu Aktivis Anak di Indonesia minta pelajar untuk tidak diprovokasi ikut aksi.
• Anak-anak STM Ikut Demo dan Terlihat Lebih Beringas Guru Besar UGM Ini Ungkap Sesuatu di Baliknya
• Video Viral Anak STM Ikut Demo di Depan Gedung DPR RI, Tagar #STMmelawan Trending Topic Twitter
• Video Viral Detik-detik Polisi Tendang Pelajar, Lalu Langsung Dikejar dan Dikeroyok Siswa Lainnya
• Detik-detik Pelajar Serang Polisi di Pinggir Jalan, Terungkap Penyebab Amarah Tersulut
Helga Inneke Worotitjan, aktivis perempuan, pendamping korban kekerasan anak-perempuan mengatakan, anak memiliki kebutuhan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran sebagai bagian dari proses menemukan jati diri.
Untuk itu, semua anak membutuhkan lingkungan yang ramah agar anak dapat tumbuh dan berkembang optimal serta memiliki karakter tangguh dan welas asih untuk menghadapi tantangan hidupnya.
Ia menambahkan, anak juga baik terlibat dalam kegiatan penyampaian pendapat, agar memiliki pengalaman dan mampu menghayati dirinya sebagai warga suatu masyarakat, asalkan sepanjang kegiatan ada jaminan situasi selalu ramah untuk Anak.
"Saya dan kawan-kawan lagi proses pendampingan anak-anak yang ditahan. Meski kami gak setuju mereka ikut aksi, tapi sesuai amanah UU SPPA, anak bermasalah hukum itu harus ada pendamping saat diperiksa," Kata Helga, Kamis (26/9/2019) saat dihubungi Tribunkaltim.co melalui sambungan telpon selulernya.
Kendati anak memiliki hak untuk berpartisipasi, namun Helga menjelaska , bila suatu kegiatan penyampaian aspirasi berpotensi menimbulkan konflik, apalagi pempertontonkan kekerasan dalam kata, apalagi perbuatan, sebaiknya anak dijauhkan dari kegiatan yang dimaksud, karena akan menjadi pembelajaran yang mendatangkan ingatan buruk.
"Sebenarnya anak punya hak partisipasi, tapi melihat kondisinya dilapangan, khususnya di Indonesia ini, kalo aksi ada kemungkinan potensi kejadian yang bermuatan kekerasan saat berhadapan dengan aparat cukup besar.
Ini yang kami khawatirkan. Dan ada amanah juga, di UU juga untuk tidak melibatkan anak dalam aksi demonstrasi," jelasnya.
Dirinya mengimbau, kepada orang tua, penyelenggara sekolah, aparat keamanan dan seluruh warga masyarakat untuk menghindari adanya pelajar atau anak, yang berniat ikut dalam aksi unjuk rasa yang situasinya jelas membahayakan.
Karena adanya pro kotra yang sangat kuat pada beberapa level masyarakat, malah sudah sempat terjadi benturan antar elemen.
Keterlibatan anak pada unjuk rasa kali ini, disebutkan Helga dapat membahayakan fisik dan dapat menimbulkan trauma serta berjatuhan korban, khususnya anak.
"Kami dari aktivis perempuan, pendamping korban kekerasan anak-perempuan, untuk itu menghimbau kepada para orang tua, penyelenggara sekolah, Aparat keamanan dan seluruh warga masyarakat untuk mencegah keterlibatan anak dalam aksi unjuk rasa yang di dalamnya berpotensi terjadi kekerasan," himbau Helga
"Batasan usia anak yang boleh turun aksi. Sepertinyang tertuang di UU perlindungan anak di bawah 18 tahun, sangat dilarang ikut aksi demonstrasi. Sekarang saja banyak yang menyandingkan urusan aksi anak di luar negeri yang diketahui tertib sekali.